Pandemi Covid-19 menyebabkan konsumsi energi masih rendah. Hal itu berdampak pada konsumsi batubara yang melemah. Dalam dua bulan terakhir harga batubara merosot.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Aktivitas penambangan batubara di area PT Tunas Inti Abadi di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Rabu (26/9/2018). Di area tambang di wilayah Tanah Bumbu ini terdapat sumber daya batubara 106 juta ton dan cadangan sekitar 52 juta ton dengan kandungan kalori 5.400-5.600 kcal per kg.
JAKARTA, KOMPAS — Harga batubara Indonesia untuk kontrak pembelian pada Mei 2020 merosot menjadi 61,11 dollar AS per ton dari periode April 2020 yang sebesar 65,77 dollar AS per ton. Penurunan harga disebabkan masih lemahnya permintaan dari negara pengimpor utama batubara, seperti China, Korea Selatan, India, dan Jepang.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi mengatakan, melemahnya permintaan ini seiring dengan pandemi Covid-19 yang belum berakhir di banyak negara. Perlambatan ekonomi global selama pandemi Covid-19 menyebabkan permintaan batubara turun sehingga harganya kembali melemah.
”Pergerakan harga batubara cukup dinamis pada tahun ini. Sempat naik sebanyak dua kali, yaitu di rentang Januari hingga Maret, harga batubara juga turun dua kali dari Maret hingga Mei,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Minggu (10/5/2020).
Perlambatan ekonomi global selama pandemi Covid-19 menyebabkan permintaan batubara turun sehingga harganya kembali melemah.
Pada Januari 2020, harga batubara tercatat 65,93 dollar AS per ton dan naik menjadi 66,89 dollar AS per ton pada Februari. Untuk harga pada Maret, harga batubara kembali naik menjadi 67,08 dollar AS per ton.
Sampai 7 Mei 2020, produksi batubara Indonesia 194,44 juta ton. Tahun ini, pemerintah menargetkan produksi batubara 550 juta ton atau lebih rendah dari realisasi 2019 yang sebanyak 610 juta ton. Dari produksi 550 juta ton, pasokan untuk domestik ditargetkan 155 juta ton.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Pemuatan batubara ke tongkang di Pelabuhan PT Tunas Inti Abadi di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Rabu (26/9/2018). Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, batubara tersebut juga diekspor ke India, China, Thailand, Filipina, dan Vietnam.
Akhir pekan lalu, Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arviyan Arifin mengatakan, apabila pandemi Covid-19 tak kunjung tuntas dalam waktu dekat, sejumlah produsen batubara akan merevisi program kerja tahun ini. Hingga triwulan I-2020, pandemi belum berdampak signifikan terhadap kinerja perusahaan.
”Kalau pada Juni atau Juli kondisi sudah kembali normal seperti sedia kala, tak perlu ada penyesuaian terhadap program kerja perusahaan. Namun, apabila pandemi Covid-19 berkepanjangan sampai Oktober, katakanlah, tentu kami segera merevisi program kerja tahun ini,” ucap Arviyan.
Di tengah penurunan harga batubara, Bukit Asam meraih laba bersih triwulan I-2020 sebesar Rp 903,2 miliar. Dalam periode yang sama, penjualan batubara 6,8 juta ton sampai akhir Maret 2020.
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2019 yang sebanyak 6,6 juta ton. Angkutan batubara juga naik dari 5,8 juta ton di triwulan I-2019 menjadi 6,5 juta ton di triwulan I-2020.
Di tengah penurunan harga batubara, Bukit Asam meraih laba bersih triwulan I-2020 sebesar Rp 903,2 miliar.
”Sepanjang triwulan I-2020, pendapatan usaha perusahaan mencapai Rp 5,1 triliun yang terdiri dari penjualan batubara domestik Rp 3,3 triliun dan ekspor batubara Rp 1,8 triliun, ditambah pendapatan lainnya Rp 87,2 miliar. Di tengah pelemahan harga batubara, perusahaan masih mampu membukukan laba bersih hampir Rp 1 triliun,” kata Arviyan.
Produksi batubara Bukit Asam tahun 2020 ditetapkan 30,3 juta ton atau lebih tinggi dari realisasi tahun 2019 yang sebanyak 29,1 juta ton. Sementara investasi perusahaan diperkirakan Rp 4 triliun yang terdiri dari investasi pengembangan Rp 3,8 triliun dan investasi rutin Rp 228,9 miliar.