Proyek Energi Terbarukan Bisa Menjadi Solusi Pemulihan Ekonomi
Proyek energi terbarukan, seperti PLTS atap, dapat menjadi solusi untuk mengurangi beban subsidi listrik. Selain itu, proyek ini juga bisa menyerap ribuan tenaga kerja baru. Solusi untuk pemulihan pascapandemi Covid-19.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek pengembangan energi terbarukan bisa menjadi solusi pemulihan ekonomi di Indonesia yang terdampak pandemi Covid-19. Salah satu proyek yang bisa didorong sebagai usaha memulihkan ekonomi pascapandemi adalah pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Selain dapat menyerap tenaga kerja baru, proyek ini juga bisa memangkas subsidi listrik dalam jangka panjang.
Saran itu mengemuka dalam seminar dalam jaringan yang diselenggarakan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Institute for Essential Services Reform (IESR), Selasa (19/5/2020). Seminar tersebut menghadirkan narasumber Direktur Konservasi Energi pada Kementerian ESDM Hariyanto, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah Sujarwanto Dwiatmoko, dan Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa.
Dalam dokumen Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah menargetkan kapasitas terpasang PLTS pada 2025 sebesar 6.500 megawatt (MW). Menurut Fabby, pemasangan PLTS atap bisa menjadi usaha untuk memenuhi target tersebut. Hingga 2019, kapasitas terpasang PLTS, berdasarkan data Kementerian ESDM, baru 231,9 MW.
”Kami merekomendasikan program Surya Nusantara lewat pemasangan PLTS atap yang didanai APBN dan APBD. Sasaran utama program ini adalah pelanggan listrik PLN yang disubsidi negara, seperti pelanggan listrik rumah tangga golongan 900 volt ampere,” ujar Fabby.
Apabila proyek ini diterapkan untuk 660.000 unit rumah, penghematan subsidi listrik setiap tahunnya bisa mencapai Rp 727 miliar.
Tahun pertama dalam program ini, lanjut Fabby, bisa dimulai dengan target kapasitas terpasang sebesar 1.000 MW. Ia memperkirakan investasi yang diperlukan dengan kapasitas sebesar itu adalah Rp 15 triliun. Namun, menurut perhitungannya, investasi tersebut memiliki dampak berganda.
”Sekitar 30 persen dari nilai investasi dialokasikan untuk biaya upah pekerja. Diperkirakan diperlukan sedikitnya 20.000 tenaga kerja baru dalam proyek ini. Apabila proyek ini diterapkan untuk 660.000 unit rumah, penghematan subsidi listrik setiap tahun bisa mencapai Rp 727 miliar,” tambah Fabby.
Hariyanto sepakat bahwa program Surya Nusantara dapat diwujudkan dengan mengalihkan subsidi listrik menjadi program penyediaan PLTS atap bagi pelanggan rumah tangga golongan 450 VA dan 900 VA. Selain bisa menekan anggaran subsidi listrik, program ini juga dapat menghemat biaya produksi listrik PLN. Dampak lainnya adalah pemanfaatan sumber energi yang lebih bersih.
”Selain berpotensi menciptakan lapangan kerja baru, program ini bisa merangsang tumbuhnya industri PLTS, baik di dalam negeri maupun jasa pendukung lainnya,” kata Hariyanto.
Kendala tersebut, antara lain, pengadaan lahan yang berbelit, sulitnya akses pendanaan yang murah dan terjangkau, serta keterbatasan jaringan transmisi dan distribusi PLN.
Kendati demikian, Hariyanto menggarisbawahi ada sejumlah kendala dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Kendala tersebut, antara lain, pengadaan lahan yang berbelit, sulitnya akses pendanaan yang murah dan terjangkau, serta keterbatasan jaringan transmisi dan distribusi PLN.
Jawa Tengah menjadikan sektor energi sebagai salah satu sektor prioritas dalam usaha pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. Pasalnya, sektor energi menjadi penggerak industri dalam skala kecil hingga besar. Pengembangan tenaga surya diprioritaskan di provinsi tersebut.
”PLTS yang akan dibangun diprioritaskan untuk sumber tenaga pompa air pertanian, tambak, budidaya ikan, dan untuk lembaga pendidikan. Begitu pula sektor UMKM yang berproduksi di siang hari, seperti kerajinan kulit, kayu, dan batik,” kata Sujarwanto.