Arus modal asing ke luar pasar keuangan Indonesia encapai Rp 145,28 triliun hanya dalam tiga bulan, yaitu Januari-Maret 2020.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Stabilitas sistem keuangan Indonesia pada Januari-Maret 2020 mengalami gejolak bahkan mendekati kepanikan. Arus modal keluar dari pasar keuangan domestik mencapai dua hingga empat kali lipat dibandingkan dengan krisis keuangan 2008 dan taper tantrum 2013.
Namun, kondisi pasar keuangan relatif lebih stabil sejak memasuki April 2020. Tekanan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah, dan imbal hasil obligasi selama triwulan I-2020 mulai mereda.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, stabilitas sistem keuangan Indonesia dalam kondisi kegentingan yang memaksa akibat merebaknya Covid-19 pada Januari-Maret 2020. Indeks volatilitas menunjukkan tingkat kecemasan investor di pasar saham pada level tertinggi sepanjang sejarah.
Indeks kepercayaan konsumen dan bisnis global juga menurun lebih tajam dibandingkan dengan krisis keuangan 2008. Akibatnya, arus modal asing dalam jumlah besar dan masif keluar dari negara berkembang termasuk Indonesia. Investor mencari aset yang dianggap lebih aman dalam bentuk uang tunai dollar AS.
”Dalam periode tiga bulan saja pada Januari-Maret, arus modal keluar dari pasar keuangan Indonesia mencapai Rp 145,28 triliun. Arus modal keluar itu lebih besar dibandingkan dengan krisis keuangan 2008 dan taper tantrum 2013,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan di Jakarta, Senin (11/5/2020).
Pergerakan arus modal keluar saat krisis keuangan 2008 mencapai Rp 69,9 triliun, sementara ketika taper tantrum 2013 sekitar Rp 36 triliun. Dengan demikian, arus modal keluar dari pasar keuangan domestik ketika masa awal pandemi Covid-19 sebesar dua hingga empat kalinya.
Arus modal asing ke luar pasar keuangan Indonesia yang besar dan masif itu menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terdepresiasi cukup dalam. Perlemahan rupiah mulai terjadi pada pekan kedua Maret 2020, yang berlanjut hingga menyentuh level terendah pada 23 Maret 2020 sebesar Rp 16.575 per dollar AS. Nilai tukar rupiah melemah 15,8 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Sri Mulyani mengatakan, berbagai bauran kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan dieksekusi untuk merespons kondisi dinamis pada Januari-Maret lalu. Stabilitas sistem keuangan domestik berkorasi erat dengan efektivitas penanganan Covid-19. Sejauh ini belum bisa diprediksi Covid-19 akan berakhir dan ekonomi kembali normal.
”Dampak Covid-19 terhadap perlambatan ekonomi dan kedalaman kontraksi ekonomi di seluruh dunia belum bisa diestimasi secara akurat karena tergantung penyebarannya,” kata Sri Mulyani.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso menuturkan, stabilitas sektor jasa keuangan hingga April terjaga kendati ada tendensi perlemahan sektor riil dan potensi tunggakan pembayaran bunga dan pokok. Beberapa indikator intermediasi sektor jasa keuangan masih membukukan kinerja positif dan profil risiko tetap terkendali.
Memasuki bulan April, volatilitas global mulai menurun dibarengi dengan kebijakan penanganan Covid-19 yang mulai efektif. Hal itu memberikan sentimen positif sehingga kondisi pasar domestik mengalami perbaikan dan gejolak pasar finansial mulai mereda. ”Tekanan terhadap IHSG, nilai tukar rupiah, dan imbal hasil obligasi mulai mereda pada April 2020,” kata Wimboh.
Suku bunga
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menambahkan, ruang penurunan suku bunga acuan (BI 7-Days Repo Rate) masih terbuka kendati ketidakpastian di pasar keuangan mulai stabil. Saat ini suku bunga acuan dipertahankan 4,5 persen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam jangka pendek, serta membantu pemulihan ekonomi nasional.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah tercatat Rp 14.936 per dollar AS.
”Kami meyakini kurs rupiah masih undervalued dan ke depan akan bergerak stabil bahkan cenderung menguat,” kata Perry.
Proyeksi BI terbaru, pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 sebesar 0,4 persen, triwulan III-2020 sebesar 1,2 persen, dan triwulan IV-2020 sebesar 3,1 persen. Proyeksi pertumbuhan ekonomi dihitung berdasarkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global minus 2 persen serta puncak dampak Covid-19.
Perry menambahkan, BI melakukan injeksi likuiditas untuk memperkuat perekonomian nasional melalui pasar uang dan perbankan. Injeksi likuiditas yang sudah disuntikkan BI hingga Mei 2020 sebesar Rp 503,8 triliun yang dilakukan dengan membeli surat berharga negara dari pasar sekunder, penyediaan likuiditas perbankan, dan penurunan giro wajib minimum.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah menyampaikan, suku bunga penjaminan diperkirakan akan terus menurun merespons kondisi dana pihak ketika, likuiditas perbankan, dan tren penurunan suku bunga acuan BI. LPS telah menurunkan suku bunga penjaminan 50 bps sepanjang 2020 menjadi 5,75 persen.