Perusahaan Swasta Boleh Tunda THR asal Ada Kesepakatan dengan Pekerja
Pembayaran THR juga dapat ditunda sampai jangka waktu tertentu yang disepakati. Namun, meski ditunda, THR harus dibayarkan lunas sampai akhir 2020.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah resmi mengizinkan perusahaan untuk menunda atau mencicil pembayaran tunjangan hari raya di tengah pandemi Covid-19. Dialog antara pengusaha dan pekerja harus dikedepankan di masa-masa sulit ini untuk mencari jalan tengah antara hak pekerja dan kesanggupan perusahaan. Namun, sekadar imbauan saja dari pemerintah tidak cukup.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, Kamis (7/5/2020), mengatakan, tunjangan hari raya (THR) adalah kewajiban perusahaan dan hak pekerja yang dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
”Meski demikian, di tengah kondisi sulit ini, perlu ada titik tengah kesepahaman antara perusahaan dan pekerja yang terdampak,” ujarnya ketika dihubungi di Jakarta.
Menurut Timboel, tidak bisa dimungkiri, ada perusahaan yang saat ini arus kasnya terdampak Covid-19 sehingga tidak sanggup membayarkan THR secara utuh. Meski demikian, perusahaan juga harus terbuka terkait kondisi perusahaan dan melibatkan serikat pekerja dalam pengambilan keputusan.
Perusahaan perlu secara transparan menjelaskan kondisi keuangan di tengah pandemi saat ini kepada karyawan. Penundaan dan pembayaran THR secara bertahap tidak boleh dilakukan secara sepihak. Di sisi lain, jika perusahaan masih sanggup, pandemi tidak bisa dijadikan alasan untuk menghindari kewajiban THR.
”Kita berharap perusahaan membayarkan, tetapi dalam kondisi saat ini, kedua pihak terdampak, jadi keduanya jangan saling memaksa. Perusahaan jangan memutuskan sendiri dan pekerja juga jangan memaksa dan harus obyektif,” ujar Timboel di Jakarta.
Kita berharap perusahaan membayarkan, tetapi dalam kondisi saat ini, kedua pihak terdampak, jadi keduanya jangan saling memaksa.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengizinkan perusahaan swasta menunda atau mencicil pembayaran THR keagamaan di tengah pandemi. Hal itu dicantumkan dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HI.00.01/V/2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2020 di Perusahaan dalam Masa Pandemi Covid-19. Surat edaran itu keluar pada 6 Mei 2020 .
Dalam surat itu, Ida meminta agar kepala daerah memastikan kewajiban perusahaan membayar THR. Namun, perusahaan yang tidak mampu membayar THR dapat menunda atau mencicil pembayarannya.
Solusi itu harus dibahas bersama dengan pekerja/buruh dan serikat pekerja melalui proses dialog dengan perusahaan. Dialog harus dilandasi laporan keuangan internal perusahaan yang transparan dan itikad baik untuk mencapai kesepakatan.
”Bila perusahaan tidak mampu membayar THR secara penuh pada waktu yang ditentukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, pembayaran THR dapat dilakukan bertahap,” kata Ida dalam surat edaran tersebut.
Perusahaan yang tidak mampu membayar THR dapat menunda atau mencicil pembayarannya. Solusi itu harus dibahas bersama dengan pekerja/buruh dan serikat pekerja melalui proses dialog dengan perusahaan.
Pembayaran THR juga dapat ditunda sampai jangka waktu tertentu yang disepakati jika dari kondisi laporan keuangan perusahaan memang tidak memungkinkan untuk membayar THR sama sekali. Namun, meski ditunda, THR harus dibayarkan lunas sampai akhir 2020.
Ida menekankan, kesepakatan antara pengusaha dan pekerja harus dilaporkan ke dinas ketenagakerjaan di wilayah setempat. Jika perusahaan terlambat membayar di luar waktu yang sudah disepakati, denda tetap berlaku.
”Kesepakatan mengenai waktu dan cara pembayaran THR keagamaan dan denda tidak menghilangkan kewajiban perusahaan untuk membayar THR dan denda kepada pekerja atau buruh dengan besaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dibayarkan pada 2020,” ujarnya.
Imbauan tidak cukup
Meski demikian, imbauan pemerintah melalui surat edaran dinilai tidak cukup. Timboel mengatakan, tidak menutup kemungkinan, ada juga perusahaan yang mengatasnamakan pandemi untuk mangkir dari kewajiban. Imbauan pemerintah bisa disalahartikan perusahaan sebagai izin menunda atau mencicil THR secara sepihak tanpa dialog dengan serikat pekerja.
Oleh karena itu, dinas ketenagakerjaan setempat perlu aktif mendorong dan mengawasi agar perusahaan berdialog dengan pekerja. Dinas ketenagakerjaan di tiap wilayah juga harus memverifikasi kondisi keuangan perusahaan yang bersangkutan sudah tidak sanggup atau masih mampu membayarkan kewajiban THR secara penuh.
”Pemerintah harus hadir, tidak bisa sekadar mengimbau saja. Harus dilihat, apakah keputusan perusahaan untuk menunda dan mencicil THR itu sudah melalui dialog dengan serikat pekerja atau tidak? Apakah perusahaan sebenarnya masih mampu atau tidak?” katanya.
Saat ini, ujarnya, ada banyak kasus di mana perusahaan menetapkan berbagai keputusan terkait upah, THR, dan status bekerja karyawan secara sepihak tanpa melibatkan serikat pekerja/buruh. Di sini peran pemerintah menjadi penting untuk mengawasi bagaimana surat edaran itu diimplementasikan di lapangan.
”Kalau transparan, perusahaan jujur soal kondisi keuangan, pekerja juga tidak masalah dan tidak akan memaksakan THR 100 persen. Sebesar 40 persen pun tidak masalah kalau memang perusahaan tidak mampu. Karena toh pekerja juga rugi kalau perusahaan tidak beroperasi. Jadi, ini sebenarnya peluang untuk memperbaiki komunikasi perusahaan dengan pekerjanya,” ujar Timboel.
Daya beli pekerja
Penundaan dan cicilan THR ini membuat daya beli pekerja akan semakin rendah di tengah pandemi. Badan Pusat Statistik mencatat, meskipun upah nominal buruh pada Maret 2020 umumnya meningkat, tetapi upah riil buruh menurun. Upah riil buruh tani menurun 0,04 persen menjadi Rp 52.212 dibandingkan Rp 52.232 pada bulan sebelumnya.
Sementara, upah riil buruh bangunan (tukang) menurun 0,05 persen menjadi Rp 85.624 dari Rp 85.663 pada bulan sebelumnya. Penurunan upah riil buruh bangunan juga disebabkan oleh adanya inflasi tipis 0,10 persen pada Maret 2020. Upah riil asisten rumah tangga juga menurun 0,10 persen, dari Rp 401.203 pada Februari 2020 menjadi Rp 400.820.
Pada Maret 2020, Covid-19 dinyatakan telah positif masuk ke Indonesia. Pada bulan itu, dampak Covid-19 mulai menggerogoti sendi perekonomian di berbagai sektor. Beberapa kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perumahan pekerja tanpa digaji juga mulai bermunculan.
Upah riil buruh menggambarkan daya beli dari pendapatan atau upah yang diterima buruh atau pekerja. Upah riil buruh tani adalah perbandingan antara upah nominal buruh tani dan indeks konsumsi rumah tangga perdesaan. Sementara, upah riil buruh bangunan adalah perbandingan upah nominal buruh bangunan terhadap indeks harga konsumen perkotaan.