Siasati Perubahan karena Pandemi, Para Pelaku Industri Beradaptasi
Mau tak mau, lanskap pasar berubah. Ada yang sama sekali berbeda. Situasi itu menuntut kelincahan agar bisnis bertahan atau bahkan berkembang. Sejumlah pelaku industri beradaptasi di tengah tekanan pandemi.
Oleh
M Paschalia Judith J/C Anto Saptowalyono
·4 menit baca
Pasar produk kebutuhan sehari-hari berubah, setidaknya tiga bulan terakhir. Pandemi Covid-19 mendisrupsi segenap lini bisnis dan menggiring konsumen ke pilihan yang makin terbatas. Mereka menetapkan skala prioritas. Akhirnya, mau tak mau, pelaku industri harus berubah menyiasati situasi.
Adaptasi ditempuh sejumlah pelaku industri yang bergerak di sektor barang konsumsi bergerak cepat atau fast moving consumer goods. Proses itu telah menunjukkan keberhasilan.
Direktur PT Martina Berto Tbk Samuel Pranata menyatakan, Martha Tilaar mengalihkan fokus produksinya dari kosmetik ke cairan pembersih tangan. ”Dampaknya, ada pertumbuhan kinerja sebesar 20 persen dibandingkan rata-rata pada triwulan I-2020,” katanya dalam diskusi yang digelar MarkPlus Inc, Selasa (19/5/2020).
Selain itu, Marta Tilaar mengoptimalkan layanan pijat dan potong rambut di rumah. Petugas yang melayani pun mendatangi rumah konsumen dengan mengenakan alat pelindung diri dan telah mengikuti protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius mengatakan, perusahaannya telah beradaptasi dengan menguatkan produk-produk berbahan baku herbal dalam negeri. Dia menyebut sejumlah obat herbal sedang dalam pengujian selama 1-2 bulan ini demi memenuhi kebutuhan konsumen.
Produk es krim pun terdampak. Menurut Brand Manager PT Campina Ice Cream Industry Tbk Mustofa Saadji, produk es krim terpukul pandemi Covid-19. Konsumen biasanya membeli secara impulsif ketika melihatnya di gerai fisik. Mobilitas warga jauh berkurang seiring kebijakan pembatasan sosial berskala besar.
Sebagai bentuk adaptasi, perusahaan menguatkan strategi pemasaran dengan pendekatan emosional kepada pelanggan setia agar terdorong membeli es krim secara dalam jaringan (daring) dari tempat tinggalnya.
Produsen lain menempuh cara lain. Dua Kelinci, misalnya. Menurut Sales and Marketing Director PT Dua Kelinci Theo T Gazali, perusahaan mengangkat nilai kebersamaan dalam strategi pemasaran. Wujudnya, dia menjual beragam paket produk, baik secara daring maupun toko fisik, yang dapat dinikmati bersama-sama saat beraktivitas di tempat tinggal.
Sementara itu, Marketing Director PT Mayora Indah Tbk Awin Sirait menyatakan, perusahaan menguatkan layanan antar ke rumah serta penjualan di e-dagang. Demi menjaga keterjangkauan masyarakat terhadap produk makanan dan minuman yang dijual selama pandemi Covid-19, jaringan distribusi di skala minimarket dan warung juga dioptimalkan.
Toko virtual
Untuk beradaptasi dengan pola konsumsi masyarakat selama pandemi Covid-19, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman menyatakan, sebanyak 5-10 persen perusahaan anggota asosiasi telah membentuk toko virtual. Toko ini menghubungkan langsung industri dengan konsumen.
Berdasarkan survei yang diadakan Markplus Inc, ketersediaan barang menjadi aspek krusial bagi industri penghasil barang konsumsi bergerak cepat (FMCG) di tengah pandemi Covid-19. Hal ini ditunjukkan dengan hasil survei, sebanyak lebih dari 75 persen responden akan memilih produk lain dengan fungsi yang sama apabila barang dari jenama langganannya tak tersedia.
Oleh sebab itu, pelaku industri menilai pentingnya menjamin ketersediaan barang sehingga toko virtual menjadi salah satu solusinya. Tak hanya menyasar konsumen, toko virtual ini juga menghubungkan industri dengan pedagang toko kelontong dan warung yang berada di area permukiman.
Pelaku industri farmasi juga mengoptimalkan platform digital. ”Dampak Covid di triwulan I-2020 belum begitu terasa. Dalam laporan keuangan yang kami publikasikan pada awal April masih terlihat pertumbuhan penjualan 8 persen,” kata Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius pada konferensi pers virtual seusai rapat umum pemegang saham perusahaan tersebut di Jakarta, Senin (18/5/2020).
Namun, Vidjongtius memperkirakan dampak pandemi lebih terasa di triwulan II-2020. ”Data lapangan yang kami peroleh, misalnya, jumlah pasien reguler yang ke rumah sakit ada penurunan,” katanya.
Selain itu, mobilitas konsumen relatif terbatas. Kondisi itu terlihat pula pada penjualan produk, seperti minuman kesehatan, di daerah pariwisata, sekolah, dan tempat lainnya.
”Skenario jeleknya itu bisa sampai ke negatif. Cuma kami lagi mengukur karena ada cara-cara baru untuk meminimalkan atau mengantisipasi dengan memanfaatkan platform-platform digital,” ujar Vidjongtius.
Vidjongtius menuturkan, platform digital menjadi salah satu alternatif yang baik untuk mendekatkan produk ke rumah masing-masing konsumen. Pemanfaatan teknologi informasi ataupun platform-platform digital yang sudah ada di pasar menjadi salah satu pilihan baik yang direspons baik pula oleh konsumen.
Menurut dia, produk seperti vitamin, suplemen, produk herbal, dan alat kesehatan sangat berpotensi. ”Kami di Kalbe mencoba mengombinasikan portofolio ini,” kata Vidjongtius.