Proyeksi pembiayaan utang tahun ini tetap. Namun, pemerintah membatalkan rencana penerbitan surat utang khusus untuk penanganan Covid-19.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tidak akan menerbitkan surat utang seri khusus untuk penanganan Covid-19 atau pandemic bonds. Pembiayaan untuk penanganan Covid-19 menggunakan seri surat utang yang ada, baik melalui lelang, penjualan ritel, maupun penjualan surat utang secara bilateral.
Padahal, sebelumnya, dalam berbagai kesempatan, pemerintah menyampaikan rencana penerbitan surat utang khusus atau pandemic bonds itu. Dana yang diperoleh akan digunakan terutama untuk pemulihan kondisi ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Sampai dengan 30 April, penerbitan surat berharga negara (SBN) yang sudah direalisasikan Rp 376,5 triliun. Adapun pada Mei-Desember 2020 akan diterbitkan senilai Rp 697,3 triliun melalui lelang di pasar domestik, penerbitan SBN ritel, penjualan surat utang secara bilateral, dan penerbitan SBN valuta asing.
”Saat ini yang sudah disepakati pembiayaan defisit. Pemerintah tidak akan menerbitkan surat utang khusus atau pandemic bonds untuk mendanai defisit,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman dalam konferensi pers bertema ”Strategi Pembiayaan Baru Tahun 2020” yang diselenggarakan secara dalam jaringan di Jakarta, Jumat (8/5/2020).
Proyeksi pembiayaan utang tahun ini sebesar Rp 1.439,8 triliun. Jumlah itu terdiri dari pembiayaan defisit APBN 2020 senilai Rp 852,9 triliun, pembiayaan investasi Rp 153,5 triliun, serta pembiayaan utang jatuh tempo Rp 433,4 triliun.
Luky menuturkan, pembiayaan defisit APBN tidak melalui penerbitan SBN seri khusus karena penyerapan pasar bisa dikendalikan. Jika hasil lelang SBN pemerintah tidak mencapai target, Bank Indonesia (BI) dapat membelinya.
”BI diperbolehkan masuk ke pasar perdana sebagai last resort dengan seri-seri (surat utang) lelang yang ada. Bukan seri khusus yang dinamakan pandemic bonds,” ujar Luky.
Dalam rencana semula, Kementerian Keuangan dan BI merumuskan surat keputusan bersama (SKB) untuk program pemulihan ekonomi nasional. Pembiayaan program itu menggunakan skema investasi, yang detailnya akan diumumkan pemerintah pada Mei 2020.
Luky menambahkan, proyeksi pembiayaan utang sampai dengan akhir tahun tidak berubah kendati ada kemungkinan situasi kembali normal pada Juni 2020. Fleksibilitas penambahan SBN dan penarikan pinjaman sesuai rencana untuk menutup defisit anggaran Rp 856,8 triliun atau setara 5,07 persen produk domestik bruto (PDB).
”Defisit APBN 5,07 persen itu batas atas, pemerintah akan mengupayakan di atas itu,” kata Luky.
Beban utang
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro berpendapat, pergerakan arus modal keluar dari pasar domestik memengaruhi imbal hasil surat utang pemerintah tenor 10 tahun. Imbal hasil yang tinggi berimplikasi pada beban bunga utang yang mesti dibayar pemerintah.
Berdasarkan hasil riset Bank Mandiri, imbal hasil surat utang pemerintah tenor 10 tahun dalam skenario buruk diproyeksikan mencapai 8,46 persen dengan asumsi nilai tukar Rp 17.000 per dollar AS dan imbal hasil surat utang pemerintah AS (US Treasury) 0,8 persen.
Saat ini imbal hasil surat utang Indonesia 7,9 persen. ”Skenario dasar, imbal hasil surat utang pemerintah Indonesia bisa 7,64 persen jika nilai tukar dijaga stabil pada kisaran Rp 16.000 per dollar AS,” ujarnya.
Menurut dia, imbal hasil surat utang tenor 10 tahun akan menurun seiring pergerakan arus modal masuk ke pasar domestik. Untuk itu, pemerintah perlu mempertahankan pengelolaan fiskal yang hati-hati dan transparan untuk mengembalikan kepercayaan investor.
Modal asing diperkirakan masuk lagi ke pasar keuangan Indonesia pada semester II-2020. Penambahan penerbitan SBN diperlukan seiring pelonggaran defisit APBN. Selain beban bunga utang, penambahan penerbitan SBN akan meningkatkan rasio utang terhadap PDB pada masa mendatang.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah per Maret 2020 sebesar Rp 5.192,56 triliun atau 32,12 persen PDB. Utang pemerintah terdiri dari penerbitan SBN Rp 4.292,73 triliun dan pinjaman Rp 899,83 triliun.
Pemerintah perlu mempertahankan pengelolaan fiskal yang hati-hati dan transparan untuk mengembalikan kepercayaan investor.
Secara terpisah, anggota Komisi XI dari Fraksi PDI-P, Dolfie OFP, berpendapat, pemerintah dan BI perlu merumuskan strategi agar imbal hasil surat utang bisa rendah.