Pemerintah melanjutkan kebijakan realokasi anggaran untuk menangani pandemi Covid-19 dan dampaknya yang butuh dana besar. Anggaran kementerian/Lembaga dipangkas lagi.
Oleh
karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Keuangan kembali memangkas anggaran kementerian/lembaga merespons besarnya biaya penanganan Covid-19 dan risiko penurunan pendapatan negara. Selain belanja modal, belanja barang, dan belanja pegawai, beberapa belanja untuk program strategis nasional juga ditunda.
Sejauh ini penghematan belanja kementerian/lembaga yang sudah dilakukan sebesar Rp 95,7 triliun, antara lain dari pemotongan anggaran perjalanan dinas, belanja barang dan belanja modal. Proyeksi belanja kementerian/lembaga dalam APBN 2020 sebesar Rp 836,5 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, belanja kementerian/lembaga saat ini dipantau cukup disiplin dan ketat. Penghematan lanjutan atas belanja kementerian/lembaga masih bisa dilakukan, terutama yang bersumber dari belanja modal, belanja barang, dan belanja pegawai.
”Belanja yang tidak ada kaitannya dengan Covid-19 harus ditunda, dananya akan dikunci. Belanja program strategis nasional juga akan ditunda,” kata Sri Mulyani dalam telekonferensi pers di Jakarta, akhir pekan lalu.
Belanja yang tidak ada kaitannya dengan Covid-19 harus ditunda, dananya akan dikunci. Belanja program strategis nasional juga akan ditunda.
Salah satu program strategis nasional yang ditunda adalah anggaran persiapan infrastruktur untuk ibu kota baru. Belanja infrastruktur akan dialihkan untuk meningkatkan kapasitas rumah sakit terkait penanganan Covid-19, antara lain rumah sakit khusus Covid-19 di Pulau Galang Kepulauan Riau.
Menurut Sri Mulyani, kementerian/lembaga telah diminta mendesain ulang alokasi belanja modalnya. Saat ini realisasi pemangkasan belanja modal sekitar Rp 52 triliun dari Rp 209 triliun menjadi 157 triliun. Belanja modal tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun 2019 sebesar Rp 180 triliun dan tahun 2018 sebesar 184 triliun.
Adapun realisasi pemangkasan belanja barang sekitar Rp 47 triliun dari Rp 337 triliun menjadi Rp 290 triliun. Belanja barang tahun ini jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2019 dan 2018 yang masing-masing Rp 330 triliun dan Rp 340. Pemangkasan belanja, terutama perjalanan dinas, biaya rapat, dan belanja nonoperasional.
Pemangkasan belanja terutama perjalanan dinas, biaya rapat, dan belanja nonoperasional.
Terkait belanja pegawai, lanjut Sri Mulyani, pemangkasan anggaran dilakukan dengan menunda kenaikan tunjangan kinerja dan pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS). Kemenkeu juga tidak membayarkan tunjangan hari raya (THR) untuk pejabat negara, pejabat daerah, atau pegawai setingkat eselon II ke atas.
”Ada beberapa belanja yang dikecualikan dari pemotongan, yaitu belanja kesehatan dan belanja bantuan sosial (bansos),” katanya.
Dia mencontohkan, beberapa anggaran yang dikecualikan dari pemotongan untuk penanganan kasus tengkes (stunting), kematian ibu dan bayi, serta pemberantasan penyakit menular, seperti TBC, HIV/AIDS, dan demam berdarah. Kendati anggaran tidak dipotong, tetapi penyaluran diimbau tetap efektif dan efisien.
Selain itu, Kemenkeu juga memangkas anggaran transfer ke daerah sebesar Rp 94,22 triliun menjadi Rp 762,72 triliun. Beberapa anggaran yang tidak terkait penanganan Covid-19 mesti dipangkas mengingat pendapatan negara dari perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diproyeksikan menurun tajam hingga 10 persen.
Secara keseluruhan proyeksi belanja negara dalam APBN 2020 sebesar Rp 2.613,8 triliun, sementara pendapatan negara Rp 1.760,9 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran diproyeksikan mencapai Rp Rp 852,9 triliun atau 5,07 persen produk domestik bruto.
Bantuan sosial
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Akhmad Akbar Susamto berpendapat, pengematan dan penajaman belanja negara sebaiknya diarahkan untuk peningkatan bansos. Misalnya, belanja modal dapat dialihkan ke transfer ke daerah menjadi anggaran bansos.
”Pembagian beban antara pemerintah pusat dan daerah perlu dilakukan untuk penanganan Covid-19,” ujarnya.
Menurut Akhmad, penghematan belanja masih bisa dilakukan pada pos-pos belanja yang saat ini belum mendesak, seperti program pemulihan nasional senilai Rp 150 triliun dan program pelatihan kartu prakerja senilai Rp 5,63 triliun. Penghematan belanja di pos-pos itu dapat dialihkan ke bansos terlebih dahulu.
Di sisi lain, pemerintah juga dapat mengurangi beban biaya yang ditanggung penduduk miskin dan rentan miskin. Upaya itu seperti menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM), memperluas cakupan penerima diskon tarif listrik 900 VA, menurunkan harga elpiji 3 kilogram, serta memberikan diskon atau menggratiskan tarif air khususnya di daerah yang menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menambahkan, bantuan sosial bagi 40 persen penduduk mesti diperbesar dan diperluas untuk menjangkau korban pemutusan hubungan kerja atau dirumahkan tanpa dibayar. Perluasan bantuan sosial tidak mudah karena selama ini terkendala data.
”Namun, bagaimanapun perluasan bantuan sosial tetap harus dilakukan karena dampak penurunan daya beli akan mulai terasa pada triwulan II dan III-2020,” katanya.