Pengembang rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah mulai kesulitan kas. Mereka ingin mengajukan restrukturisasi kredit.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja pengembang hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah rentan terkena dampak pandemi Covid-19. Pukulan tak hanya dirasakan dari sisi transaksi dan akad kredit yang berkurang, tetapi juga dari sisi aliran uang kas perusahaan yang mulai tersendat.
Agar bisa bertahan, pengembang properti, terutama pengembang perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, berharap relaksasi kredit perbankan direalisasikan.
Sejauh ini, berdasarkan data yang dihimpun Real Estate Indonesia (REI), pengembang properti masih kesulitan mengajukan restrukturisasi kredit.
Ketua Bidang Properti Asosiasi Pengusaha Indonesia Sanny Iskandar mengungkapkan, pengembang properti, khususnya perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, rentan saat menghadapi pandemi Covid-19.
Hal senada disampaikan Ketua Umum REI Totok Lusida. Menurut Totok, rata-rata kredit yang diajukan pengembang properti untuk masyarakat berpenghasilan rendah ke bank tak sampai Rp 10 miliar. Sebagian pengembang properti untuk masyarakat berpenghasilan rendah memiliki skala usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dengan demikian, pengelolaan atau manajemen yang diterapkan pengembang properti untuk masyarakat berpenghasilan rendah berbeda dengan pengembang yang bermain di properti nonmasyarakat berpenghasilan rendah.
”Pengembang properti untuk masyarakat berpenghasilan rendah mesti selektif menentukan pengguna akhir rumah yang dibangun,” kata Totok dalam konferensi pers dalam jaringan berjudul Dampak Covid-19 terhadap Ketenagakerjaan Industri Properti serta Restrukturisasi Kredit Perbankan untuk Properti, Kamis (14/5/2020).
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan telah menyampaikan, perbankan dapat merestrukturisasi kredit nasabah, salah satunya pelaku UMKM. Restrukturisasi ini untuk menjaga kondisi perekonomian dan menjaga keberlangsungan usaha pelaku UMKM.
Berdasarkan data yang dirilis Bank Indonesia, kredit properti yang disalurkan bank per Maret 2020 sebesar Rp 1.024 triliun. Jumlah itu terdiri dari kredit pemilikan rumah dan kredit pemilikan apartemen Rp 507 triliun, kredit konstruksi Rp 351,4 triliun, serta Rp 166,4 triliun.
Totok menyebutkan, sejumlah pengembang kesulitan mengajukan restrukturisasi kredit. ”Kalau bisa, kami meminta penundaan pembayaran pokok dan bunga pinjaman sehingga pengembang bisa membayar karyawannya. Kami juga sudah mengirimkan surat kepada anggota REI untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja. Namun, kalau tak ada kepastian realisasi restrukturisasi tersebut, kami tidak tahu bisa bertahan sampai kapan,” tuturnya.
Selain kredit perbankan, Totok juga meminta agar pengembang mendapat relaksasi berupa penundaan pembayaran retribusi ke pemerintah daerah. Keringanan juga diharapkan bisa diberikan atas keterlambatan membayar Pajak Bumi dan Bangunan tanpa didenda.
Berbagai relaksasi di sektor properti itu diyakini dapat menjaga kondisi industri yang memengaruhi kondisi 30,34 juta tenaga kerja. Dari jumlah tersebut, 19,16 juta pekerja ada di sektor properti secara langsung, sedangkan 11,7 juta pekerja ada di sektor yang berkaitan dengan sektor properti.
Dampak berganda
Wakil Ketua Umum Bidang Properti Kamar Dagang dan Industri Indonesia Hendro Gondokusumo menyebutkan, ada 175 industri yang berkaitan dengan sektor properti, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibatnya, dampak berganda sektor properti terhadap sektor lain cukup signifikan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Indonesia Eddy Hussy menambahkan, mayoritas pengembang properti memanfaatkan bahan dari dalam negeri. Tingkat penggunaan bahan lokal untuk rumah murah bersubsidi dapat mencapai 100 persen. Sementara penggunaan bahan lokal di rumah komersial berkisar 90-100 persen dan di bangunan menengah ke atas dapat mencapai 90 persen.
Per akhir 2019, kontribusi sektor properti pada pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia sekitar 2,77 persen.
Eddy mengharapkan, kontribusi ini dapat meningkat menjadi 8 persen sehingga dapat memberikan dampak berganda lebih signifikan. (JUD)