Sopir Bus, Takut Covid-19 atau Takut Lapar
Bekerja dengan membawa kekhawatiran dirasakan sejumlah sopir bus kota di Jakarta. Keputusan untuk tetap mengemudikan bus berada di antara dua kemungkinan buruk: potensi tertular Covid-19 dan minimnya pemasukan.

Pengemudi bus Transjakarta mengenakan masker saat pelaksanaan pengawasan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) guna memutus mata rantai penularan Covid-19, Sabtu (11/4/2020).
Keresahan pramudi bus Transjakarta itu ada. Di tengah keharusan menjalankan tugas untuk menyambung hidup, para pengemudi juga merasa khawatir akan ancaman tertular virus korona baru penyebab Covid-19.
Kepala Cabang Damri Transjakarta, Nardi, mengatakan, pramudi menghadapi dilema antara khawatir terkena virus korona baru dan tuntutan untuk mencari nafkah. Apalagi, penumpang bus berasal dari berbagai karakter, termasuk ada yang kurang peduli terhadap kesehatan bersama.
”Mereka (pengemudi) sebenarnya takut, tetapi di sisi lain tugas dan juga kebutuhan. Jadi istilahnya gabungan pengorbanan, pelayanan, kebutuhan,” kata Nardi, Selasa (12/5/2020).
Baca juga: Laju Roda Melamban, Napas Sopir Pun Kian Sesak
Sejauh ini, menurut Nardi, belum ada pengemudi bus Damri di Transjakarta yang dinyatakan positif Covid-19. Perusahaan berusaha disiplin menjaga kesehatan kru dengan menjalankan protokol kesehatan.
”Kami berupaya menjaga kesehatan para pramudi dengan menjaga kebersihan di ruang kemudi bus. Kami ingatkan pengemudi agar tidak keluar ruang kemudi bila tidak benar-benar terpaksa. Ada juga disinfektan yang disiapkan sehingga pramudi bisa menyemprotkannya bila dibutuhkan selama bertugas,” ujarnya.
Pengemudi juga diwajibkan memakai masker. Sebelum bertugas, suhu tubuh pengemudi juga diukur. Selain disinfektan, operator juga menyediakan cairan pembersih tangan di bus.
Pramudi menghadapi dilema antara khawatir terkena virus korona baru dan tuntutan untuk mencari nafkah.
Tak punya ruang istirahat
Manajer Operasional PT Mayasari Bakti Daryono mengatakan, bus Mayasari Bakti yang digunakan untuk Transjakarta relatif lebih membuat pengemudi aman karena ada sekat pemisah ruang pengemudi dengan penumpang. Ini berbeda dengan bus reguler yang menggabungkan ruang pengemudi dengan penumpang.
”Persoalannya, walaupun di bus relatif aman, sampai sekarang di terminal bus itu tidak ada ruang khusus untuk pengemudi. Para sopir ini bergabung saja dengan orang-orang lain,” ujarnya.

Foto udara Terminal Blok M, Jakarta Selatan, yang lengang karena adanya pembatasan operasi angkutan umum terkait pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang telah memasuki hari keenam, Rabu (15/4/2020).
Sesuai standar pelayanan penyelenggaraan terminal penumpang yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 40 Tahun 2015, tempat istirahat awak kendaraan harus tersedia di terminal.
Ruang khusus di terminal, kata Daryono, membuat pengemudi lebih mudah menjaga kesehatan karena memiliki area khusus yang terpisah dari orang lain.
Saat ini, pihaknya berupaya menjaga kesehatan dengan berbagai upaya seperti membersihkan bus saban hari dan memantau suhu tubuh pengemudi sebelum bertugas. Sejauh ini, kata Daryono, belum ada laporan pengemudi Mayasari Bakti yang terkena Covid-19.
Baca juga: Menimbang Penghentian Kereta Komuter di Tengah Pandemi Covid-19
Kepala Divisi Sekretaris Korporasi dan Humas PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) Nadia Diposanjoyo mengatakan, tidak ada sopir atau kru Transjakarta yang positif Covid-19.
Sejumlah langkah pencegahan dilakukan perusahaannya, antara lain dengan memberikan vitamin untuk pramudi setiap hari, sterilisasi bus 3 kali sehari, mengintensifkan klinik keliling milik Transjakarta untuk petugas, dan memeriksa suhu tubuh sebelum petugas mulai bekerja.
Pramudi juga diberi alat pelindung tubuh berupa masker, sarung tangan, dan cairan pembersih tangan. Pramudi dan penumpang juga diberi batasan jarak. Di metrobus atau bus berwarna oranye yang berlantai rendah, ada tali pemisah ruang pramudi dan penumpang.

Petugas medis yang bekerja di RSUD rujukan pasien Covid-19 duduk dengan jarak yang aman di dalam bus Transjakarta reguler yang mengantar jemput dari penginapan Hotel Grand Cempaka, Cempaka Putih, Jakarta Pusat menuju RS tempat mereka bekerja, Minggu (19/4/2020).
Transjakarta juga membatasi rute dan waktu layanan guna menekan tingkat penularan. Dari 230 rute harian yang beroperasi, selama pandemi hanya terdapat 24 rute umum. Selain itu, operator menjalankan 24 rute layanan fasilitas kesehatan yang beroperasi hanya pada jam sif para petugas fasilitas kesehatan dan tidak melayani penumpang umum. Jam operasional juga berkurang dari 24 jam menjadi 06.00-18.00 untuk umum dan 06.00-23.00 untuk petugas kesehatan.
Berkurangnya rute dan waktu layanan ini juga berimbas pada berkurangnya jumlah bus yang beroperasi.
”Kami juga menyelenggarakan rapid test Covid-19 dan menerapkan protokol mengukur suhu badan. Artinya, apabila terdapat petugas yang meningkat suhu tubuhnya, petugas itu diwajibkan melakukan karantina mandiri hingga 14 hari kerja. Dalam masa karantina tersebut, tim human resource dan tim K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) memantau perkembangan kesehatan petugas setiap hari, dan membantu memberikan pasokan kesehatan yang memadai,” kata Nadia.
Hingga Selasa (12/5), menurut Nadia, tidak ada pramudi Transjakarta yang dikarantina. ”Kru lapangan ada yang dikarantina, tetapi itu karena ada salah satu anggota keluarganya yang dikarantina sehingga yang bersangkutan harus ikut karantina.”

Dua bus Transjakarta saling berpapasan di dekat Halte Bundaran Senayan, Jakarta, Jumat (10/4/2020) siang. Operasional Transjakarta dalam pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sampai 23 April dibatasi hanya dari pukul 06.00 sampai 18.00.
Kekhawatiran akan kesehatan para pengemudi angkutan umum juga dirasakan pengemudi di luar negeri. Lorraine (62), pengemudi bus di London selatan, mengaku khawatir terjangkit Covid-19 mengingat pekerjaannya saat ini. Seperti dilansir BBC News, Lorraine mengunggah video yang berisi desakan agar pemerintah dan operator bus memperhatikan kesehatan para pengemudi bus.
Di London, badan Transport for London (TfL) merilis ada 37 pekerja sektor transportasi di kota itu yang meninggal akibat Covid-19. Dari jumlah itu, 28 orang di antaranya adalah sopir bus.
Adapun Wali Kota London Sadiq Khan, seperti dikutip BBC News, mengatakan bahwa semua sudah disiapkan untuk menjaga agar para pekerja tetap aman.
Pendapatan pramudi
Di sisi lain, sejumlah pengemudi juga menghadapi persoalan ekonomi lantaran jumlah penumpang merosot serta adanya pembatasan jumlah penumpang yang boleh diangkut.
Daryono mengatakan, pengemudi—terutama bus reguler nontransjakarta—menghadapi situasi yang sulit. ”Barangkali mereka tidak takut pandemi Covid-19, tetapi takut lapar,” ujarnya.

Sopir bus Transjakarta memakai masker di Terminal Pulo Gadung, Jakarta Timur, Senin (6/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada 3 April 2020 menerbitkan Seruan Gubernur yang isinya warga diwajibkan memakai masker apabila terpaksa keluar rumah untuk pencegahan penularan Covid-19.
Pengemudi yang membawa bus di luar sistem Transjakarta, kata Daryono, mendapatkan pendapatan sesuai dengan jumlah penumpang. Dengan jumlah penumpang yang merosot drastis, jumlah bus yang beroperasi di bawah 10 persen dari total armada Mayasari Bakti. Itu pun jumlah penumpangnya amat sedikit sehingga tidak bisa menutup biaya operasional.
”Kalau sebelum pandemi, 3 rit satu bus bisa mengangkut 250 orang. Setelah korona, rata-rata 3 rit hanya bawa 50 orang,” kata Daryono.
Kondisi ini memaksa sebagian sopir tidak bisa bekerja sementara waktu. Beberapa di antara mereka tertolong dengan bantuan pemerintah. Akan tetapi, masih ada sopir yang tidak tersentuh bantuan karena memiliki proses administrasi yang kurang bagus.
Bus yang masuk sistem Transjakarta juga hanya 50 persen yang beroperasi. Dari 279 bus Mayasari Bakti yang beroperasi di rute Transjakarta, kini rata-rata 130-150 bus saja yang dipakai saban hari. Itu pun dengan waktu operasional yang lebih pendek. Akibatnya, pendapatan operator dari rupiah/kilometer operasional bus juga merosot.

Untuk mengurai kepadatan penumpang, Transjakarta menyiapkan armada bus lebih banyak seperti di Halte Harmoni, Senin (16/3/2020).
Adapun gaji pramudi tetap harus dibayarkan. Setiap bulan, pramudi menerima gaji pokok sebesar upah minimum provinsi (UMP). Gaji pokok ini ditambah dengan kilometer tempuh yang dilayani sopir itu. Dengan pengurangan operasional bus Transjakarta, berkurang pula tambahan pendapatan para pramudi. Sementara, pemasukan operator dari operasi bus juga berkurang.
Sistem penggajian pramudi Transjakarta di Damri juga serupa dengan Mayasari Bakti. Nardi mengatakan, semakin banyak pramudi berdinas dan kilometer tempuh yang dihasilkan juga banyak, kian tinggi pendapatan yang dibawa pulang pramudi.
Barangkali mereka tidak takut pandemi Covid-19, tetapi takut lapar.
Adapun dari 25 bus Transjakarta yang dikelola Damri, sekitar 20 bus saja yang beroperasi di masa pandemi ini. Pada akhir pekan, jumlah itu kian berkurang. Jumlah bus yang beroperasi diatur oleh Transjakarta.
Nadia Diposanjoyo menambahkan, pihaknya telah melakukan kesepakatan kahar dengan operator mitra di masa pandemi Covid-19 ini. ”Kesepakatan tersebut sudah dapat diterima oleh semua pihak,” katanya.
Terkait penggajian pramudi, ada talangan penggajian pramudi, tetapi eksekusinya diserahkan ke setiap operator.
Adapun pramudi mikrotrans Jaklingko tetap dibayarkan. Mikrotrans merupakan angkutan kecil, seperti Mikrolet, yang sudah tergabung dengan Transjakarta.

Ilustrasi: Penumpang menempelkan kartu JakLingko pada alat pembaca kartu JakLingko saat menaiki angkot JakLingko dari Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020).
Potensi penumpang
Bambang Susantono, Vice President Bank Pembangunan Asia (ADB), dalam diskusi daring yang digelar Institut Studi Transportasi (Instran) dan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) wilayah DKI Jakarta, membenarkan bahwa sektor angkutan umum mengalami tekanan berat saat ini.
”Akan terjadi distrust di lingkungan angkutan umum. Orang curiga, jangan-jangan yang duduk di sebelah saya kena Covid. Curiga juga kalau ada orang batuk. Khawatir kalau kondisi tempat duduk enggak steril,” kata Bambang, Minggu.
Kecurigaan itu membuat banyak orang memilih memakai kendaraan pribadi, setidaknya untuk sementara waktu.

Penumpang bus Transjakarta, Kamis (9/4/2020). Pemberlakukan status pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di wilayah DKI Jakarta di antaranya mengatur pembatasan moda transportasi massal yang hanya mengangkut separuh dari kapasitas maksimal dengan jam operasional yang dibatasi mulai pukul 06.00 hingga 18.00.
Di sisi lain, permintaan akan angkutan umum tidak habis. Bambang mengatakan, krisis ekonomi selama penanganan Covid-19 saat ini berpotensi memunculkan banyak orang miskin baru karena terkait dengan menurunnya daya beli. Mereka ini tidak ada alternatif lain selain memakai angkutan umum. Juga mereka yang bekerja di sektor informal juga masih banyak yang memakai angkutan umum. Karena itu, permintaan akan angkutan umum mungkin akan naik. Subsidi angkutan umum idealnya tetap dipertahankan untuk menjaga agar tarif angkutan umum tetap terjangkau.
”Subsidi angkutan umum atau tidak itu masalah prioritas. Apakah angkutan umum ini prioritas di kacamata pengambil kebijakan. Bagaimana membuat angkutan umum ini menjadi prioritas untuk memfasilitasi hak orang hidup,” kata Bambang.
Subsidi angkutan umum, kata Bambang, umumnya berupa uang tunai. Akan tetapi, di masa sulit seperti saat ini, subsidi bisa diberikan dengan beberapa cara semisal pembebasan pajak suku cadang angkutan umum, pembebasan biaya terkait surat tanda nomor kendaraan bermotor (STNK) angkutan umum, pembebasan biaya kir, atau pembebasan biaya terminal. Semua pembebasan bisa dilakukan sementara waktu.
Subsidi angkutan umum atau tidak itu masalah prioritas. Apakah angkutan umum ini prioritas di kacamata pengambil kebijakan. Bagaimana membuat angkutan umum ini menjadi prioritas untuk memfasilitasi hak orang hidup.
Situasi sulit ini memaksa semua pihak bergerak di antara pilihan-pilihan yang tidak mudah: pengemudi yang mengambil risiko kesehatan atas pekerjaannya, pengusaha angkutan umum yang tertekan, serta pengambil kebijakan yang perlu memperhatikan kebutuhan subsidi transportasi bagi warganya.