Sejumlah petani di Banyumas, Jawa Tengah, tetap waspada dan bekerja di tengah pandemi Covid-19. Mereka berharap wabah segera berakhir. Sebab, meski harga hasil panen tinggi, harga bahan kebutuhan lain pun ikut tinggi.
Oleh
Wilibrordus Megandika Wicaksono
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Petani di Banyumas, Jawa Tengah, tetap bekerja di sawah untuk memanen dan mengolah sawahnya meski waspada di tengah pandemi Covid-19. Permintaan gabah yang tinggi membuat harga gabah kering panen di tingkat petani berkisar Rp 4.600-Rp 5.000 per kilogram.
”Dari luas sawah 140 meter persegi ini, hasil gabah basah sekitar 8 kuintal. Setelah dijemur kering biasanya dapat 6 kuintal. Harganya Rp 4.600 per kilogram,” kata Taryono (49), petani asal Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Banyumas, Selasa (28/4/2020).
Taryono memanen padi di sawah sembari mengenakan masker berwarna hitam menutupi hidung dan mulutnya. ”Bernapasnya jadi tambah ngos-ngosan. Kalau sesak sekali, kadang saya buka dulu maskernya,” ujarnya.
Di sawah itu, ia bisa memanen padi dua kali setahun. Sekali tanam hingga panen diperlukan biaya produksi sekitar Rp 520.000, antara lain untuk sewa traktor Rp 160.000, bibit Rp 100.000, obat dan pupuk Rp 100.000, serta biaya tanam Rp 160.000.
Dengan hasil panen gabah kering panen sekitar 6 kuintal, pendapatan yang diterimanya mencapai Rp 2.760.000. ”Masih ada sisanya untuk menutup biaya produksi. Namun, tani ini sampingan. Saya sehari-hari buka jasa cukur rambut,” papar Taryono.
Menurut dia, dalam sehari rata-rata ada 10-20 orang yang cukur rambut dengan ongkos Rp 10.000 per orang. Peningkatan kewaspadaan saat cukur rambut dilakukan dengan kewajiban memakai masker, mencuci tangan, dan mengurangi mengobrol. ”Pendapatan dari cukur rambut bisa buat hidup harian,” katanya.
Hal serupa disampaikan petani di Desa Sokawera, Kecamatan Patikraja, Riyanto Goto (50). Panen kali ini, dirinya bisa mendapatkan gabah kering panen sekitar 9 kuintal yang dapat dijual dengan harga Rp 5.000 per kilogram. ”Gabahnya bersih, tidak bercampur damen. Ana rega, ana rupa (ada harga baik, ada kualitas baik),” ujarnya.
Harga gabah relatif stabil setahun terakhir. Namun, biaya kebutuhan hidup terus naik.
Menurut Riyanto, harga gabah relatif stabil setahun terakhir. Namun, biaya kebutuhan hidup terus naik. Dari panen kali ini, dirinya bisa mendapat pemasukan sekitar Rp 4,5 juta. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan biaya produksinya yang sekitar Rp 920.000. ”Iya, ada lebihnya, tetapi kan harga barang-barang naik. Anak saya perempuan, dua kembar, baru saja lulus SMK, dan belum dapat kerja karena wabah ini,” tutur Riyanto.
Hingga saat ini, keluaga Riyanto belum pernah mendapatkan bantuan apa pun dari pemerintah. Selain bertani, dia juga memiliki dua sapi untuk digemukkan. ”Anak-anak saya inginnya melanjutkan kuliah, tetapi uangnya tidak ada. Saya berharap mereka dapat beasiswa,” katanya.
Baik Taryono maupun Riyanto mengatakan, pemasaran hasil panen tersebut cukup mudah dan tidak terkendala karena sudah ada tengkulak yang membelinya. ”Begitu panen siap, langsung diambil tengkulak,” ujar Riyanto.
Selain petani, pandemi juga berimbas pada tengkulak ayam. Warsono (55), tengkulak ayam pejantan di Grumbul Karangjengkol, Desa Teluk, Purwokerto Selatan, mengatakan, biasanya setiap hari dirinya bisa menjual 800 ayam. Akan tetapi, selama pandemi ini, dirinya paling banyak hanya bisa menjual 200 ayam.
”Terasa sekali ini dampaknya. Pembeli saya (pemilik) rumah makan dan restoran-restoran banyak yang tutup dan mengurangi pembelian. Ini dampak dari tidak ada kerumunan dan rumah makan tidak boleh buka lebih dari pukul 20.00,” kata Warsono.
Warsono mengatakan, ayam-ayam pejantan biasa diambil dari wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, serta Yogyakarta. Pada hari normal, harga ayam hidup dari peternak berkisar Rp 25.000 sampai Rp 30.000 per kilogram. Namun, saat ini, harganya hanya berkisar Rp 11.000 sampai Rp 15.000 per kilogram.
”Saya menjual lagi ke pembeli di sini dengan harga Rp 30.000 sampai Rp 35.000. Itu untuk menutupi biaya transportasi, pakan, juga tenaga kerja,” ujar Warsono yang sudah menjadi tengkulak ayam pejantan selama 12 tahun.
Menurut dia, setiap kali membeli ayam dari luar kota, dia bisa mengangkut 1.600 ayam. Pada hari normal, ayam itu habis dalam waktu dua hari. Namun, kini lebih dari enam hari, ayam itu baru bisa habis. Untuk pakan, setiap hari dibutuhkan sampai 100 kilogram dengan harga mencapai Rp 400.000 per 50 kilogram.
”Karyawan saya ada empat orang. Tetapi, ini karena sepi, setiap hari cuma ada dua orang. Lainnya libur dulu. Tidak dirumahkan, tetapi libur dulu,” tutur Warsono yang berharap pandemi bisa segera usai.
Relatif tinggi
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banyumas Widarso mengatakan, untuk produksi hingga April, luas panen di Banyumas sekitar 25.000 hektar dengan rata-rata produksi 5,5 ton gabah kering giling. ”Untuk harga, dari pantauan kami masih cukup tinggi, gabah kering panen di kisaran Rp 4.000-Rp 5000 per kilogram,” kata Widarso.
Ia menyebutkan, total produksi panen di Banyumas sekitar 137.000 ton gabah kering giling atau setara 87.000 ton beras. Adapun per bulan, kebutuhan beras untuk Kabupaten Banyumas sekitar 17.000 ton. Untuk menjaga rantai distribusi, pihaknya berkoordinasi dengan gabungan kelompok tani (gapoktan) serta Bulog.
”Kami menekankan kepada gapoktan/poktan, manakala kesulitan pemasaran segera menghubungi Bulog. Untuk distribusi beras, selama ini ada di mekanisme pasar. Menjamin ketersediaan menjadi tugas dari Bulog yang saat panen seperti ini juga aktif dalam upaya pengadaan beras,” ujarnya.