Pandemi Covid-19 turut berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Pandemi menyebabkan harga batubara turun. Beruntung, pelemahan harga minyak mentah menjadi faktor penghematan biaya operasi.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Ekskavator memindahkan batubara ke truk berat di lokasi tambang Tutupan PT Adaro Indonesia di perbatasan Kabupaten Tabalong dan Balangan, Kalimantan Selatan, Rabu (19/5/2010).
JAKARTA, KOMPAS — Bisnis tambang batubara Adaro kian menantang di tengah pandemi Covid-19 dan penurunan harga batubara dua bulan terakhir. Pelemahan harga minyak mentah menjadi penolong bagi operasi perusahaan. Kendati ada pandemi, perusahaan belum berencana merevisi proyeksi kinerjanya di tahun ini.
”Penjualan dan produksi batubara pada triwulan I-2020 masih bagus, masih sesuai dengan panduan perusahaan. Namun, ke depan bisnis batubara bakal semakin menantang,” ujar Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir dalam konferensi pers dalam jaringan, Selasa (12/5/2020). Sebagai catatan, Adaro belum mengeluarkan keterangan resmi terkait kinerja perusahaan sepanjang triwulan I-2020.
Hal yang disebut menantang di masa mendatang, lanjut Garibaldi, adalah harga batubara yang naik turun dalam beberapa bulan terakhir. Untuk produksi batubara belum ada rencana perubahan. Tahun ini, panduan produksi batubara Adaro mencapai 54-58 juta ton.
Sepanjang permintaan batubara masih ada, semua akan berjalan normal.
”Harga tak bisa diprediksi. Kerap naik turun. Namun, hal ini sudah biasa dalam bisnis batubara dan kami sudah mengalaminya berkali-kali. Sepanjang permintaan batubara masih ada, semua akan berjalan normal,” kata Garibaldi.
KOMPAS/ARIS PRASETYO
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir (tengah) sedang berbincang dengan jajaran direksi Coaltrade Services International Pte Ltd, anak usaha Adaro di bidang jasa perdagangan batubara, Neil Little (kanan) dan Pepen HD (kiri), Sabtu (28/4/2018), di Singapura.
Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan, harga batubara acuan untuk Mei 2020 sebesar 61,11 dollar AS per ton atau lebih rendah dibanding April 2020 yang sebesar 65,77 dollar AS per ton. Harga rata-rata batubara pada 2019 adalah 77,9 dollar AS per ton. Penurunan harga disebabkan berkurangnya permintaan batubara, khususnya dari India dan China, lantaran pandemi Covid-19.
Kendati ada penurunan harga, operasi Adaro, menurut Garibaldi, terbantu oleh pelemahan harga minyak mentah dunia. Sebanyak 30 persen dari biaya operasional Adaro adalah belanja bahan bakar minyak. Adapun sekitar 90 persen penjualan batubara Adaro untuk memasok kebutuhan bahan bakar pembangkit listrik.
Chief Financial Officer Adaro Luckman Lie menambahkan, salah satu kunci bisnis batubara bisa bertahan di situasi sekarang ini adalah dengan menerapkan efisiensi secara ketat dan terukur. Selain itu, pasar penjualan batubara Adaro yang beragam di banyak negara juga dapat membantu mempertahankan kinerja perusahaan. India dan China adalah dua negara tujuan utama penjualan batubara Adaro yang masing-masing punya porsi 12 persen dan 15 persen dari total penjualan.
”Sebanyak 90 persen batubara yang kami jual untuk kebutuhan bahan bakar pembangkit. Di situasi seperti sekarang ini, operasi pembangkit listrik tetap berjalan sehingga permintaan batubara masih ada,” ucap Luckman.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Truk berat mengangkut batubara di Blok Tutupan yang ditambang PT Adaro Indonesia di perbatasan Kabupaten Tabalong dan Balangan, Kalimantan Selatan, Rabu (19/5/2010).
Asia Tenggara adalah tujuan utama penjualan batubara Adaro. Sepanjang 2019, pasar di Asia Tenggara berkontribusi sebesar 42 persen dalam penjualan batubara perusahaan. Urutan berikutnya adalah Asia Timur Jauh, tak termasuk China, sebesar 29 persen; India 15 persen; China 12 persen; dan sejumlah negara Eropa, Selandia Baru, atau Pakistan sebesar 2 persen.
Pemerintah menargetkan produksi batubara tahun ini sebanyak 550 juta ton atau lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang sebanyak 610 juta ton.
Hal yang sama dialami PT Bukit Asam Tbk yang mengaku kinerja perusahaan belum terdampak pandemi Covid-19 untuk triwulan I-2020. Bukit Asam mencatatkan laba bersih Rp 903,2 miliar pada periode tersebut. Perusahaan juga belum berencana merevisi target kinerja di 2020.
”Sepanjang triwulan I-2020, pendapatan usaha perusahaan mencapai Rp 5,1 triliun yang terdiri dari penjualan batubara domestik Rp 3,3 triliun dan ekspor batubara Rp 1,8 triliun, ditambah pendapatan lainnya sebesar Rp 87,2 miliar. Di tengah pelemahan harga batubara, perusahaan masih mampu membukukan laba bersih hampir Rp 1 triliun,” ujar Direktur Utama Bukit Asam Arviyan Arifin beberapa waktu lalu dalam konferensi pers daring.
Pemerintah menargetkan produksi batubara tahun ini sebanyak 550 juta ton atau lebih rendah dari realisasi tahun lalu yang sebanyak 610 juta ton. Dari total produksi tahun ini, sebanyak 155 juta ton dipasok untuk kebutuhan dalam negeri. Hingga 12 Mei 2020, produksi batubara sudah mencapai 200,52 juta ton.