Jika Anda perlu pulang kampung, masih ada bus dari Jakarta yang melayani rute Jawa Tengah dan Jawa Timur. Agen bus kucing-kucingan dari petugas demi bisa mengakomodasi penumpang. Aturan dari pemerintah jangan terbelah.
Oleh
FAJAR RAMADHAN/INSAN ALFAJRI
·5 menit baca
Agus dan Mardi duduk di ruang tunggu loket tiket bus di Terminal Kalideres, Jakarta Barat, Jumat (8/5/2020) siang. Kedua agen perusahaan otobus ini berharap-harap cemas menunggu telepon seluler mereka berdering sejak pagi. Dering ponsel membunyikan harapan ada calon penumpang yang memesan tiket bus.
Seperti diketahui, bus dilarang beroperasi sejak 24 April 2020. Namun, mereka mengaku masih bisa melayani penjualan tiket menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur, terutama dari pelanggan yang sudah menyimpan nomor telepon mereka sebelumnya.
”Di sini enggak ada aktivitas, ya, kami ada-adain. Apa pun cara kami, adalah pokoknya. Intinya kalau mau ke Jawa masih banyak jalan,” kata Agus.
Transportasi tersebut tidak mereka siapkan di Terminal Kalideres, tetapi di titik yang disepakati dengan penumpang. Dalam percakapannya dengan Agus, Mardi sempat menyinggung bahwa penumpang akan dibawa ke daerah Pluit.
Berdasarkan pengakuan keduanya, hingga kini banyak juga PO resmi yang melayani perjalanan menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur. ”Hari ini saja saya masih digencar (dimintai mencari penumpang) untuk sembilan bus dari PO saya,” kata Mardi.
Meski begitu, Agus dan Mardi mengaku tidak banyak penumpang yang menghubungi mereka, kecuali yang mendesak harus keluar kota karena keperluan keluarga. Ada juga korban pemutusan hubungan kerja (PHK) di DKI Jakarta yang memilih pulang kampung.
Selain larangan keluar Jabodetabek, minimnya penumpang hari ini juga disebabkan harga tiket bus yang relatif mahal. Untuk rute Jakarta-Surabaya, misalnya, mereka mematok harga Rp 700.000 sekali jalan. Padahal, tarif bus untuk rute tersebut biasanya berkisar antara Rp 250.000-Rp 350.000.
Bertahan hidup
Agus dan Mardi masih berjualan tiket hingga saat ini tak lain adalah untuk bertahan hidup. Meski mereka kerap mendapatkan bantuan kebutuhan pokok atau nasi bungkus dari sukarelawan, hal itu dinilai belum cukup.
Kini, mereka berharap agar aktivitas bus antarkota antarprovinsi (AKAP) di Terminal Kalideres kembali dibuka sesuai dengan pernyataan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Saat ini, mereka seolah-olah merasa dipermainkan dengan aturan yang berubah-ubah.
”Kami merasa sengaja dibikin bingung. Yang satu bilang boleh mudik, yang satu bilang enggak boleh. Mereka, kok, yang ngomong, bukan kami,” katanya.
Melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah, bus AKAP di wilayah yang menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilarang beroperasi dari 24 April-31 Mei. Jabodetabek menerapkan PSBB di semua wilayahnya.
Akan tetapi, aturan ini seakan bisa berubah tatkala Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan bahwa semua moda transportasi kembali beroperasi sejak Kamis (7/5), dengan catatan mengikuti protokol kesehatan. Kriteria orang yang boleh berpergian di wilayah PSBB juga diatur dalam Surat Edaran Menhub No 4/2020 tentang Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Kami merasa sengaja dibikin bingung. Yang satu bilang boleh mudik, yang satu bilang enggak boleh.
Aturan itu menyebutkan pengecualian pembatasan perjalanan, antara lain bagi orang yang bekerja di lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan percepatan penanganan Covid-19; pelayanan pertahanan, keamanan dan ketertiban umum; serta pelayanan kesehatan. Pengecualiaan juga diberikan bagi pasien yang memerlukan layanan kesehatan darurat atau orang yang anggota keluarga intinya sakit keras atau meninggal. Surat edaran pun mengecualikan repatriasi pekerja migran Indonesia, WNI, dan pelajar/mahasiswa di luar negeri.
Adapun syarat yang harus dibawa saat bepergian antara lain surat tugas, identitas diri, dan melampirkan hasil negatif Covid-19 berdasarkan tes reaksi berantai polimerase (PCR) ataupun tes cepat.
PO Santoso dan PO Lorena menyatakan bahwa mereka juga mendapat edaran dari Kementerian Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Transportasi Darat Selama Masa Dilarang Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Aturan itu, antara lain, menyatakan bahwa terminal kembali dibuka 24 jam dengan catatan Surat Edaran No 4/2020 tentang Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 sudah diterapkan.
Ketika dikonfirmasi mengenai edaran tersebut, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi menjelaskan, surat edaran itu masih berupa draf dan belum rampung. Lembaganya masih berdiskusi dengan Kementerian Sekretariat Negara mengenai materi surat edaran itu.
Terlepas dari legalitas surat edaran tersebut, Managing Director PT Eka Sari Lorena Transport Dwi Rianta Soerbakti menjelaskan, pengaturan angkutan darat yang terus berubah membuat pengusaha bingung.
Di satu sisi, ada kelonggaran dari Kementerian Perhubungan. Namun, masalahnya, permintaan atau jumlah penumpang tak akan signifikan ketika mudik tetap dilarang. ”Dengan aturan yang begitu banyak dan ketat, demand tak akan banyak. Otomatis tarif juga akan naik,” katanya ketika dihubungi pada Jumat (5/8/2020).
Dia menyarankan agar pemerintah fokus dulu menjalankan PSBB secara ketat. Jangan lagi ada perbedaan pandangan antarkementerian. Dengan demikian, pengusaha dapat mengukur berapa lama mereka harus bertahan dalam situasi paceklik penumpang.
”Kami pengusaha siap ’berdarah-darah’ berapa bulan, misalnya. Tetapi, PSBB ini harus benar-benar ketat agar pandemi ini tak berlarut-larut. Kalau transportasi umum dibuka dengan tetap melarang mudik, otomatis pelonggaran yang hanya menghasilkan sedikit demand ini malah membawa mudarat: pandemi yang terus berlarut-larut,” katanya.
Komisaris PO Santoso, Randy Sani, menambahkan, aturan pemerintah jangan terlalu kompleks. Lebih baik membuat aturan sederhana dan mudah dipahami: Bus AKAP dibolehkan beroperasi atau dilarang sama sekali pada masa pandemi. ”Kami kecele kalau kebijakan berubah terus,” katanya.
Butuh sumber daya
Dengan mengikuti kebijakan terbaru pemerintah, misalnya Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020, terminal akan membutuhkan banyak sumber daya manusia untuk memeriksa dokumen penumpang. ”Ada tidak nanti petugas yang akan memeriksa? Kalau Cuma sekadar formalitas, tentu tak ada gunanya,” ujarnya.
PO Santoso, lanjutnya, sejauh ini masih wait and see. Mereka akan memantau sejauh apa aturan itu bisa ditegakkan di lapangan. Jumlah penumpang yang akan berangkat juga menjadi pertimbangan PO Santoso untuk kembali mengoperasikan bus AKAP-nya.
Terkait dengan sumber daya tersebut, Kepala Terminal Kalideres Revi Zulkarnaen mengatakan, hal itu idealnya harus dijelaskan melalui petunjuk teknis. Misalnya, aturan mengenai pengecekan dokumen penumpang, apakah dilakukan oleh petugas terminal atau dari PO masing-masing.
”Hingga saat ini kami masih menunggu aturan teknis dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta,” katanya.
Hal senada dikatakan Kepala Satuan Pelaksana Operasional dan Kemitraan Terminal Terpadu Pulo Gebang Afif Muhroji. Ia menjelaskan, pihaknya masih berpatokan pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah.