Kreativitas Produksi dan Pemasaran Bantu UMKM Bertahan dan Bangkit
Berbagai cara dilakukan UMKM untuk bertahan dan bangkit, yakni dengan kreatif menghasilkan produk baru dan mengaktifkan pemasaran.
Oleh
erika kurnia
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Normal baru yang terbentuk karena pandemi kini mulai diadaptasi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Berbagai cara dilakukan untuk bertahan dan bangkit, yakni dengan kreatif menghasilkan produk baru dan mengaktifkan pemasaran.
Cara itu dijalankan Simon Nainggolan, pemilik usaha rumah makan Padang di Jakarta. Dalam seminar web bertajuk ”Nasib UMKM di tengah Pandemi”, Rabu (20/5/2020), ia memaparkan berbagai strategi untuk bertahan setelah penjualannya merosot sampai 80 persen pada Maret 2020.
Ia mencoba mengkreasikan penjualan dengan melayani pesan antar produk. Biaya operasional toko yang berkurang dialihkan untuk biaya antar sehingga konsumen tak perlu bayar ongkos kirim. Sebagai bentuk solidaritas, sopir ojek daring yang mengantarkan pesanan juga diberikan insentif.
Inisiatif menggratiskan layanan antar-jemput merupakan strateginya untuk mengikat pembeli dan berpromosi. Upaya jemput bola untuk mempromosikan produknya juga dilakukan dengan beriklan melalui aplikasi pesan dan dari mulut ke mulut.
Dari sisi produk, Simon mengatakan, ia juga mencoba memodifikasi masakan Padang, seperti menyuwir daging ayam dan memotong rendang agar lebih mudah dimakan. Makanan itu dijual dalam mangkuk plastik agar praktis. Selain masakan Padang, menu makanan lain seperti opor dan takjil untuk berbuka puasa juga dijajakan.
”Dengan strategi ini, omzet penjualan pada April mulai menjelang puasa sampai Mei ini hampir sama ketika sebelum pandemi,” kata Simon yang mampu bertahan tanpa mengurangi pegawai, yang kini diberdayakan untuk adaptasi penjualan baru.
Kreatif menciptakan inovasi dan kolaborasi juga menjadi strategi pelaku UMKM lain untuk bertahan. Kedai kopi Memento Coffee di Bandung, Jawa Barat, misalnya, kini menghadirkan produk minuman yang bisa dipasarkan secara daring, untuk menggantikan puluhan menu yang biasa mereka jajakan.
Financial Chief Memento Coffee, Salman, kepada Kompas belum lama ini, mengatakan, kondisi saat ini juga memaksa mereka untuk pintar berkolaborasi. Seperti dengan beriklan melalui influencer. Kerja sama dengan pelaku usaha lain, seperti pengusaha kue, juga sedang dijajaki, agar produk mereka terpakai.
”Intinya, saat ini kuncinya adalah kolaborasi, mulai dari lingkaran yang kami kenal dulu lalu ke yang lain. Ini jadi langkah kami ke depan agar aliran barang dan uang tetap lancar dan menyehatkan usaha," katanya.
Bantuan pemerintah
Sayangnya, mengupayakan kreativitas produk dan promosi usaha tidak bisa diupayakan langsung oleh semua UMKM. Andres Marbun, pengusaha yang baru merintis usaha kedai kopi sampai merchandise, mengaku kesulitan beradaptasi.
Selain karena usahanya bergantung pada kerumunan dan permintaan massal, ia juga mengaku butuh modal jika harus berkreasi. Adapun yang ia upayakan adalah menegosiasi pinjaman kepada pemasok bahan baku dan merumahkan pegawai.
”Saya hanya bisa memilih menunggu sampai pandemi selesai dan menunggu kira-kira apa yang bisa dibantu pemerintah melalui kebijakannya,” tuturnya.
Sejauh ini, ia mengaku belum merasakan bantuan pemerintah. Salah satu alasannya karena ia tidak pernah meminjam modal usaha perbankan. Seperti diketahui, relaksasi pinjaman perbankan merupakan satu kebijakan jaring pengaman keuangan yang diberikan pemerintah untuk pengusaha, termasuk UMKM.
Kementerian Keuangan belum lama ini mengabarkan, pemerintah meningkatkan total anggaran untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pasca-pandemi Covid-19 menjadi Rp 641,17 triliun.
Jumlah tersebut, antara lain, dialokasikan untuk UMKM, seperti anggaran Rp 34,15 triliun berupa subsidi bunga dan penjaminan kredit modal kerja sebesar Rp 5 triliun. Dukungan fiskal atau pajak sebesar Rp 123 triliun juga telah diperluas hingga sektor UMKM.
Pemerintah juga menempatkan Rp 87,59 triliun untuk perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto berpendapat, bantuan pemerintah yang ada kurang tepat untuk membantu memulihkan UMKM. Kurang tepat karena sebagian besar bantuan hanya bisa dinikmati pelaku UMKM yang menjadi nasabah bank.
Anggaran pemerintah juga dinilai lebih banyak menyasar korporasi, seperti alokasikan dana talangan sebesar Rp 19,65 triliun untuk modal kerja beberapa perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti Garuda Indonesia, Perumnas, KAI, PTPN hingga Krakatau Steel.
Selain itu, pemerintah juga melakukan percepatan pembayaran kompensasi untuk Pertamina dan PLN yang besarannya masing-masing Rp 45 triliun dan Rp 45,42 triliun.
”Anggaran pemerintah lebih banyak dialokasikan ke korporasi yang sudah bermasalah sejak lama dan enggak banyak berkontrobusi ke percepatan pertumbuhan daya beli. Sementara, UMKM yang pangsanya mencapai 99 persen dari total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia kesulitan menghadapi masa depan,” ujarnya.
Oleh karena itu, Suroto berharap, pemerintah bisa lebih memprioritaskan UMKM dan memberikan bantuan yang bisa secara cepat meningkatkan daya beli masyarakat.