Beli Satu di Desa, Beri Satu di Kota
Pandemi memperparah keadaan. Gabah menumpuk karena tak terserap pasar. Program "buy one, give one" menjadi solusi. Beli satu dari petani di desa, beri satu buat warga terdampak pandemi di kota.
Masuk masa panen raya, H Masroni (47) malah pusing tujuh keliling. Petani sekaligus Kepala Desa Kalensari, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, ini mengeluhkan anjloknya harga gabah. Memang berulang terjadi, tetapi pandemi Covid-19 memperburuk situasi kali ini.
”Tengkulak menawar gabah kami Rp 3.000 per kilogram (kering panen/GKP). Harga gabah terjun bebas sejak pekan lalu,” kata Masroni, di Indramayu, Jumat (1/5/2020).
Padahal, harga pembelian pemerintah (HPP) di tingkat petani ditetapkan Rp 4.200 per kilogram untuk GKP. Seperti kisah usang, kualitas gabah petani yang turun seiring hujan dituding jadi penyebab jatuhnya harga. Gabah menghitam karena buruknya tempat penyimpanan. Selain kesulitan menjemur padi, petani juga tak punya gudang yang memadai.
Pandemi memperparah keadaan. Gabah menumpuk karena tak terserap pasar. Pembatasan sosial berskala besar di sejumlah wilayah di Indonesia memaksa banyak toko, rumah makan, mal, hingga hotel tutup. Pasar masih buka, tetapi waktu operasionalnya dibatasi.
Permintaan beras pun turun. Sebagai produsen, keluarga petani diselimuti kecemasan. Tak hanya soal bagaimana memenuhi kebutuhan hidup, mereka bingung bagaimana membayar utang pestisida, pupuk, dan ongkos produksi lainnya.
Akan tetapi, harapan muncul pertengahan April lalu. Masroni diajak bekerja sama dalam program buy one, give one (beli satu, beri satu) yang diinisiasi Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Tani Center IPB University.
Program itu mengajak siapa saja berdonasi untuk warga terdampak Covid-19. Setiap pembelian 1 kg beras, donatur akan membayar seharga 2 kg beras yang dihargai Rp 12.000 per kg. Jadi, donatur tak hanya membeli beras dari petani di desa, tetapi juga membantu kelompok rentan di perkotaan.
Ini namanya menolong kanan dan kiri,
Donatur juga bisa berdonasi tanpa membeli beras untuk dirinya. Di sisi lain, hasil panen Masroni dan petani lain di desanya terserap dengan harga minimal HPP, Rp 4.200 per kg GKP. ”Ini namanya menolong kanan dan kiri,” katanya diikuti tawa.
Gabah petani yang dibeli dari hasil donasi digiling jadi beras oleh badan usaha milik desa (BUMDes) Kalensari. BUMDes dapat bagian Rp 100 per kg. Beras hasil giling dipatok Rp 9.700 per kg di tingkat penggilingan atau di atas HPP beras di gudang Bulog, yakni Rp 8.300 per kg.
Sebanyak 6 ton beras hasil panen keluarga tani di Kalensari terserap melalui program itu. Program buy one give one juga direncanakan menyerap 30 ton gabah petani. Saat ini, petani membutuhkan kepastian penyerapan hasil panen dengan harga bagus. Menurut dia, persoalannya bukan pada produksi, melainkan distribusi beras.
Menanam dulu
Dari Kalensari, beras petani diangkut ke Bogor sebelum dibagikan kepada para pekerja informal atau mereka yang kehilangan pekerjaan akibat Covid-19. Selain di Bogor, program menyasar Depok, Jakarta, dan Solo. Calon penerima bantuan diutamakan keluarga yang belum mendapatkan bantuan dari pemerintah.
”Kalau kami langsung kasih bantuan, bagimana ya, kan bikin orang (penerima bantuan) seperti pengemis. Jadi, kami minta mereka menanam sayuran atau palawija. Harapannya, mereka tidak kesulitan pangan di kemudian hari,” kata Lily Noviani dari KRKP.
Oleh karena itu, puluhan calon penerima bantuan sekalian diberi bibit aneka sayuran. Calon penerima bantuan yang tidak memiliki tanah diminta memanfaatkan lahan kosong dengan izin pemiliknya.
Kabul Kartono (38), warga Tirta Kencana, Kota Depok, tak tahu akan menerima bantuan beras. Bersama empat orang lainnya, ia diminta menanam kacang panjang dan cabai di lahan seluas 40 meter pesegi.
Bapak dua anak ini juga sudah hampir sebulan tidak menerima pesanan jahitan.
Penjahit ini pun antusias. Selain belum pernah berkebun, bapak dua anak ini juga hampir sebulan tidak menerima pesanan jahitan. Pendapatan Rp 70.000-100.000 per hari lenyap. ”Dua bulan lagi kami panen. Belum tahu berapa hasilnya, tetapi bisa dijual ke tetangga,” katanya.
Setelah lima hari mengolah lahan, ia menerima bantuan 5 kg beras dari donatur buy one get one. ”Ini bisa memenuhi kebutuhan makan kami selama lima hari. Kami belum dapat bantuan dari pemerintah. Kalau didata, sudah,” kata Kabul yang kini senang mencangkul sekaligus berjemur pada pagi hari. Tangannya tak diam, tetapi tetap bekerja keras.
Koordinator Nasional KRKP Said Abdullah mengatakan, pihaknya berencana menyalurkan bantuan beras dari petani minimal tiga bulan dengan target 250 rumah tangga di perkotaan yang ekonominya rentan. Apalagi, sambutan masyarakat cukup baik. Sepekan setelah diluncurkan 17 April, donasi terkumpul lebih dari Rp 26 juta.
Jika harga gabah di tingkat petani stabil, Said berharap program ini tetap berlanjut. ”Kami ingin menghubungkan sistem pangan masyarakat kota dengan desa secara langsung. Selama ini, sistem pangan dikuasai pemodal. Ternyata, saat pandemi seperti ini sangat rentan,” ujarnya.
Tidak heran jika musisi Rara Sekar turut berdonasi sekaligus mengampanyekan gerakan solidaritas tersebut. ”Penting sekali buat kita memikirkan kembali kondisi pangan kita, bukan cuma 1-3 bulan ke depan, tetapi tahun-tahun ke depannya,” tulis kakak Isyana Sarasvati tersebut dalam akun Instagram-nya.
Konsep buy one give one bisa jadi masih asing bagi banyak orang. Namun, saat pandemi seperti saat ini, bukankah berbagi lebih baik dibandingkan dengan sekadar membeli? Sejumlah organisasi dan kelompok masyarakat menginisiasi langkah serupa. Mereka memutus rantai distribusi untuk membantu petani sekaligus kelompok miskin perkotaan.
Jembatani hulu-hilir
Pandemi kali ini diwarnai oleh kontradiksi terkait pangan. Harga sejumlah komoditas cenderung naik di pasar, tetapi justru turun di tingkat petani. Gangguan distribusi terjadi seiring kian masifnya pembatasan sosial berskala besar di sejumlah wilayah kota/kabupaten.
Upaya menghubungkan hulu dan hilir ditempuh untuk mengatasi hambatan. Salah satunya oleh Pasar Komiditi Nasional (Paskomnas). Direktur Pengembangan Agribisnis Paskomnas Soekam Parwadi mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan sejumlah lembaga petani dan BUMDes di daerah sentra. Total ada 58 lembaga petani yang tersebar di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Lewat kerja sama itu, Paskomnas mendapatkan pasokan langsung dari produsen secara konsisten. Anggota koperasi petani pun mendapat bimbingan untuk menjaga mutu dan konsistensi produksi.
Baca juga: Problem Distribusi dan Produksi Tekan Pendapatan Petani