Restrukturisasi kredit dan pembiayaan mulai diberlakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebanyak 26.497 debitor di DIY telah mendapat restrukturisasi atau keringanan kredit dan pembiayaan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 26.497 debitor di Daerah Istimewa Yogyakarta mendapat restrukturisasi atau keringanan kredit dan pembiayaan dari industri keuangan. Nilai total dari restrukturisasi itu mencapai Rp 2,7 triliun. Keringanan itu bagian dari kebijakan pemerintah yang bertujuan mengurangi beban masyarakat yang terkena dampak ekonomi penyebaran penyakit Covid-19.
”Di DIY, sampai dengan hari Jumat (24/4/2020), jumlah debitor yang sudah mendapat restrukturisasi sebanyak 26.497 debitor. Itu hasil rekapan kami,” kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Parjiman dalam rapat koordinasi dengan DPRD DIY, Selasa (28/4/2020), di Yogyakarta.
Parjiman menjelaskan, pemberian restrukturisasi kredit dan pembiayaan itu dilakukan berdasarkan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020. Restrukturisasi tersebut diberikan kepada debitor yang terkena dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19. Debitor yang menerima keringanan itu merupakan debitor dari perbankan, perusahaan pembiayaan, ataupun lembaga industri keuangan yang lain.
”Dalam rangka menyikapi penyebaran Covid-19, OJK ikut merasakan juga sehingga keluarlah kebijakan stimulus ini. Maksud dari kebijakan stimulus ini adalah memberi keringanan terhadap nasabah atau debitor,” ujar Parjiman.
Parjiman memaparkan, debitor yang terkena dampak pandemi Covid-19 dipersilakan mengajukan restrukturisasi kepada lembaga pemberi kredit dan pembiayaan. Sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020, lanjut Parjiman, restrukturisasi kredit dan pembiayaan itu bisa dilakukan melalui enam skema.
Skema restrukturisasi tersebut misalnya berupa penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu kredit atau pembiayaan, pengurangan tunggakan pokok, dan pengurangan tunggakan bunga. Bentuk lain dari restrukturisasi itu adalah penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan serta konversi kredit atau pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.
Ini tergantung dari hasil negosiasi antara debitor dan kreditor.
”Untuk penurunan suku bunga, misalnya, awalnya suku bunganya 10 persen, tetapi dengan kondisi saat ini bisa diturunkan, katakanlah menjadi 5 persen atau bahkan 2 persen. Ini tergantung dari hasil negosiasi antara debitor dan kreditor,” ungkap Parjiman.
Sementara itu, restrukturisasi dengan perpanjangan jangka waktu kredit atau pembiayaan juga bisa memberikan keringanan kepada debitor. Sebab, perpanjangan jangka waktu itu otomatis akan mengurangi nilai angsuran yang harus dibayarkan debitor per bulannya.
”Misalnya awalnya jangka waktu 1 tahun, lalu diperpanjang menjadi 2 tahun. Ini tentu akan meringankan debitor karena awalnya angsurannya Rp 2 juta menjadi Rp 1 juta,” kata Parjiman.
Parjiman menuturkan, saat ini, restrukturisasi kredit dan pembiayaan itu telah mulai dilakukan di DIY. Dia menambahkan, dari 26.497 debitor di DIY yang telah mendapat keringanan, total nilai restrukturisasi mencapai Rp 2,7 triliun. Para debitor yang mendapat restrukturisasi itu adalah debitor dari perbankan dan lembaga keuangan lain, termasuk lembaga keuangan yang memberi pembiayaan atau leasing kendaraan bermotor.
Pertimbangan
Parjiman menyatakan, pemberian restrukturisasi kredit dan pembiayaan itu tidak hanya mempertimbangkan kondisi atau kemampuan finansial debitor. Namun, kemampuan lembaga keuangan yang memberi kredit dan pembiayaan juga harus dipertimbangkan.
”Kalau misalnya semua debitor itu menginginkan pembayaran ditunda satu tahun, tentunya bank enggak ada pendapatan selama satu tahun. Padahal, bank harus membayar bunga atau bagi hasil kepada nasabah yang menyimpan uang di sana,” papar Parjiman.
Menurut Parjiman, apabila restrukturisasi diberikan tanpa mempertimbangkan kondisi lembaga keuangan yang memberikan kredit dan pembiayaan, maka lembaga keuangan yang ada bisa mengalami kebangkrutan. ”Sektor jasa keuangan harus tetap kita jaga keberlangsungannya. Jangan sampai mereka berbondong-bondong memberikan restrukturisasi, tetapi di akhir masa restrukturisasi mereka kolaps,” tuturnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY Hilman Tisnawan menyatakan, lembaga keuangan di DIY memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam melakukan restrukturisasi kredit dan pembiayaan. Apalagi, di DIY terdapat banyak bank perkreditan rakyat (BPR) yang berukuran kecil.
”Untuk restrukturisasi, setiap bank kemampuannya berbeda. Kalau bank-bank besar masih mampu melakukan restrukturisasi, tetapi di Yogyakarta ini banyak juga BPR. BPR-BPR itu jangan-jangan untuk restrukturisasi tidak mampu,” ungkap Hilman.