Rencana Pemerintah Cetak Sawah di Lahan Gambut Dinilai Tak Tepat
Indonesia perlu langkah matang untuk mengantisipasi krisis pangan, terutama beras, jagung, gula, dan kedelai. Rencana pemerintah menugaskan BUMN mencetak ribuan hektar sawah baru di lahan gambut dinilai tak tepat.
Oleh
khaerudin
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Demokrat menilai rencana pemerintah mencetak sawah di lahan gambut sebagai langkah tak tepat. Meski mengakui bahwa Indonesia dan dunia tengah menghadapi krisis pangan, langkah antisipasi terhadap krisis tersebut hendaknya tidak menabrak aturan dan merusak lingkungan.
Sebaliknya, Indonesia perlu langkah matang untuk mengantisipasi krisis pangan, terutama beras, jagung, gula, dan kedelai. Rencana pemerintah menugaskan BUMN mencetak sawah di lahan gambut justru dinilai sebagai langkah yang kurang tepat untuk mengantisipasi krisis pangan.
”Khusus beras, meskipun produksi tahun ini diperkirakan ada penurunan, masih akan surplus untuk kebutuhan dalam negeri. Menurut hitungan teman-teman Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Indonesia masih bisa surplus 1,5 juta sampai 2 juta ton. Problemnya lebih pada daya beli rakyat yang mendadak miskin akibat wabah Covid-19,” ujar Kepala Biro Pertanian DPP Partai Demokrat Amal Alghozali di Jakarta, Rabu (29/4/2020).
Menurut Amal, kalaupun pemerintah tetap khawatir bahwa beras akan defisit, sebenarnya yang terjadi bukan defisit secara nasional. ”Defisit terjadi di beberapa provinsi yang memang bukan wilayah penghasil beras. Tetapi, defisit beras secara nasional bisa saja terjadi jika pemerintah salah keputusan dan langkahnya,” ujarnya.
Keputusan salah, menurut Amal antara lain, memangkas anggaran Kementerian Pertanian. ”Itu yang justru membuat produksi beras akan turun. Keputusan yang salah ini diikuti langkah yang salah pula, seperti memerintahkan BUMN mencetak sawah. Seterusnya akan berakibat salah hasilnya,” katanya.
Ia melanjutkan, persoalan defisit beras di beberapa provinsi seharusnya diatasi dengan penanganan logistik dan distribusi. Banyak provinsi yang surplus dapat mengirimkan ke provinsi terdekat yang membutuhkan. ”Bukan langsung reaktif, ’Kita cetak sawah baru!’. Duitnya dari mana?” kata Amal.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut Presiden Joko Widodo telah memerintahkan perusahaan BUMN membuka lahan persawahan baru demi mengantisipasi ancaman krisis pangan akibat pandemi virus korona Covid-19. ”Lahan basah dan lahan gambut di Kalimantan Tengah lebih dari 900.000 hektar. Sudah siap 300.000 hektar,” kata Airlangga seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi, Selasa lalu.
Itu yang justru membuat produksi beras akan turun. Keputusan yang salah ini diikuti dengan langkah yang salah pula, seperti memerintahkan BUMN mencetak sawah. Seterusnya akan berakibat salah hasilnya.
Amal meragukan kemampuan BUMN yang ditugaskan untuk mencetak ribuan hektar sawah baru. Menurut dia, mencetak sawah baru dalam skala ratusan ribu hektar harus melalui kajian mendalam dan komprehensif.
”Ini bukan perkara bercocok tanam. Ini perkara manajemen kawasan yang jika salah langkah, dampaknya akan ke mana-mana. Dan sepertinya keputusan ini sudah salah sejak dalam pikiran. Anggap saja semua aturan ditabrak dan dapat persetujuan DPR karena DPR hari ini 100 persen sama dengan zaman Orde Baru. Hanya mengangguk dan koor setuju. Hanya lembaga stempel. Pertanyaanya, duitnya dari mana? Mengapa anggaran Kementan malah dipangkas sangat besar?” kata Amal.
Menurut Amal, daripada mencetak ribuan hektar sawah baru dan menugaskan kebijakan tersebut ke BUMN, sementara anggaran Kementerian Pertanian juga terpangkas banyak untuk penanganan wabah Covid-19, sebaiknya pemerintah mengintensifkan lahan sawah dan lahan pinggiran hutan untuk meningkatkan produksi padi dan jagung.
”Pertahankan subsidi benih. Januari 2020 pemerintah sudah pangkas lebih dari 60 persen alokasi pupuk subsidi. Kembalikan anggaran itu, dan tambah subsidinya. Toh petani miskin penerima subsidi,” katanya.
Amal menjelaskan, di pinggiran hutan jati di Pulau Jawa, ada lebih dari 800.000 hektar lahan yang bisa ditanam jagung. Sebagian bisa dan sudah terbiasa serta diandalkan untuk produksi jagung. ”Selain itu, ada ribuan hektar yang bisa ditanam padi. Sebagian besar bisa untuk padi gogo,” katanya.
Kalau dianggap kurang, menurut dia, hal yang sama bisa dilakukan di Sumatera dan Kalimantan. ”Setiap tahun sedikitnya 5 persen luasan lahan sawit harus di-replanting. Saat replanting, petani sawit tetap butuh makan dan membiayai anaknya sekolah di Jawa. Berdayakan mereka. Sudah terbukti. Padi gogo bisa berhasil di lahan sawit yang sedang replanting. Para peneliti kita di kampus sudah banyak yang menghasilkan benih padi gogo. Kita punya balai benih keren Sukamandi. Kita punya benih Inpago, padi gogo tahan panas dan lahan kering,” katanya.
Untuk jagung, menurut Amal, petani di Sumatera sudah sangat terbiasa memanfaatkan lahan sawit tua dan lahan replanting untuk menanam jagung. Apalagi wilayah Sumut, industri pakan ternak cukup besar. (*)