Masyarakat beralih ke belanja daring dan mempertimbangkan banyak hal saat berbelanja. Sebab, mereka khawatir dengan kondisi perekonomian yang tidak pasti akibat pandemi Covid-19.
Oleh
M Paschalia Judith/Dimas Waraditya Nugraha/BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 mengubah pola belanja masyarakat, dari mengunjungi toko fisik ke laman perdagangan secara elektronik atau e-dagang. Masyarakat juga semakin cermat berbelanja dengan mempertimbangkan nilai dan harga produk karena pandemi menimbulkan ketidakpastian dalam perekonomian.
Survei Implications of Covid-19 for Retail and Consumer Goods in Indonesia oleh McKinsey & Company menunjukkan, 36 persen responden menyatakan menggunakan aplikasi untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan 40 persen memanfaatkan e-dagang selama pandemi Covid-19. Survei pada 25-26 April 2020 terhadap 711 orang responden itu juga menunjukkan, lebih dari 40 persen responden akan mengurangi frekuensi belanja secara fisik di pasar tradisional, toko kelontong, dan ritel.
Menurut Partner and Co-Leader of Consumer Packaged Goods and Retail practices in Southeast Asia McKinsey Ali Potia, perpaduan belanja dalam jaringan dan fisik menjadi solusi bagi ritel. ”Pemain ritel besar dapat menguatkan omnichannel yang dimiliki. Pemain ritel skala kecil, seperti toko kelontong, mesti tergabung dalam ekosistem digital. Contohnya, membuat grup percakapan dengan pelanggan dari komunitas lokal dan melayani kebutuhan belanja mereka,” jelas Ali dalam konferensi pers pemaparan hasil survei, Senin (18/5/2020).
Partner and Co-Leader of Consumer Packaged Goods and Retail practices in Southeast Asia McKinsey Simon Wintels menambahkan, konsumen mempertimbangkan lebih banyak hal saat berbelanja. Hal yang dipertimbangkan, antara lain, tingkat kesegaran bahan, kesehatan, dan lokalitas.
konsumen mempertimbangkan lebih banyak hal saat berbelanja
Menurut Simon, masyarakat khawatir akan ketahanan pendapatan mereka selama pandemi. Survei itu menunjukkan, 54 persen responden sangat khawatir sumber pendapatan keluarga akan terkena dampak pandemi Covid-19.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, konsumsi masyarakat yang menopang perekonomian RI tumbuh 2,84 persen secara tahunan pada triwulan I-2020. Angka ini anjlok dari triwulan I-2019, yakni 5,02 persen secara tahunan.
Sementara, survei keyakinan konsumen yang dilakukan Bank Indonesia, April 2020, menunjukkan masyarakat masuk ke zona pesimistis. Hal itu tecermin dari indeks keyakinan konsumen yang turun dari 113,8 pada Maret 2020 menjadi 84,8 pada April 2020. Angka ini menunjukkan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi melemah.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Komite Ritel Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Tutum Rahanta menuturkan, dalam kondisi normal, 70 persen belanja masyarakat pada Ramadhan beralih ke produk sandang. Peralihan belanja ini meningkatkan penjualan produk sandang 2-3 kali lipat. Namun, kata Tutum, tren itu tidak terlihat selama Ramadhan di tengah pandemi Covid-19.
Sejumlah pelaku ritel berusaha memperkuat kanal penjualan digital sehingga konsumen dapat berbelanja secara daring. Namun, menurut Tutum, strategi ini hanya menjangkau masyarakat di kelompok sosial ekonomi berstatus A dan B yang sudah terbiasa berbelanja secara daring.
Kepala ekonom Bank BNI Kiryanto memperkirakan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) triwulan II-2020 akan lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I-2020 yang sebesar 2,97 persen secara tahunan. Oleh karena itu, konsumsi masyarakat mesti dijaga agar pertumbuhan PDB tidak semakin merosot.
”Dampak (penurunan konsumsi rumah tangga) merembet ke sektor keuangan dan perbankan,” katanya.
Pembayaran
Pola belanja masyarakat yang berubah ini diakomodasi penyedia sistem pembayaran.
Digital Banking Head PT BTPN Tbk Irwan S Tisnabudi mengatakan, transaksi pembayaran tagihan menggunakan Jenius—produk BTPN— meningkat selama Ramadhan di tengah pandemi Covid-19.
Survei ”Jenius Study : Indonesian Digital Savvy Behavior During Ramadhan 2020” yang dilakukan BTPN terhadap 486 pengguna Jenius pada April-Mei 2020 menunjukkan, kegiatan finansial yang paling sering dilakukan masyarakat selama Ramadhan kali ini adalah menabung (76 persen), berbelanja daring (71 persen), membayar tagihan (69 persen), membeli makanan dengan layanan pesan antar (55 persen), dan menambah saldo dompet elektronik (52 persen).
Presiden Direktur OVO Indonesia Karaniya Dharmasaputra menyampaikan, pada Ramadhan 2020, transaksi e-dagang tumbuh 110 persen secara tahunan. Sejak awal 2020, pengguna baru OVO melonjak 267 persen. ”Pertumbuhan ini terjadi seiring kebiasaan baru masyarakat dalam berbelanja secara daring dan mengadopsi metode pembayaran nontunai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama pembatasan sosial," ujarnya.