BTN Siap Salurkan Subsidi Selisih Bunga Pemerintah
Pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19 turut meredupkan gairah industri properti.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk bakal menyalurkan subsidi selisih bunga dari pemerintah untuk mendorong pembiayaan perumahan bagi masyarakat menengah ke bawah. Diharapkan, subsidi ini dapat membangkitkan kembali gairah industri properti hunian di Tanah Air.
Dalam telewicara bersama pelaku industri properti hunian, di Jakarta, Rabu (20/5/2020), Direktur Utama BTN Pahala N Mansury menuturkan, subsidi selisih bunga merupakan bagian dari stimulus pemerintah paket kedua.
Subsidi ini ditargetkan dapat mendukung pembangunan 146.000 rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk memenuhi target tersebut, BTN diproyeksi menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR) Rp 22 triliun.
”Pada saat ini memang dibutuhkan bantuan dari pemerintah untuk memutar roda perekonomian, termasuk dengan mendukung sektor pembiayaan perumahan bagi rakyat,” ujarnya.
Pahala memastikan likuiditas BTN sangat mendukung karena cukup aman dan terjaga. Apalagi, dengan penurunan giro wajib minimum (GWM) dan dana pihak ketiga (DPK) perseroan sampai dengan Maret 2020. Sementara, rasio Aset Likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) terjaga di atas 80 persen jauh di atas regulasi yang dipatok 50 persen.
”SSB diharapkan dapat mendorong permintaan dan bisa menggerakkan pengembang properti dan 172 sektor turunan properti lainnya,” kata Pahala.
Terkait penyaluran subsidi, Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida berharap BTN melonggarkan persyaratan penerima subsidi dari kalangan masyarakat yang berpenghasilan tidak tetap. Saat ini, perbankan sangat selektif dengan membatasi konsumen rumah masyarakat berpenghasilan rendah hanya untuk pekerja yang memiliki penghasilan tetap.
”Apabila BTN melonggarkan persyaratan penerima subsidi dari segmen masyarakat berpenghasilan tidak tetap, gairah industri properti bisa kembali hidup,” ujarnya.
Dengan subsidi selisih bunga dari pemerintah, lanjut Paulus, pembiayaan rumah subsidi bisa berjalan secara paralel melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan Bantuan Pembiayaan perumahan Berbasis Tabungan (BP2PT).
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menilai, suku bunga KPR menjadi hambatan pertumbuhan penjualan hunian.
Suku bunga KPR dinilai masih terlalu tinggi meskipun pada triwulan I-2020 suku bunga KPR sebesar 8,92 persen atau lebih rendah daripada triwulan IV-2019 yang sebesar 9,12 persen.
”Kondisi saat ini suku bunga KPR masih tinggi di tengah sudah turunnya suku bunga acuan BI. Perbankan sudah seharusnya merespons penurunan tersebut secara signifikan,” ujarnya.
Senada dengan Paulus, Junaidi menilai, selain faktor suku bunga KPR, faktor lain yang jadi penghambat adalah cakupan penerima KPR pada segmen masyarakat berpenghasilan rendah yang masih terbatas. Anjloknya penjualan rumah kelas menengah ke bawah secara tahunan terjadi diperkirakan lantaran kuota subsidi yang terbatas.
Bank Indonesia (BI) mencatat penjualan rumah pada triwulan I-2020 turun 43,19 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.