Tidak adanya momen buka puasa bersama pada bulan Ramadhan tahun ini menjadi pukulan bagi para penjual kurma. Jangankan mendulang rupiah, masih bisa berdagang saja sudah menjadi kemewahan.
Oleh
Fajar Ramadhan
·4 menit baca
Arti Ratna, pemilik Toko Al-Madinah, Jakarta Pusat, tidak lagi sibuk melayani pesanan pelanggan. Ramadhan 1441 Hijriah tahun ini hanya diisi sedikit permintaan pembeli. Penjualan kurma merosot drastis.
Pelanggan yang rutin meminta pasokan kurma ke toko Arti juga tengah mengalami kesulitan ekonomi. Menurut Arti, pelanggan biasanya meminta kurma dalam jumlah besar sejak masuk bulan Ramadhan. Kurma tak pernah absen sebagai pelengkap menu buka puasa bersama. Umumnya, permintaan dalam jumlah besar itu berasal dari rumah makan, hotel, hingga perkantoran.
”Bu, maaf ya, tahun ini enggak ambil kurma. Saya saja sudah dirumahkan. Tapi kalau ibu butuh tenaga, saya mau,” ujar Arti, Selasa (5/5/2020), menirukan salah satu karyawan rumah makan yang kerap mengambil pesanan kurma di tempatnya.
Arti mengungkapkan, salah satu rumah makan yang jadi pelanggannya setidaknya meminta 200 dus kurma Mesir untuk persediaan selama Ramadhan. Satu dus kurma Mesir berisi 5 kilogram. Artinya, permintaan mereka selama Ramadhan mencapai 1 ton.
Tahun ini, ia baru saja mendapatkan kabar bahwa tidak ada permintaan kurma dari mereka. Kabar yang sama ia terima dari sebuah hotel yang biasanya meminta sekitar 30 dus kurma Iran Madu atau setara dengan 180 kilogram.
Praktis, saat ini Arti hanya mengandalkan pembeli perseorangan yang datang ke tokonya. Itu pun menurut dia sudah menurun hingga 50 persen. ”Kalau dulu, masih ada orang beli 1 dus, tapi minta dibikin jadi 10 dus kecil. Sekarang enggak ada sama sekali. Mungkin orang-orang berpikir, daripada kasih sumbangan kurma, mending kasih beras,” tuturnya.
Toko Al-Madinah terletak sekitar 500 meter dari Pasar Tanah Abang. Pada Selasa siang, toko tersebut tampak sepi. Toko-toko di samping kanan dan kiri terlihat tutup. Keempat karyawan Arti terlihat duduk-duduk di teras depan toko sambil menunggu pembeli datang.
Kendati demikian, Arti tetap mensyukuri Ramadhan tahun ini. Ia menyadari, dirinya lebih beruntung dari para penjual kurma yang menempati kios Pasar Tanah Abang. Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) memaksa mereka menutup lapak jualannya.
Arti juga memiliki satu kios di Blok B Pasar Tanah Abang. Beruntung dia masih bisa memindahkan kurma-kurma dagangannya ke tokonya yang berada di luar Pasar Tanah Abang.
”Teman-teman yang ada di Pasar Tanah Abang langsung menutup kios dan pulang kampung. Padahal, sebelumnya mereka stok barang untuk keperluan Ramadhan, sekarang ditinggal begitu saja,” katanya.
Bu, maaf ya, tahun ini enggak ambil kurma. Saya saja sudah dirumahkan. Tapi kalau ibu butuh tenaga, saya mau.
Sempat tersendat
Sementara itu, pasokan kurma ke dalam negeri tersendat dalam beberapa hari terakhir. Kurma yang dikonsumsi di dalam negeri banyak yang didatangkan dari Timur Tengah, khususnya Madinah.
”Kemarin sempat tersendat impor untuk kurma Sukhari. Tapi saya tidak tahu apa masalahnya. Kurma ini memang banyak dicari sekarang,” ucap Arti.
Dody Prianto, penjual kurma di Jalan KH Mas Mansyur, mengakui masih kesulitan mencari kurma Sukhari. Selain itu, harganya kini juga tengah naik di pasaran. Kurma Sukhari 500 gram dijual seharga Rp 40.000 atau naik Rp 10.000 dari harga biasa. ”Impornya sedang susah, ditambah banyak yang mencari,” katanya.
Sama halnya dengan Arti, Dody juga mengalami dampak Covid-19. Pada Ramadhan tahun lalu, Dody mengatakan dapat mengantongi pendapatan rata-rata Rp 5 juta per hari. Pada Ramadhan kali ini, penghasilan yang ia dapatkan rata-rata hanya Rp 1 juta per hari.
”Dampak dari Covid-19, terutama karena Pasar Tanah Abang tutup, jadi pengunjung yang melintas juga tidak ada,” ujarnya.
Biasanya, Dody mendapatkan permintaan dari pelanggan di luar kota untuk dijual kembali. Satu orang bisa membeli 10-15 dus kurma dari berbagai jenis. Saat ini, permintaan tersebut seret.
Putra, penjual kurma di Jalan KH Mas Mansyur, juga menyebutkan, saat ini dirinya hanya dapat menjual rata-rata 5 kilogram kurma setiap hari. Padahal, pada Ramadhan tahun lalu, setiap hari kurma yang ia jual bisa mencapai 100-200 kilogram sehari.
Menurut Hesti Kurnia, karyawan swasta di Jakarta Utara, bulan Ramadhan terasa tidak afdal tanpa mengonsumsi kurma saat sahur ataupun berbuka puasa. Menurut dia, kurma menjadi makanan yang wajib disediakannya di rumah. Karena itulah, Ramadhan tahun ini ia tetap menyiapkan kurma.
Meskipun begitu, ia membeli kurma dalam jumlah yang tidak banyak agar tetap selalu mendapatkan kualitas yang bagus. ”Biasanya cuma beli yang 500 gram dan nyari yang terbaru. Kalau beli banyak dan disimpan di lemari pendingin, kadang beda rasanya,” ujar Hesti.