Penentuan Harga BBM, Antara Kepentingan Politik dan Keuntungan Pertamina
Pertamina diduga meraih untung triliunan rupiah dari selisih harga keekonomian BBM dengan harga jual di dalam negeri. Oleh karena itu, saat harga minyak mentah naik, pemerintah didesak tak menaikkan harga jual BBM.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta menahan harga jual bahan bakar minyak jika harga minyak mentah dunia naik. Pasalnya, harga jual BBM saat ini seharusnya bisa lebih murah lantaran merosotnya harga minyak mentah dunia dalam beberapa bulan terakhir. Kesulitan keuangan yang dialami PT Pertamina (Persero) diduga menjadi alasan harga BBM tak diturunkan.
Hal itu mengemuka dalam diskusi secara daring tentang harga BBM yang diselenggarakan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Jumat (22/5/2020).
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengkritik kebijakan energi pemerintah yang tak konsisten. Menurut dia, pemerintah diberi ruang mengevaluasi harga BBM setiap tiga bulan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ruang untuk mengevaluasi harga tersebut tak pernah dimanfaatkan.
”Sekarang, kan, harga minyak mentah sedang murah-murahnya, tetapi harga BBM tidak turun. Jadi, agar adil, saat harga minyak mentah dunia melonjak, pemerintah harus menahan harga jual BBM agar tak naik,” kata Tulus.
Sekarang, kan, harga minyak mentah sedang murah-murahnya, tetapi harga BBM tidak turun. Jadi, agar adil, saat harga minyak mentah dunia melonjak, pemerintah harus menahan harga jual BBM agar tak naik. (Tulus Abadi)
Tulus mengingatkan pemerintah agar tidak mencampuradukkan kepentingan politik dalam penentuan harga energi di dalam negeri. Sebab, pemerintah sempat menunda kenaikan tarif listrik semata-mata karena waktunya tidak tepat atau menjelang pmilihan umum presiden dan wakil presiden pada 2019. Kebijakan itu tidak hanya merugikan badan usaha, tetapi juga merugikan masyarakat.
Sementara itu, Direktur Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara berpendapat, alasan pemerintah tidak menurunkan harga jual BBM diduga karena masalah keuangan di tubuh Pertamina. Bisnis Pertamina tengah terpukul lantaran kemerosotan harga minyak dunia dan penjualan BBM di dalam negeri yang merosot drastis. Belum lagi kewajiban pembayaran bunga obligasi perusahaan tersebut.
Meski demikian, lanjut Marwan, Pertamina juga patut diduga meraih banyak keuntungan dengan harga jual BBM di dalam negeri yang tak turun kendari harga minyak mentah merosot drastis. Ia menghitung, dalam dua bulan terakhir saja, Pertamina setidaknya mengumpulkan laba sekitar Rp 13 triliun dari selisih harga keekonomian dengan harga jual BBM di dalam negeri.
Ia berharap dana tersebut dialokasikan sebagai dana bantalan saat harga minyak mentah dunia naik sehingga harga BBM dalam negeri tak perlu ikut dinaikkan.
”Akibat harga BBM yang tak naik, padahal seharusnya naik, Pertamina menalangi selisih harga tersebut dan menjadi piutang terhadap pemerintah. Bebannya bisa triliunan rupiah. Belum lagi program BBM satu harga yang memerlukan biaya distribusi yang mahal,” ucap Marwan.
Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin menilai, seharusnya harga BBM di Indonesia saat ini dijual lebih murah. Penyebabnya adalah harga minyak mentah dalam beberapa bulan terakhir rendah dan sempat ada di bawah 30 dollar AS per barel. Momentum ini saat yang tepat untuk merestrukturisasi harga BBM di Indonesia.
Perlu ada transparansi tentang faktor pembentuk harga BBM agar publik lebih paham. Intinya harus ada transparansi harga.
Kajian KPBB menyebutkan, dengan nilai kurs yang sama terhadap dollar AS, harga BBM dengan RON 95 di Malaysia dan Australia lebih murah ketimbang harga BBM jenis pertamax di Indonesia dengan RON 92. Saat ini, untuk wilayah Jawa, harga pertamax Rp 9.000 per liter. Di Malaysia, harga BBM dengan RON 95 yang memiliki kualitas lebih baik sekitar Rp 5.500 per liter.
”Saat seperti sekarang ini adalah saat yang tepat untuk menata ulang harga BBM di Indonesia. Perlu ada transparansi tentang faktor pembentuk harga BBM agar publik lebih paham. Intinya harus ada transparansi harga,” ujar Ahmad.
Sebelumnya, dalam rapat di DPR, pemerintah memberi sinyal tidak akan menurunkan harga bahan bakar minyak kendati harga minyak mentah merosot drastis dalam tiga bulan terakhir. Alasan pemerintah adalah harga minyak mentah dunia dan kurs rupiah terhadap dollar AS masih labil. Ada potensi harga minyak mentah kembali merangkak naik.
”Selain itu, pemerintah masih menunggu dampak pemotongan produksi minyak mentah oleh negara OPEC dan aliansinya sebanyak 9,7 juta barel per hari yang efektif mulai 1 Mei hingga 30 Juni 2020,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif.