Perluasan Bantuan Butuh Kepastian Ketersediaan Pasokan
Perluasan jangkauan program bantuan sembako akan berdampak pada kenaikan permintaan bahan pangan. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahan pangan tersedia di agen-agen penyalur agar kebutuhan warga tercukupi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perluasan jangkauan program bantuan sembako sebagai jaring pengaman sosial selama pandemi Covid-19 membutuhkan kepastian pasokan. Dengan demikian, kebutuhan pangan warga penerima bantuan terpenuhi.
Pemerintah menambah jumlah penerima bantuan dari 15,2 juta keluarga menjadi 20 juta keluarga. Nilai bantuan yang diperoleh keluarga penerima manfaat (KPM) pun meningkat dari Rp 150.000 per bulan menjadi Rp 200.000 per bulan.
Aturan teknis penyaluran tersebut menyerupai bantuan pangan nontunai (BPNT). Dengan kata lain, KPM membelanjakan uang nontunai yang didapatkan ke e-warong (elektronik warung gotong royong). Dalam rangka menyediakan kebutuhan bagi KPM, termasuk bahan pangan, pengelola e-warong berbelanja secara mandiri.
Menurut Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bayu Krisnamurthi, perluasan bantuan itu akan berdampak pada kenaikan permintaan bahan pangan. ”Adanya kenaikan permintaan ini dapat meningkatkan harga (pangan) di tingkat konsumen sehingga mesti diantisipasi oleh pemerintah,” katanya saat dihubungi, Jumat (1/5/2020).
Apalagi, kebutuhan pangan yang diakomodasi lewan bantuan pangan tersebut bervariasi. Artinya, perluasan program bantuan sembako tersebut membutuhkan jaminan suplai pangan yang memadai.
Menurut Bayu, distribusi dan logistik pangan menjadi tantangan dalam pengadaan pasokan untuk bantuan sembako yang mesti dipenuhi dalam jangka pendek. Oleh sebab itu, dia menilai, pemerintah mesti menguatkan ekosistem distribusi pangan.
Distribusi dan logistik pangan menjadi tantangan dalam pengadaan pasokan untuk bantuan sembako.
Hal senada juga disampaikan oleh peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan, pada seminar daring ”Menjamin Ketahanan Pangan melalui Program BPNT”, Kamis (30/4/20200. ”Jangan sampai pasokan pangan menipis. Pasokan pangan di daerah-daerah yang memiliki KPM mesti terjamin ketersediaannya,” katanya.
Pingkan menuturkan, ketersediaan pasokan menjadi krusial lantaran terdapat tren kenaikan harga pangan di tengah konsumen saat bantuan sembako diperluas. Dalam hal ini, akses dan jangkauan masyarakat terhadap bahan pangan, khususnya KPM, perlu menjadi sorotan.
Berdasarkan salah satu penelitian yang diadakan CIPS, pola konsumsi KPM dapat berubah jika harga bahan pangan naik dalam skema BPNT. Sebagai gambaran, KPM biasanya memanfaatkan BPNT untuk membeli beras dan telur. Ketika harga beras dan telur itu naik dan nilai BPNT tak berubah, KPM cenderung menambah alokasi untuk membeli beras dan mengurangi alokasi untuk membeli telur.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono Laras mengatakan, ada 128.973 e-warong yang akan melayani perluasan bantuan sembako. ”Pencairan program sembako atau BPNT di E-Warong tersebut dan dipastikan tersedia pangannya,” ujarnya saat dihubungi, Jumat.
Dalam menjalankan perluasan bantuan sembako, Direktur Jenderal Penanganan Fakir Miskin Kementerian Sosial Asep Sasa Purnama menyatakan, data terpadu kesejahteraan sosial menjadi acuan. Dia berharap dapat mengharmonisasikan data, termasuk yang berkaitan dengan suplai pangan.
Asep menambahkan, variasi pangan yang dapat dibeli KPM pun diperluas. Dana bantuan itu dapat dibelanjakan bahan pangan yang mengandung karbohidrat (beras, ketela, sagu, dan jagung), protein hewani (telur, daging ayam, daging sapi, dan ikan), protein nabati (kacang-kacangan, tempe, dan tahu), serta vitamin dan mineral (sayur-sayuran dan buah-buahan).