Industri ritel, terutama makanan dan minuman, kian terimpit dampak pandemi Covid-19. Upaya peralihan pemasaran ke daring tidak cukup optimal menahan operasionalisasi. Diperlukan inovasi untuk bertahan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 yang menekan industri ritel perlu disikapi pelaku usaha dengan cepat beradaptasi dan berinovasi. Gerai ritel makanan dan minuman dengan konsep yang mengandalkan kerumunan pengunjung harus segera menyiasati kondisi normal baru.
Dikutip dari laman Bursa Efek Indonesia, pandemi Covid-19 membuat 115 gerai Kentucky Fried Chicken di Indonesia tutup sementara. Penghentian sementara diperkirakan lebih dari tiga bulan. Jumlah karyawan yang dirumahkan 4.988 orang. Keterbukaan informasi di laman itu menyebutkan, secara keseluruhan, jumlah karyawan tetap dan tidak tetap PT Fast Food Indonesia Tbk itu sebanyak 17.216 orang.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menilai, tren permintaan konsumen semakin merosot sejak pandemi Covid-19. Mobilitas masyarakat kian terbatas. Sementara sebagian bisnis ritel makanan dan minuman bergantung pada keramaian pengunjung.
Sejumlah gerai ritel makanan dan minuman, misalnya, menghadirkan konsep toko yang memberikan kenyamanan bagi pengunjung untuk bertemu, berkumpul, atau merayakan sesuatu. Dengan mobilitas penduduk yang terbatas seiring pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pengunjung tidak lagi datang sehingga penutupan gerai tak bisa dihindari.
”Gerai makanan dan minuman selama ini sudah menjadi ruang bagi konsumen untuk kumpul dan sosialisasi. Preferensi konsumen kini terpangkas karena PSBB sehingga memengaruhi penurunan permintaan,” katanya, di Jakarta, Jumat (22/5/2020).
Faisal menambahkan, pandemi Covid-19 yang penuh ketidakpastian dan PSBB yang semakin panjang telah menggerus operasionalisasi ritel serta merembet ke industri lain yang terkait dengan ritel. Rentetan panjang itu dikhawatirkan memicu gelombang penutupan industri yang semakin luas.
Industri ritel makanan dan minuman yang sangat bergantung pada kerumuman dinilai perlu melakukan adaptasi dan inovasi dalam kondisi normal baru agar tidak tergerus. Adaptasi dan inovasi itu misalnya dengan perubahan cara layanan hingga pemasaran secara daring. ”Perubahan layanan tidak hanya promo pemasaran dan layanan daring, tetapi juga mengubah cara layanan. Inovasi menjadi penting agar bisa kompetitif,” katanya.
Industri ritel makanan dan minuman yang sangat bergantung pada kerumuman dinilai perlu melakukan adaptasi dan inovasi dalam kondisi normal baru agar tidak tergerus.
Meski demikian, dampak pandemi Covid-19 yang panjang tidak cukup dihadapi hanya dengan inovasi. Diperlukan upaya riil pemerintah untuk melaksanakan PSBB dengan tegas agar pandemi Covid-19 tidak berkepanjangan. Kedua, penyaluran stimulus untuk dunia usaha harus dilakukan secara cepat, akurat, dan fleksibel.
Penyaluran yang lamban akan memicu kondisi dunia usaha memburuk, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). ”Pemerintah harus menjamin PSBB dan karantina berjalan. Bersamaan dengan itu, stimulus dan bantuan harus cepat dan merata,” ujarnya.
Di tempat terpisah, Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Tutum Rahanta mengemukakan, penutupan gerai makanan dan minuman tidak terhindarkan karena bisnis anjlok selama pandemi Covid-19. Sebagian gerai makanan dan minuman mengandalkan kedatangan pengunjung.
Industri ritel yang sangat terpukul saat ini adalah non-pangan serta gerai makanan dan minuman. Sementara itu, industri ritel pangan masih bertahan seiring kebutuhan bahan pokok. Namun, apabila kondisi pandemi Covid-19 terus berlanjut dan PSBB kian panjang, dikhawatirkan industri ritel tidak akan kuat bertahan.
Ia menambahkan, sebagian pelaku gerai ritel makanan dan minuman telah beralih ke penjualan daring, pelayanan pesan antar, dan ambil di loket (drive thru). Namun, pemasaran daring itu hanya bisa menutup 20-30 persen omzet bulanan gerai makanan dan minuman yang sebelumnya mengandalkan kerumunan pengunjung. Di sisi lain, beberapa gerai makanan dan minuman dan restoran yang tidak bisa sepenuhnya beralih ke pemasaran secara daring karena segmentasi pasar kelas atas.
Ia menambahkan, berbagai strategi bisnis telah dilakukan pelaku ritel. Namun, pelaku tetap memiliki keterbatasan arus kas. Stimulus dari pemerintah tidak sesuai harapan pelaku ritel yang terbebani biaya operasional. Pandemi Covid-19 membutuhkan penanganan yang tegas agar pelaku usaha dapat segera bangkit.
Di sisi lain, pelaku ritel makanan dan minuman juga diharapkan menyiapkan standar operasional pelayanan dengan mengacu pada protokol kesehatan menghadapi era normal baru, serta beradaptasi dalam model layanan. Di antaranya, penyediaan peralatan makan sekali pakai serta pengemasan makanan yang lebih higienis. ”Gerai makanan dan minuman perlu kreativitas untuk menghadapi normal baru. Konsumen yang akan menilai,” katanya. (LKT)