Pandemi Covid-19 memukul sektor properti dengan keras. Pukulan tak hanya dari pasokan yang melambat, tetapi juga penyerapan pasar yang berkurang. Sektor lain yang terkait properti juga bisa kena dampaknya.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 menekan industri properti. Sejumlah proyek properti tertunda, penyerapan pasar melorot, sedangkan arus kas perusahaan macet.
Penyerapan rumah dan apartemen kelas menengah bawah yang menyangga pasar properti Tanah Air terganjal daya beli konsumen yang melemah. Masyarakat menengah bawah perlu rumah tinggal, tetapi menahan transaksi di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Investor segmen menengah atas juga menunda pembelian karena menunggu krisis kesehatan akibat Covid-19 membaik.
Pelemahan sektor properti bisa memperlemah kinerja industri lain.
Berdasarkan data Real Estat Indonesia (REI), sektor realestat meliputi 13 bidang usaha dan terkait 174 industri penunjang. Sektor ini menaungi sekitar 20 juta tenaga kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Konsultan properti Colliers International Indonesia merilis, hampir semua usaha properti komersial, yakni perkantoran, hotel, dan mal merosot akibat pandemi Covid-19. Dari sisi suplai, beberapa proyek baru ditunda dan penyelesaian proyek yang sedang dibangun, terlambat.
Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto di Jakarta, Sabtu (9/5/2020), menyampaikan, properti residensial juga menghadapi ketidakpastian. Tahun ini, penyelesaian proyek diprediksi terlambat dan peluncuran proyek apartemen baru sangat terbatas. Di DKI Jakarta, hanya dua proyek apartemen segmen menengah bawah diluncurkan pada triwulan I-2020, dengan total 782 unit.
”Kami prediksi akan terjadi banyak kemunduran dalam serah terima (unit) karena banyak pekerjaan konstruksi yang dihentikan pengembang akibat pandemi Covid-19,” katanya.
Per triwulan I-2020, ada 211.944 unit apartemen di DKI Jakarta, dengan tingkat serapan apartemen 87,6 persen. Penyerapan apartemen berpotensi 1-2 persen pada akhir tahun.
Coldwell Banker Commercial Indonesia merilis, pandemi Covid-19 menyebabkan penjualan apartemen di Jabodetabek turun 45,1-75,8 persen. Penyebabnya, antara lain, calon pembeli menunda transaksi.
”Pembeli untuk investasi cenderung melihat dan menunggu, menunjukkan investasi properti bukan prioritas dalam situasi saat ini,” kata Tommy H Bastamy, Managing Partner Coldwell Banker Advisory, di Jakarta, Minggu (10/5/2020).
Calon pembeli menunda transaksi.
Rumah tinggal
Pasokan dan permintaan rumah tinggal atau rumah tapak juga surut. Selama triwulan I-2020, pasokan baru rumah tinggal merosot 5 persen dibandingkan dengan triwulan IV-2019.
Tommy menambahkan, sebagian besar proyek baru yang rencananya akan diluncurkan pada pertengahan Maret 2020, ditunda.
Namun, transaksi jual-beli masih terjadi pada segmen rumah menengah bawah dengan harga kurang dari Rp 1 miliar per unit. Perumahan yang didukung aksesibilitas transportasi, misalnya dekat stasiun kereta api, tetap diserap publik pada masa pandemi ini.
Pada triwulan I-2020, pasokan rumah tinggal di Jabodetabek sekitar 123.199 unit, yang 67,5 persen di antaranya terjual.
”Pada dasarnya perumahan merupakan sektor yang bertahan dan tumbuh dibandingkan dengan sektor properti lain di Jabodetabek, terutama segmen menengah bawah untuk pengguna,” katanya.
Kondisi pasar properti yang anjlok menghambat arus kas pengembang.
Perum Perumnas menunda pembayaran pokok surat utang jangka menengah atau medium term notes (MTN) I-2017 Seri A yang jatuh tempo pada 28 April 2020. Sejak pandemi Covid-19, penjualan rumah perusahaan BUMN itu anjlok.
Direktur Keuangan Perum Perumnas Eko Yuliantoro menuturkan, pemasaran rumah, khususnya untuk segmen menengah bawah, terkena dampak pandemi Covid-19. Volume usaha turun hingga 75 persen. Selama ini, pembeli didominasi masyarakat berpenghasilan menengah bawah.
Pemasaran juga sulit digenjot di tengah penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah. Adapun akad kredit pemilikan rumah (KPR) untuk produk Perumnas anjlok 75 persen dari transaksi pada kondisi normal.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida, Sabtu (9/5/2020), mengungkapkan, kondisi industri properti semakin terpuruk akibat pandemi Covid-19. Nyaris semua bidang usaha realestat merugi, padahal kontribusi sektor realestat sangat besar terhadap perekonomian nasional.
Tahun ini, REI menargetkan pembangunan 259.808 rumah subsidi dan 200.000 rumah nonsubsidi. Target itu diturunkan 30 persen akibat kondisi perekonomian tak menentu. Sementara pergerakan nilai tukar rupiah menimbulkan masalah lain, yakni harga bahan bangunan, terutama impor, melonjak. Selain itu, bahan bangunan juga sulit dicari.
”Pukulan terhadap bisnis properti akan berdampak besar juga terhadap perekonomian nasional,” katanya.
Menurut Totok, perlu relaksasi kebijakan agar industri properti dapat bertahan di tengah pandemi Covid-19. Relaksasi meliputi, antara lain, penundaan pembayaran kredit konstruksi ke bank, penundaan pembayaran pajak bumi dan bangunan, serta penurunan tarif beban puncak dan penghapusan beban biaya minimal bulanan PLN dan PDAM untuk hotel, mal, dan perkantoran, hingga pandemi Covid-19 berlalu.
”Kami mendukung program pemerintah untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja. Kami korbankan arus kas kami untuk menekan PHK, tetapi kami berharap pemerintah juga memberikan toleransi berupa relaksasi,” katanya.
Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembang dan Permukiman Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali menyebutkan, pengembang perumahan subsidi masih terus membangun serta mengusahakan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) pada masa pandemi Covid-19. (LKT)