Para buruh akan tetap melakukan aksi dalam rangka memperingati Hari Buruh se-Dunia pada Jumat (1/5/2020). Aksi akan dilakukan dengan tetap memperhatikan aturan protokol kesehatan.
Oleh
sharon patricia
·5 menit baca
Meski ada pembatasan sosial berskala besar di sejumlah wilayah, termasuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sebagian kaum buruh menyatakan akan tetap turun ke lapangan demi menyuarakan haknya. Peringatan Hari Buruh pada Jumat (1/5/2020) akan dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan dan keamanan di tengah pandemi coronavirus disease atau Covid-19.
Ketua Umum Federasi Perjuangan Buruh Indonesia Herman Abdulrohman menyampaikan, peringatan Hari Buruh akan dilakukan dengan aksi simpatik pemasangan baliho di depan Gedung DPR, Jakarta. Kalau tidak memungkinkan, pemasangan baliho dialihkan ke depan Gedung DPRD atau ke pusat-pusat pemerintahan daerah lainnya.
”Hanya 30 anggota kami yang besok ikut melakukan aksi dengan tetap disiplin menerapkan prosedur aman, yaitu menjaga jarak minimal 1,5 meter. Aksi juga akan dilakukan dengan membagikan masker dan kegiatan bakti sosial lainnya,” kata Herman saat dihubungi Kompas, Kamis (29/4).
Kaum buruh, kata Herman, akan kembali menyuarakan agar DPR tidak hanya menunda, tetapi juga membatalkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang dinilai menenggelamkan kesejahteraan rakyat. Persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan secara massal di tengah pandemi Covid-19 juga menjadi poin penting.
Terkait dengan itu, para pekerja yang terkena PHK hari-hari ini sedang gelisah karena keadaan ekonomi yang semakin sulit. Apalagi, bantuan pemerintah berupa Kartu Prakerja dinilai tidak menjawab persoalan.
”Para korban PHK itu banyak yang berusia di atas 40 tahun dan tidak paham teknologi, sertifikat yang diberikan pun tidak menjamin peserta akan mendapatkan pekerjaan. Progam Kartu Prakerja adalah program error, menurut kami,” ujar Herman.
Senada dengan itu, Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menyampaikan, meski tidak dalam jumlah besar, aksi turun ke lapangan akan tetap dilakukan. Aksi di depan Gedung DPR dan pabrik-pabrik dilakukan dengan memperhatikan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Alasannya ialah karena negara dinilai tidak kunjung melindungi kesejahteraan para buruh. Dari sekitar 130.000 anggota KASBI, menurut Nining, mayoritas atau lebih dari 90 persen anggotanya tidak membutuhkan Kartu Prakerja.
”Bantuan yang mereka butuhkan adalah bantuan langsung tunai untuk membayar kontrakan, untuk membeli sembako. Negara semestinya bisa hadir menjamin kesejahteraan dan memberi perlindungan bagi pekerja yang ter-PHK,” kata Nining.
Meski dengan cara yang berbeda, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek) Mirah Sumirat memastikan anggotanya yang berada di wilayah yang menerapkan PSBB tidak akan turun ke lapangan. Aksi peringatan Hari Buruh akan dilakukan dengan melayangkan surat atau membuat petisi yang ditujukan bagi anggota DPR dan pemerintah.
”Kami tidak akan turun ke lapangan untuk mengikuti imbauan pemerintah pada masa penerapan PSBB. Meski begitu, aspirasi dari para pekerja akan tetap disuarakan, termasuk jaminan sosial untuk seluruh rakyat, termasuk bagi korban PHK,” katanya.
Mirah menilai, program Kartu Prakerja bukan tidak dibutuhkan, tetapi tidak bisa diterapkan dalam kondisi lapangan kerja yang saat ini juga tidak ada. Apalagi, sistem acak yang dilakukan untuk menentukan penerima manfaat jelas akan merugikan yang lain.
Dengarkan aspirasi
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyampaikan, pemerintah harus segera mengambil langkah tegas agar para buruh tidak memaksakan diri untuk melakukan aksi ke lapangan. Itu karena aksi tersebut berpeluang memunculkan episentrum baru bagi penyebaran Covid-19.
Meski begitu, Tauhid menilai, rencana kaum buruh untuk tetap turun ke lapangan mengindikasikan pemerintah ”tidak hadir” memberikan perlindungan bagi mereka yang menjadi korban PHK. Termasuk ketiadaan jaminan kesejahteraan bagi mereka yang kini tak memiliki penghasilan.
”Terlepas dari industri perusahaan yang belum atau tidak membayarkan kompensasi atau pesangon, ada jeda waktu dalam situasi saat ini bagi mereka (korban PHK). Setelah terkena PHK dari perusahaan, mereka itu tidak ada yang menjamin. Maka, pemerintahlah yang seharusnya menjamin itu,” kata Tauhid.
Kartu Prakerja yang ditawarkan sebagai solusi, kata Tauhid, tidaklah tepat diimplementasikan saat ini sebab tidak menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar para kaum buruh yang ter-PHK akibat pandemi Covid-19.
Untuk data penerima, daripada menggunakan sistem acak, pemerintah semestinya dapat memverifikasi para korban PHK melalui data dari Kementerian Ketenagakerjaan, Asosiasi Pengusaha Indonesia, dan asosiasi para pekerja. Data kemudian diverifikasi dengan data Kementerian Sosial agar yang sudah mendapatkan bantuan sosial tidak mendapatkan lagi.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah Saragih, menyarankan agar program Kartu Prakerja dihentikan sementara dan dananya dapat dilebur untuk memberikan bantuan sosial yang lebih tepat sasaran. Pemerintah diminta fokus mengonsolidasikan dan mengintegrasikan bantuan sosial yang ada.
”Program ini ibarat pesawat bagus yang belum selesai dirakit, dipaksa terbang, dan landing di tempat salah pula. Selain diperlukan waktu untuk memperbaikinya, program ini tidak pas untuk diterapkan pada masa pandemi ini,” kata Alamsyah.
Skema lelang
Alamsyah juga mempertanyakan, mengapa jasa pelatihan daring di program Kartu Prakerja tidak melalui skema lelang. Dengan skema lelang, pelatihan daring dalam Kartu Prakerja akan menjadi lebih terukur.
Ia menjelaskan, saat ini ada sekitar 2.000 modul di dalam program Kartu Prakerja dengan total anggaran mencapai Rp 5,6 triliun. Dengan demikian, anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 2,8 miliar per modul pelatihan daring.
Padahal, kata Alamsyah, jika melalui lelang terbuka, harga per modul bisa hanya Rp 800 juta, maka akan ada penghematan Rp 2 miliar per modul. Artinya, total penghematan bisa mencapai Rp 2 miliar dikalikan 2.000 modul, yakni Rp 4 triliun.
”Itu pun silakan nilai sendiri apakah memproduksi modul buat mpek-mpek berikut instrumen tes kelulusan mencapai harga Rp 800 juta per modul? Begitu juga modul pelatihan menulis untuk calon jurnalis sampai dengan penilaian kelulusan, apakah biaya produksinya sampai Rp 800 juta per modul?” ujar Alamsyah.
Sebagai informasi, jumlah pendaftar Kartu Prakerja hingga Rabu (29/4) sebanyak 8,6 juta orang yang mendaftarkan diri. Dari jumlah tersebut, hanya 456.265 orang yang lolos seleksi sebagai peserta Kartu Prakerja.