Realisasi pelaporan SPT 2020 diperkirakan lebih rendah dari 2019, yang mencapai 12 juta wajib pajak. Kendati realisasi relatif rendah, tenggat pelaporan SPT tidak akan diperpanjang lagi.
Oleh
karina isna irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sehari menjelang tenggat pelaporan, wajib pajak yang sudah melaporkan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan baru 10,28 juta atau sekitar 57,11 persen dari target. Pelaporan SPT relatif rendah karena terbatasnya ruang gerak otoritas pajak di tengah pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, realisasi pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan per 29 April 2020 mencapai 10,28 juta wajib pajak. Angka itu 57,11 persen dari total wajib pajak yang wajib lapor SPT sekitar 18 juta. Tenggat pelaporan SPT pada 30 April 2020.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama, Rabu (29/4/2020), menuturkan, realisasi pelaporan SPT 2020 diperkirakan lebih rendah dari 2019, yang mencapai 12 juta wajib pajak. ”Kendati realisasi relatif rendah, tenggat pelaporan SPT tidak akan diperpanjang lagi,” katanya.
Realisasi pelaporan SPT 2020 diperkirakan lebih rendah dari 2019, yang mencapai 12 juta wajib pajak. Kendati realisasi relatif rendah, tenggat pelaporan SPT tidak akan diperpanjang lagi.
Sebelumnya, otoritas pajak telah memperpanjang tenggat pelaporan SPT dari 30 Maret 2020 menjadi 30 April 2020 karena pertimbangan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa daerah.
Menurut Hestu, rendahnya realisasi pelaporan SPT dipengaruhi dua faktor utama. Di satu sisi, banyak wajib pajak belum mampu melaksanakan kewajiban perpajakan secara mandiri. Namun, di sisi lain, ruang gerak otoritas pajak untuk memberikan pendampingan dan melakukan pertemuan langsung terbatas dalam kondisi pandemi.
”Otoritas pajak biasanya membuat kelas-kelas pajak di Kantor Pajak Pratama (KPP), atau memberi pendampingan pengisian SPT tahunan bagi karyawan perusahaan. Itu sangat membantu para wajib pajak,” kata Hestu yang dihubungi Kompas di Jakarta.
Di tengah pandemi Covid-19, kelas pajak dan pertemuan langsung tatap muka tidak memungkinkan. Sebagai gantinya, Direktorat Jenderal Pajak memperbanyak konten edukasi panduan pengisian SPT di laman media sosial dan situs resmi. Video tutorial pengisian SPT juga disiapkan untuk memudahkan wajib pajak.
Hestu mengatakan, tenggat pelaporan SPT pajak tidak akan diperpanjang, tetapi kelengkapan lampiran keterangan dan atau dokumen dapat dilaporkan paling lambat 30 Juni 2020. Relaksasi penyampaian kelengkapan dokumen SPT ini berlaku untuk wajib pajak badan ataupun orang pribadi.
Saat melaporkan SPT, wajib pajak badan dapat mengganti laporan keuangan menjadi transkrip elemen laporan keuangan secara garis besar, sementara wajib pajak orang pribadi dapat mengganti laporan keuangan dengan neraca sederhana. Pelaporan SPT dilakukan secara elektronik melalui laman www.pajak.go.id/laporan-tahunan.
”Memang diperlukan juga perubahan pola pikir dari wajib pajak untuk lebih mandiri mempelajari dan melaksanakan kewajiban pajaknya,” ujar Hestu.
Research Manager Center for Indonesia Taxation Analysis Fajry Akbar berpendapat, faktor nonfiskal, yaitu PSBB, paling memengaruhi pelaporan SPT tahun ini. Di tengah pandemi, wajib pajak kesulitan melapor SPT karena tidak semua dokumen dapat didigitalisasi. Beberapa dokumen juga memerlukan tanda tangan basah.
Evaluasi
Fajry menambahkan, rendahnya realisasi pelaporan SPT mesti menjadi perhatian Direktorat Jenderal Pajak. Relaksasi pelaporan kelengkapan dokumen SPT mungkin belum berjalan efektif atau sosialisasi belum optimal. Berkaca dari pengalaman, banyak wajib pajak mepet dalam melaporkan SPT.
Direktoral Jenderal Pajak juga perlu mempertimbangkan konsekuensi arus kas pemerintah dalam jangka menengah apabila pelaporan SPT kembali diperpanjang. Dana penanganan Covid-19 yang dianggarkan pemerintah cukup besar. Jika arus kas tidak berjalan baik, beberapa program penanganan Covid-19 tidak bisa berjalan.
”Sebenarnya, waktu yang diberikan sudah mencukupi. Empat bulan setelah masa waktu wajib pajak berakhir, ditambah wajib pajak badan bisa memohon perpanjangan ke DJP,” kata Fajry.
Direktoral Jenderal Pajak juga perlu mempertimbangkan konsekuensi arus kas pemerintah dalam jangka menengah apabila pelaporan SPT kembali diperpanjang.
Hasil riset Danny Darussalam Tax Center, pemberian fasilitas berupa keringanan administrasi pajak paling banyak diberikan oleh negara-negara di dunia, yaitu 89 negara atau yuridiksi. Keringanan administrasi pajak berupa penundaan penyampaian SPT, pengunduran tenggat pelaporan beberapa dokumen, dan penghapusan sanksi.
Menurut peneliti Danny Darussalam Tax Center, B Bawono Kristiaji, Indonesia termasuk negara yang relatif progresif dalam merilis instrumen pajak. Di tengah pandemi Covid-19, paradigma pajak memang harus diubah bukan untuk mengoptimalkan penerimaan, melainkan guna menjaga situasi ekonomi dan menanggulangi dampak pandemi yang semakin eksponensial.