Bayang-bayang Ambyarnya Bonus Demografi
Tidak ada angka pasti berapa bagian dari jutaan penggemar Didi Kempot berasal dari kalangan anak muda generasi milenial, yang lahir antara tahun 1980 dan 2000, berusia antara 20 dan 40 tahun.
Meninggalnya Didi Kempot ditangisi jutaan penggemar, termasuk anak-anak muda milenial. Lagu-lagu melankolis yang menyuarakan patah hati seperti mewakili masa depan mereka.
Tidak ada angka pasti berapa bagian dari jutaan penggemar Didi Kempot berasal dari kalangan anak muda generasi milenial, yang lahir antara tahun 1980 dan 2000, berusia antara 20 dan 40 tahun. Namun, melihat tayangan video pertunjukan Didi Kempot di Youtube dan televisi, sebagian besar bisa dikata berusia muda, 20-an tahun hingga awal 30 tahun.
Lagu-lagu patah hati Didi Kempot dan penyanyi yang lebih muda, Denny Caknan, dengan ”Kartonyono Medot Janji”, dengan irama campur sari, fusion, akrab di telinga banyak orang karena mencampurkan dangdut, keroncong, dan sedikit musik gamelan.
Penggemar lagu-lagu itu tak terbatas pada perempuan yang secara sosial lebih diterima menyatakan kegalauan patah hati. Lagu-lagu itu juga menjadi penyalur suara laki-laki yang oleh masyarakat dianggap kurang macho jika mendayu-dayu menyatakan kesedihan patah hati. Salah satu alasan lagu-lagu Didi Kempot begitu populer adalah karena anak muda Indonesia era digital mengalami kegalauan (Kompas, 6/4/2020).
Apabila asumsi itu benar, ada hal yang membuat lagu-lagu Didi Kempot disukai. Lagu-lagu itu melankolis, sama seperti masyarakat Indonesia yang sebagian besar bersifat melodramatis, memperlihatkan emosi lebih kuat daripada situasi sebetulnya. Itulah sebabnya sinetron tidak pernah kehilangan penonton. Atau, saat pilkada, pemilih tak memilih berdasarkan rekam jejak dan program kerja calon yang akan dipilih, tetapi lebih pada kedekatan emosional.
Dalam pandangan peneliti dan pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Inaya Rakhmani, PhD, lagu-lagu Didi Kempot membangkitkan memori budaya pada pendengarnya. Memori yang tertanam di bawah sadar karena pengalaman bersama.
Keintiman modern, demikian Inaya menyebut, mewujud melalui lagu dan film sebagai pengganti kedekatan yang biasa ada pada komunitas lebih tradisional. Keintiman itu hilang karena hubungan antarmanusia menjadi lebih transaksional sebagai konsekuensi globalisasi dan ekonomi pasar. Pertanyaannya, pengalaman apa yang menyatukan para milenial tersebut?
Muda dan produktif
Tahun 2020-2024, Indonesia memasuki puncak bonus demografi meski secara nasional puncak bonus berakhir tahun 2035-2038. Pada periode bonus demografi, penduduk pada usia produktif (15-64 tahun) jumlahnya lebih besar daripada penduduk tidak produktif. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, tahun 2020 tingkat ketergantungan 47,7 persen. Artinya, setiap 100 penduduk usia produktif menanggung 48 orang usia belum produktif dan tidak produktif lagi.
Tingkat ketergantungan menurun menjadi 47,2 persen (2025) dan terendah 46,9 persen pada 2030, lalu kembali naik menjadi 47,3 persen (2035). Setelah tahun 2035, Indonesia mulai memasuki periode penduduk usia menua. Penduduk usia muda harus menanggung beban penduduk tidak produktif untuk biaya kesehatan dan layanan umum lainnya. Layanan akan dibiayai dari pajak dan kegiatan ekonomi penduduk usia produktif yang jumlahnya semakin mengecil.
Pada periode puncak bonus demografi saat ini, jumlah penduduk usia muda yang lebih besar seharusnya meningkatkan produktivitas nasional dan menjadi motor pertumbuhan ekonomi, seperti terjadi di sejumlah negara yang kini kaya. Pada 2012, lembaga riset ekonomi dan bisnis McKinsey Global Institute (MGI) memprediksi Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ketujuh di dunia pada 2030, asalkan sejumlah syarat dipenuhi.
Syarat itu adalah ekonomi tumbuh rata-rata 7 persen per tahun sesuai target pemerintah. Untuk itu, produktivitas tenaga kerja harus tumbuh dari capaian tahun 2000-2010 yang besarnya 2,9 persen, menjadi rata-rata 4,6 persen. Ekonomi Indonesia tumbuh pada kisaran 5 persen dalam lima tahun terakhir.
Syarat lain, ketimpangan kesejahteraan harus terus diturunkan dan perekonomian harus lebih inklusif. Indonesia juga harus membangun infrastruktur dan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan penduduk usia produktif. Selama lebih dari 20 tahun terakhir kenaikan produktivitas tenaga kerja lebih disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk usia kerja.
Pertumbuhan akan lebih cepat jika sebagian besar tenaga kerja di desa dan pertanian on farm bisa berpindah ke sektor industri, termasuk pengolahan hasil pertanian. Ada beberapa harapan Indonesia dapat mencapai cita-cita menjadi negara maju pada 2045 dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen per tahun.
Semakin banyak orang tinggal di kota ketika desa berubah menjadi kota kecil, kota kecil menjadi sedang dan yang sedang menjadi besar. Pertambahan penduduk kota menjadi sumber pertumbuhan seiring bertambahnya penduduk usia muda jika keterampilan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan. Teknologi digital dan internet sebagai pengungkit (enabler) ekonomi sekaligus membuka peluang baru bisnis telah terjadi pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Peluang lain adalah meningkatkan partisipasi perempuan di dunia kerja. Menurut data BPS bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2018, pada 2017 jumlah perempuan usia produktif (15 tahun ke atas) yang bekerja hanya 48,12 persen, sedangkan laki-laki 77,95 persen. Sebagian besar perempuan ada di sektor informal.
Pilihan dalam normal baru
Target menyegerakan perbaikan kesejahteraan masyarakat yang sudah digalang pemerintah saat ini mendadak dihadang pandemi virus Covid-19. Triwulan pertama 2020 pertumbuhan ekonomi hanya 2,97 persen dan diprediksi triwulan kedua dapat lebih rendah karena dampak Covid-19 mulai terasa pertengahan Maret.
Tanpa ada pandemi pun pertumbuhan ekonomi diprediksi tetap di kisaran 5 persen akibat berkepanjangannya perang dagang Amerika Serikat-China. Selain itu, industri dalam negeri juga tidak siap memenuhi meningkatnya kebutuhan penduduk usia produktif yang jumlahnya terus bertambah.
Indonesia juga dihadapkan pada rendahnya produktivitas tenaga kerja karena tingkat pendidikan rata-rata penduduk. Ditambah dengan datangnya era digital dan internet serta perubahan yang diakibatkannya, adaptasi pada perubahan menjadi tantangan berat. Melihat tekanan pandemi Covid-19 begitu berat pada perekonomian, tidak heran jika pemerintah ingin segera melonggarkan PSBB.
Pilihan pelonggaran ini perlu berhati-hati. Pelonggaran tergesa dan tanpa didukung data akurat akan meningkatkan kasus infeksi baru. Pascapandemi, masyarakat berhadapan dengan keadaan normal baru. Bekerja dan belajar secara daring tanpa pertemuan fisik telah menjadi kenyataan. Apa dampak perubahan cepat yang semula diramalkan akan terjadi beberapa tahun lagi pada generasi milenial?
Globalisasi dan liberalisasi ekonomi mendorong pemerintah mengurangi peran dalam layanan sosial, terutama setelah krisis ekonomi 1998. Saat itu Dana Moneter Internasional memaksa dilakukan penyesuaian struktural dengan alasan penyehatan ekonomi.
Pemerintah pun mengurangi peran dalam layanan sosial, seperti kesehatan, pendidikan, perumahan, dan subsidi pangan. Dalam diskusi panel harian Kompas, ”Menuju Indonesia Emas 2045”, pada 12 Februari 2020 yang hasilnya sudah dipublikasikan di harian ini, diungkapkan adanya generasi milenial yang galau karena aspirasi mereka melalui pendidikan tidak sesuai dengan kenyataan lapangan kerja yang tersedia.
Dalam diskusi, Inaya Rakhmani menyebut, adopsi pada mekanisme pasar menyebabkan segregasi antara kelas elite yang jumlahnya 1 persen, kelas menengah mapan, kelas menengah rentan, dan masyarakat miskin. Ada ketimpangan sosial antara generasi milenial kelas menengah mapan yang tinggal di perumahan kelas menengah dan kelas menengah rentan yang tinggal di kawasan pinggiran daerah urban.
Kelompok milenial kelas menengah rentan mungkin akan semakin tidak bergantung kepada pemerintah dalam mencari kerja. Mereka menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Mereka menjadi teratomisasi. Mereka menjadi pekerja lepas dan dapat menghadapi kejutan ekonomi tanpa ada konsekuensi material. Ini berakibat, antara lain, pada kesediaan mereka menjadi pembayar pajak.
Bonus demografi seharusnya menjadi lompatan bagi Indonesia menjadi negara maju dan kaya. Pandemi dapat dilihat sebagai peluang penciptaan lapangan kerja baru karena perubahan besar yang terjadi. Agar generasi milenial yang menjadi sarjana dan pascasarjana, kalau perlu hingga ke luar negeri, tidak menjadi galau, aspirasinya harus terpenuhi oleh lapangan kerja yang tersedia.
Dunia pendidikan sejak dini dituntut mengajarkan cara beradaptasi terhadap perubahan. Pekerjaan pemerintah sangat berat dalam situasi normal baru pascapandemi Covid-19. Ada tuntutan ketersediaan lapangan kerja yang sesuai dengan aspirasi generasi milenial agar otoritas pemerintah tetap tegak.