Ada yang Tidak Bisa Ditawar di Pasar Tradisional...
Saat pandemi Covid-19, pedagang dan pembeli di pasar tradisional masih bisa melakukan tawar-menawar barang. Namun, ada yang tidak bisa ditawar, yaitu kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
Saat pandemi Covid-19, pedagang dan pembeli di pasar tradisional masih bisa melakukan tawar-menawar barang. Namun, ada yang tidak bisa ditawar, yaitu kepatuhan terhadap protokol kesehatan.
”Masukkan uangnya ke kantong plastik ini saja,” kata Margaretta (60) kepada pedagang sayur di pasar insidentil yang ada di Gunung Anyar, Surabaya, Kamis (7/5/2020). Seusai tawar-menawar, ibu rumah tangga itu segera membayar dengan uang kertas yang dibawa menggunakan kantong plastik.
Tidak hanya mengganti dompet dengan kantong plastik, sejak dua pekan terakhir, dia juga selalu mengenakan sarung tangan saat masuk ke pasar. Tak lupa cairan antiseptik digunakan untuk membersihkan kedua tangan sebelum dan sesudah mengenakan sarung tangan.
Masukkan uangnya ke kantong plastik ini saja. (Margaretta)
Warga Surabaya lainnya, Jacinta (35), seusai membeli sayur di tukang sayur keliling pun juga selalu membersihkan barang bawaan, termasuk sayur yang dibeli sebelum dimasak. Dia ingin memastikan tidak ada virus yang menempel di sayur ataupun barang bawaannya ketika berbelanja. ”Meskipun tidak seramai di pasar tradisional, saya selalu jaga jarak dan pakai masker saat transaksi,” ucapnya.
Sejak Covid-19 merebak, protokol kesehatan dipegang erat oleh sejumlah warga, terutama ibu-ibu rumah tangga saat membeli sayur di pasar tradisional. Beberapa aturan, mulai dari penggunaan masker, sarung tangan, hingga jaga jarak selalu dilaksanakan. Bahkan, uang dari pedagang pun tak luput jadi perhatian karena berpotensi menjadi media penyebar virus.
Antisipasi para pembeli ini wajar, mengingat sudah ada lima pasar tradisional yang ditutup akibat ada pedagang yang positif Covid-19. Sesuai dengan protokol kesehatan, pasar itu ditutup selama dua minggu untuk mencegah penularan meluas. Sejumlah pedagang pun harus mengikuti tes cepat Covid-19.
Kepala Bagian Administrasi Perekonomian dan Usaha Daerah Kota Surabaya Agus Hebi Djuniantoro mengatakan, agar penularan kasus di pasar tradisional tidak berulang, pihaknya memperketat pengawasan protokol kesehatan di pasar tradisional.
Jarak minimal 1 meter
Setiap pedagang dan pembeli di pasar wajib menggunakan masker dan mencuci tangan. Jarak antarpedagang di kios pun minimal 1 meter dan harus menjaga jarak saat melayani pembeli. Setiap pedagang juga wajib menggunakan sarung tangan.
”Kami terus mengingatkan agar uang yang digunakan untuk bertransaksi selalu dibersihkan dengan cairan disinfektan karena berpotensi menjadi media pembawa virus,” tutur Hebi.
Sejak sebulan lalu, ada lima pasar tradisional dan dua pusat grosir di Surabaya ditutup setelah ditemukan pedagang di pasar itu positif Covid-19. Dua pusat grosir di Surabaya, Pasar Kapasan dan Pusat Grosir Surabaya (PGS), ditutup secara beriringan pada 4 April dan 5 April 2020. Di Pasar Kapasan ditemukan 1 kasus positif dan di PGS ada 4 kasus positif.
Kasus di pusat perbelanjaan ternyata meluas hingga ke pasar tradisional meski pembatasan jarak sudah dilaksanakan. Terkini, dua pasar tradisional, yakni Pasar Simo dan Pasar Simo Gunung, ditutup selama 14 hari setelah dua pedagang meninggal akibat Covid-19. Dari hasil tes cepat kepada 40 pedagang lain di kawasan itu, ada yang hasilnya reaktif, artinya sudah terjadi penularan dari pasien tersebut.
Pasar tradisional lain yang ditutup akibat ada kasus positif Covid-19 yakni Pasar PPI di Jalan Gresik (26 kasus positif) ditutup pada 15 April 2020, Pasar Kupang Gunung (2 kasus positif) ditutup sejak 3 Mei 2020, dan Pasar Jojoran (1 kasus positif) ditutup 5 Mei 2020.
Tidak hanya di Surabaya, kasus positif Covid-19 juga terjadi di pasar di Sidoarjo, Padang, dan Solo. Di Sidoarjo, kasus positif terjadi pada pedagang di Pasar Krian dan Pasar Larangan. Sedangkan di Padang, kluster Pasar Padang telah menular hingga rantai penularan keempat ke 36 orang lainnya. Sedangkan di Solo, kasus terjadi pada salah satu pedagang di Pasar Klewer.
Selain itu, dari hasil tes cepat juga ditemukan sejumlah kasus positif di pasar tradisional lain, seperti di Bojonegoro dan Pontianak. Sementara itu, di supermarket di Yogyakarta, 27 pegawai toko grosir menunjukkan hasil reaktif ketika menjalani tes cepat.
Potensi penularan
Dosen Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Atik Choirul Hidajah, mengatakan, potensi penularan di pasar tradisional cukup tinggi. Namun, pasar tidak bisa ditutup karena sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.
Oleh sebab itu, pengelola harus memastikan semua pedagang dan pembeli melaksanakan protokol kesehatan dengan baik. ”Protokol kesehatan di pasar tradisional tidak bisa ditawar,” ujarnya.
Selain mematuhi protokol, akan lebih baik jika pembeli di pasar bisa dibatasi dalam satu waktu. Sebaiknya ada pembatasan jumlah pembeli agar pembatasan jarak tetap bisa dilakukan. Kebijakan pengurangan jam operasional mesti ditinjau ulang karena berpotensi membuat kerumunan pembeli dalam satu waktu bersamaan.
Penanganan Covid-19 di pasar tradisional memang cukup kompleks. Selain faktor kesehatan, ada ribuan warga yang menggantungkan hidup dari aktivitas jual-beli di pasar. Kebutuhan makan dan minum tak bisa berhenti sehingga pelaksanaan protokol tak bisa ditawar.