Ekspor Benih Bakal Hambat Pengembangan Budidaya Lobster
Pemerintah memastikan akan mengatur mekanisme ekspor benih losbter. Namun, ekspor benih dinilai akan mematikan budidaya lobster dalam negeri.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski ketentuan ekspor benih lobster menuai pro dan kontra, pemerintah memastikan segera menerbitkan petunjuk teknis terkait ekspor benih. Eksportir benih, antara lain, wajib mengembangkan 70 persen benih bening lobster untuk budidaya dan 30 persen benih untuk ekspor.
Dibukanya keran ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia yang ditetapkan pada 4 Mei 2020.
Berdasarkan peraturan itu, pengeluaran benih bening lobster (Puerulus) dari wilayah RI mensyaratkan, antara lain, eksportir benih telah berhasil melaksanakan kegiatan pembudidayaan lobster di dalam negeri dengan melibatkan masyarakat atau pembudidaya setempat berdasarkan rekomendasi pemerintah. Selain itu, benih juga diperoleh dari nelayan kecil yang terdaftar.
Penetapan kuota dan lokasi penangkapan benih bening lobster sesuai dengan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan).
Direktur Perbenihan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Coco Kokarkin Soetrisno mengemukakan, pendapatan devisa dari ekspor benih benih menjadi salah satu dasar pertimbangan pemerintah untuk membuka ekspor benih lobster. Di sisi lain, pemerintah mendorong budidaya lobster berkembang di dalam negeri.
”Lahirlah aturan 70 persen (benih lobster) untuk tujuan budidaya dan 30 persen benih diekspor. Ekspor benih pun ada kuota yang akan diatur. Sejumlah 2 persen hasil budidaya lobster juga harus di-restocking (dikembalikan) ke alam,” katanya, dalam seminar virtual ”Permen Kelautan dan Perikanan No 12/2020-What Next?” yang diselenggarakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Kamis (14/5/2020).
Meski demikian, Coco menambahkan, perusahaan yang berminat dan mendaftar sebagai eksportir benih bening lobster masih ada yang salah menilai ketentuan itu. ”Perusahaan yang tergiur (ekspor) rupanya (ada yang) melihat terbalik, yakni 70 persen benih diekspor dan hanya 30 persen untuk peruntukan budidaya,” katanya.
Ia menambahkan, untuk mendorong budidaya lobster di Indonesia bisa berkembang dan menghasilkan produk lobster premium, penataan hulu-hilir wajib diterapkan. Di antaranya, penetapan wilayah penangkapan benih, lokasi budidaya, standar operasional pakan segar dan buatan, limbah, biosekuriti, sertifikasi, hingga kerja sama dengan negara tujuan ekspor.
Saat ini, hasil budididaya (pembesaran) lobster di Vietnam sekitar 3.000 ton per tahun. Hampir seluruh lobster itu dikirim ke China. Untuk bisa bersaing dengan Vietnam, Indonesia perlu bekerja sama dengan pasar akhir, yakni China, untuk menjual langsung produk lobster hasil budidaya.
Sulit bersaing
Tahun 2019, Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan merilis, penyelundupan benih lobster dari Indonesia ke luar negeri mencapai nilai Rp 300 miliar-Rp 900 miliar per tahun. Dana dipakai pengepul dalam negeri membeli benih tangkapan nelayan lokal. Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan KKP merilis, penyelundupan benih lobster terutama ke Vietnam. Benih selundupan itu dibesarkan sehingga memberi nilai tambah yang jauh lebih besar.
Pengajar Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Irzal Effendi, mengemukakan, budidaya pembesaran lobster telah berjalan di Tanah Air, tetapi masih jauh tertinggal dibandingkan Vietnam. Perlu pembenahan kinerja dan penerapan teknologi untuk bisa berdaya saing.
Dia mencontohkan padat tebar benih benih lobster di Vietnam yang cukup tinggi, yakni 93 ekor per meter persegi, sedangkan di Indonesia baru berkisar 7-24 ekor per meter persegi. Vietnam juga sanggup membeli benih bening lobster dengan harga tinggi, yakni 13 dollar AS per ekor. Sebaliknya, pembudidaya lokal membeli benih bening lobster dengan harga di bawah 1 dollar AS per ekor.
Pembudidaya lobster tidak sanggup membeli benih dengan harga tinggi karena kinerja produksinya masih rendah. ”Jika benih diekspor dengan iming-iming harga yang tinggi di Vietnam, bisa-bisa nanti benih keluar semua (dari Indonesia),” katanya.
Jika benih diekspor dengan iming-iming harga tinggi di Vietnam, bisa-bisa nanti benih keluar semua.
Pengajar Manajemen Sumber Daya Perairan, Yonvitner, menyayangkan kebijakan ekspor benih lobster. Kebijakan itu akan membuat budidaya lobster Indonesia tidak bisa berkembang dan berdaya saing. Secara ekonomi, potensi kebocoran juga akan terjadi.
Keuntungan dari kebijakan ekspor benih dinilai hanya akan dinikmati oleh eksportir dan menguntungkan negara lain. Sebaliknya, nelayan penangkap benih dan pembudidaya lobster akan tetap sulit sejahtera.
”Pengaturan persentase benih yang akan diekspor dan pengaturan harga benih hanya akan jadi lipstick saja. Pengawasan pasti mengendor,” kata Yonvitner.