Pengesahan revisi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terus menuai kontroversi. Salah satunya mengenai prioritas BUMN untuk mendapat hak kelola.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Truk berat mengangkut batubara di Blok Tutupan yang ditambang PT Adaro Indonesia di perbatasan Kabupaten Tabalong dan Balangan, Kalimantan Selatan, Rabu (19/5/2010).
JAKARTA, KOMPAS — Prioritas BUMN menjadi perdebatan dalam hak pengelolaan usaha pertambangan batubara dalam hasil revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hingga 2025, ada enam perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) yang habis masa kontraknya dan berpotensi mendapat perpanjangan otomatis dari pemerintah.
Enam PKP2B tersebut adalah Arutmin Indonesia, Kaltim Prima Coal, Multi Harapan Utama, Adaro Indonesia, Kideco Jaya Agung, dan Berau Coal. Luas konsensi tambang batubara keenam perusahaan tersebut sekitar 369.000 hektar. Adapun produksi batubara dari keenam perusahaan itu setara dengan 70 persen dari total produksi batubara Indonesia.
Dalam UU hasil revisi, pemegang PKP2B mendapat jaminan perpanjangan kontrak dua kali masing-masing selama 10 tahun. Pemberian perpanjangan tersebut dilandasi pertimbangan peningkatan penerimaan negara. Ketentuan mengenai jaminan perpanjangan tersebut diatur dalam Pasal 169 A.
Dalam UU hasil revisi, pemegang PKP2B mendapat jaminan perpanjangan kontrak dua kali masing-masing selama 10 tahun.
Menurut Direktur Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara, pemerintah seharusnya memberikan prioritas pada BUMN batubara. Hal itu sudah sesuai dengan amanat konstitusi yang menyatakan sumber daya alam dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, perpanjangan kontrak tak serta-merta diberikan kepada keenam PKP2B tersebut.
Pemuatan batubara ke tongkang di Pelabuhan PT Tunas Inti Abadi di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Rabu (26/9/2018). Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, batubara tersebut juga diekspor ke India, China, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
”Prioritas kepada BUMN dan BUMD diatur juga di UU yang sama di Pasal 75. Kenapa BUMN? Sebab, laba yang diperoleh semuanya masuk ke kas negara sebagai dividen. Kalau perusahaan PKP2B, yang ada kepemilikan pihak asing, labanya sebagian mengalir ke luar Indonesia. Artinya, manfaat buat bangsa Indonesia menjadi berkurang,” ujar Marwan dalam diskusi virtual bertajuk ”Revisi UU Minerba Untuk Siapa?”, Selasa (19/5/2020).
Namun, Marwan setuju bahwa revisi UU memang diperlukan untuk hal-hal tertentu. Hanya saja, kepentingan bangsa dan rakyat harus tetap mendapat prioritas utama.
Menjawab hal tersebut, anggota Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Maman Abdurrahman, berpendapat, di tengah situasi yang penuh ketidakpastian seperti sekarang ini, jaminan perpanjangan kontrak memberikan kepastian berinvestasi. Selain itu, akan ada kepastian penyerapan tenaga kerja di tengah pandemi Covid-19 yang banyak terjadi pemutusan hubungan kerja. Ia menyatakan bahwa DPR tetap akan menjalankan fungsi pengawasan terhadap perusahaan pemegang konsensi tambang batubara.
”Kenapa tidak diberikan kepada BUMN? Kami bersikap realistis bahwa BUMN belum siap mengelola sumber daya sebanyak itu. Toh, dalam Pasal 33 UUD 1945 tidak ada amanat yang mengharuskan pengelolaan oleh BUMN. Yang penting adalah asas manfaat,” ujar Maman.
Di tengah situasi yang penuh ketidakpastian seperti sekarang ini, jaminan perpanjangan kontrak memberikan kepastian berinvestasi.
Maman menepis anggapan bahwa proses revisi dilakukan terburu-buru dan tertutup. Menurut dia, revisi UU No 4/2009 sudah dimulai sejak 2015. Bahkan, ia menyebut prosesnya terlalu lama karena hasil revisi barus selesai pada 12 Mei 2020. Ia juga menyebut rapat pembahasan revisi dilakukan secara terbuka dan transparan.
SUMBER: KEMENTERIAN ESDM
Grafis rencana produksi batubara di 2020 dan pasokan batubara di pasar dalam negeri.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir menyatakan siap mematuhi apa pun yang menjadi keputusan bersama antara pemerintah dan DPR. Adaro adalah salah satu pemegang PKP2B yang bakal habis masa kontraknya pada 2020. Menurut dia, pihaknya akan mengajukan perpanjangan operasi kepada pemerintah pada awal 2021.
”Sesuai kontrak, kami berhak mendapatkan perpanjangan dua kali masing-masing 10 tahun. Tambang yang dikuasai asing saja mendapat perpanjangan, masak kami anak negeri tidak diberikan? Apalagi, kami juga telah berkontribusi dalam hal pembayaran pajak dan penyerapan tenaga kerja,” ucap Garibaldi dalam konferensi pers secara daring.
Tahun ini, pemerintah menargetkan penerimaan negara bukan pajak dari sektor mineral dan batubara sebesar Rp 44,4 triliun atau lebih rendah dari realisasi 2019 yang sebesar Rp 44,8 triliun. Pada 2018, penerimaan negara dari sektor ini mencapai Rp 49,6 triliun yang ditopang oleh tingginya harga batubara di pasar dunia.