Kerumunan warga makin marak terjadi di tengah pembatasan sosial. Pemerintah akan memantau data dan fakta di lapangan sebelum memutuskan pelonggaran.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Selain penumpukan penumpang di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (14/5/2020) pagi, kerumunan warga masih terjadi di sejumlah area, khususnya di Jabodetabek. Situasi itu membuat sejumlah pihak pesimistis pandemi Covid-19 segera teratasi.
Pada Jumat (15/5), berbagai titik jalan raya masih padat kendaraan. Ada aktivitas warga yang menimbulkan kerumunan, seperti terpantau di Jalan Raya Condet dan Jalan Raya Kramatjati di Jakarta Timur; Jalan Raya Daan Mogot, Cengkareng, Jakarta Barat; serta di Jalan Ir H Juanda di Ciputat, Tangerang Selatan.
Selain jalanan ramai kendaraan, protokol tampak tak dipatuhi. Tidak sedikit warga berboncengan tanpa masker, sementara pengawasan di pos penjagaan longgar. Tak semua pengendara dicek. Mereka dibiarkan melintas meski berboncengan atau tanpa masker.
Penumpukan penumpang di Terminal 2 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Banten, menurut anggota Ombudsman RI Alvin Lie, menunjukkan lemahnya antisipasi dan koordinasi pihak terkait, antara lain otoritas serta pengelola bandara, penyedia layanan navigasi udara, dan maskapai penerbangan.
”Otoritas bandara, sebagai lini terdepan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, bertugas mengawasi, mengatur, dan mengoordinasi semua kegiatan di bandara atau sekelompok bandara,” ujarnya.
Pihak bandara seharusnya mengetahui jumlah penumpang yang datang. Maka, mereka bisa menyiapkan sistem antrean, petugas keamanan, dan petugas pemeriksaan.
Selama pandemi Covid-19, Kementerian Perhubungan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18/2020 mengatur jaga jarak fisik. Setiap pesawat hanya boleh diisi maksimum 50 persen dari kapasitas. Dengan ada pesawat yang terisi lebih dari batasan tersebut, menurut Alvin, hal itu menunjukkan lemahnya pengawasan.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto, menyatakan, pihaknya masih membahas hasil penyelidikan tim Kemenhub terkait penumpukan penumpang di Bandara Soekarno-Hatta.
Sementara itu, President Director PT Angkasa Pura II, Muhammad Awaluddin, melalui keterangan tertulis, menyatakan, pihaknya menata kembali sistem antrean dan pembatasan frekuensi penerbangan. Jumlah penumpang dipastikan maksimal 50 persen dari kapasitas kursi pesawat.
Setiap pesawat hanya boleh diisi maksimum 50 persen dari kapasitas.
Pemangku kepentingan bandara juga menyepakati pembatasan frekuensi penerbangan, yakni 5-7 penerbangan per jam, di Terminal 2. Hal ini dilakukan agar penerbangan tak menumpuk di jam-jam tertentu. Di tengah pandemi, ada sekitar 200 penerbangan tiap hari di Bandara Soekarno-Hatta.
Akademisi dan praktisi klinis dari Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, menilai kelonggaran terjadi belakangan ini karena implementasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak konsisten. Instruksi pembatasan kegiatan dilanggar di sejumlah sektor.
”Ada celah bagi warga untuk berkegiatan selama PSBB. Sebagian warga masih bekerja, beraktivitas dengan berbagai alasan, dan tak bisa melaksanakan PSBB secara optimal,” ujar Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.
Kajian epidemologi
Pemerintah menegaskan akan memantau data dan fakta di lapangan sebelum merelaksasi PSBB serta membolehkan masyarakat beraktivitas lagi. Presiden Joko Widodo, dalam pernyataannya, Jumat, menyatakan, “Kita harus sangat hati-hati. Jangan sampai keliru memutuskan. Tapi kita juga harus melihat kondisi masyarakat sekarang. Kondisi yang terkena PHK dan kondisi masyarakat yang menjadi tidak berpenghasilan lagi. Ini harus dilihat.”
Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, menindaklanjuti perintah Presiden untuk mengkaji sungguh-sunguh pelonggaran bertahap PSBB, saat ini pihaknya membuat kajian epidemiologi. Kajian melibatkan 75 ahli yang meneliti dan mengkaji banyak aspek, menyiapkan prakondisi menuju pelonggaran bertahap.
Beberapa aspek yang diteliti dan dikaji antara lain meliputi arah jumlah kasus baru, kepatuhan masyarakat menjalani penjarakan sosial dan fisik, serta pengalaman kepala daerah dalam manajemen krisis.
Pertambahan kasus baru menurut Doni, kepada Kompas, Jumat, menjadi perhatian utama untuk melihat arah penurunan kurva, apakah menurun terus lalu melandai. Seluruh penelitian dan kajian akan menentukan kapan pelonggaran bertahap dilakukan, di mana, sektor ekonomi apa yang boleh bergerak lagi, dan protokol keamanannya.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, jumlah kasus baru yang dilaporkan pada 15 Mei 2020 mencapai 490 kasus. Dengan tambahan itu, akumulasi kasus positif Covid-19 mencapai 16.496 kasus, tersebar di 383 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Sementara itu, jumlah kasus kematian yang tercatat bertambah 33 orang sehingga total menjadi 1.076 kasus. “Kasus positif dan terkonfirmasi Covid-19 masih meningkat. Kabupaten dan kota yang terdampak semakin melebar dan meluas. Artinya, masih ada penularan yang terjadi di masyarakat,” ujar Yurianto.
Ia mengatakan, tiap daerah harus kian mengoptimalkan upaya penurunan kasus baru dan kasus kematian akibat Covid-19. Hal ini berlaku baik bagi wilayah yang menerapkan PSBB maupun yang tidak.