Pemerintah memiliki ruang untuk menaikkan atau menurunkan harga BBM setiap tiga bulan. Sayangnya, momentum dinamika harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini tak dimanfaatkan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Saat didesak agar pemerintah menurunkan harga bahan bakar minyak, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menjawab, apabila harga sudah turun, akan menjadi susah dinaikkan kembali. Harga BBM mendapat sorotan kencang akhir-akhir ini lantaran harga minyak mentah dunia merosot tajam dalam tiga bulan terakhir. Pandemi Covid-19 memorak-porandakan dunia perminyakan.
Desakan disampaikan sejumlah anggota Komisi VII DPR dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM Arifin Tasrif, Senin (4/5/2020). Sebagian anggota Dewan berpendapat, tak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak menurunkan harga BBM. Itu karena harga minyak mentah saat ini tidak sampai separuh dari harga pada periode awal tahun 2020 yang sekitar 60 dollar AS per barel.
Beberapa pekan lalu, harga minyak mentah jenis Brent sempat di bawah 20 dollar AS per barel. Bahkan, harga minyak mentah Amerika Serikat, yakni jenis West Texas Intermediate (WTI), sempat minus untuk pembelian kontrak di bulan Mei. Hukum alamiah pasar yang menyebabkan harga minyak merosot, yakni permintaan jauh lebih rendah dari pasokan.
Harga BBM jenis premium dan solar bersubsidi ditetapkan oleh pemerintah dan dikaji secara berkala setiap tiga bulan.
Ada dua kelompok jenis BBM yang harganya ditetapkan pemerintah dan badan usaha. Harga BBM jenis premium dan solar bersubsidi ditetapkan oleh pemerintah dan dikaji secara berkala setiap tiga bulan. Adapun BBM di luar kedua jenis tersebut ditetapkan oleh badan usaha dengan mempertimbangkan dinamika harga minyak mentah dunia.
Khusus premium dan solar bersubsidi, harganya tak berubah sejak April 2016, yakni masing-masing Rp 6.450 per liter dan Rp 5.150 per liter. Sejatinya, pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak 2014, harga premium sempat naik tiga kali dan turun empat kali. Sementara harga solar bersubsidi naik dua kali dan turun lima kali. Naik turun harga tersebut terjadi pada periode November 2014 sampai April 2016.
Kendati ada perubahan drastis pada harga minyak, premium dan solar bersubsidi tak beranjak turun dari harga sekarang. Namun, BBM jenis lain yang dijual Pertamina turun dua kali. Pada Januari 2020, harga pertamax turun dari 9.850 per liter jadi 9.200 per liter. Bulan berikutnya turun lagi jadi Rp 9.000 per liter.
Mengulang kembali pernyataan menteri bahwa apabila harga sudah diturunkan, akan jadi susah dinaikkan saat harga minyak mentah perlahan melonjak, adalah cermin pemerintah masih belum punya sikap pasti dalam kebijakan harga.
Padahal, pemerintah memiliki ruang penyesuaian harga, naik atau turun, setiap tiga bulan seperti yang sudah pernah dilakukan pada periode November 2014 sampai April 2016.
Dengan naik turunnya harga minyak mentah dunia, bukankah hal yang wajar apabila harga BBM juga naik dan turun? Sebab, BBM yang diproduksi di Indonesia sebagian adalah hasil impor yang harga pembeliannya mengacu pada harga pasar. Sejak 2004 Indonesia menjadi negara net importer minyak lantaran produksi minyak dalam negeri kurang mencukupi untuk konsumsi BBM nasional.
Publik juga perlu disadarkan bahwa harga BBM bisa naik dan bisa turun bergantung pada harga minyak mentah dunia yang dinamis.
Di satu sisi, Pertamina berdalih bahwa tak banyak keuntungan yang didapat dengan penurunan harga minyak mentah dunia. Setelah dua kali menurunkan harga BBM nonsubsidi, Pertamina pun enggan menurunkan harga BBM pada saat harga minyak mentah kian melemah. Alasannya adalah penjualan BBM merosot drastis selama pandemi Covid-19 di Indonesia.
Akan tetapi, publik juga perlu disadarkan bahwa harga BBM bisa naik dan bisa turun bergantung pada harga minyak mentah dunia yang dinamis. Harga BBM murah pada saat harga minyak mentah tinggi, dari mana menutup selisih keekonomiannya? Dari utang? Sejak April 2016, momentum dinamika harga minyak mentah dunia tak lagi dimanfaatkan pemerintah dalam menyusun kebijakan harga BBM.
Diperlukan komunikasi yang cerdas dari pemerintah tentang dinamika harga BBM kepada publik. Akal sehat dikedepankan, bukan keputusan politik yang populis yang diutamakan.