Sebagian Pabrik Pengolahan Susu Tolak Beli Susu dari Peternak
Peternak tertarik menjual susu tanpa perjanjian di atas kertas karena ada iming-iming harga beli yang lebih tinggi. Padahal, harga tinggi tetapi kontinuitasnya tidak bisa dijamin juga akan sangat merugikan peternak
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Penurunan daya beli masyarakat disinyalir menurunkan pembelian produk susu oleh masyarakat. Dampaknya, sebagian pabrik pengolahan susu mengurangi bahkan menolak membeli susu dari peternak.
Sekretaris Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Timur Sulistyanto, Senin (27/4/2020), mengatakan, ada dua kondisi berbeda terkait pembelian produk susu di Tanah Air selama masa pandemi Covid-19. Untuk industri baru pengolahan susu, dengan produk susu cair, misalnya susu pasteurisasi, memang bisa jadi terdampak dengan turunnya daya beli masyarakat.
”Hal itu membuat mereka tidak bisa menyerap produk susu dari peternak rakyat. Oleh karena itu, ada produk susu dari koperasi di Pasuruan dan Malang yang tertolak oleh pabrik di Jawa Barat dengan alasan kualitas tidak baik. Padahal, selama ini, susu Jatim sudah sangat bagus,” katanya.
Menurut Sulistyanto, produksi susu dari peternak Pasuruan yang tertolak tersebut sekitar 75 ton dan dari peternak Jabung (Malang) 20 ton. Susu itu berasal dari ribuan peternak. Lantaran tidak bisa membawa susu tersebut kembali ke Jawa Timur, peternak terpaksa membuang susu itu.
Produksi susu dari peternak Pasuruan yang tertolak tersebut sekitar 75 ton dan dari peternak Jabung (Malang) 20 ton. Lantaran tidak bisa membawa susu tersebut kembali ke Jawa Timur, peternak terpaksa membuang susu itu.
Hal tersebut terjadi karena belum ada komitmen kerja sama di atas kertas terkait kewajiban perusahaan membina peternak dalam kondisi apa pun, termasuk saat pandemi Covid-19. Komitmen yang dilakukan itu biasanya secara lisan.
”Para peternak tertarik menjual susu tanpa perjanjian di atas kertas karena ada iming-iming harga beli yang lebih tinggi. Padahal, harga tinggi tetapi kontinuitasnya tidak bisa dijamin juga akan sangat merugikan peternak,” ujarnya.
Untuk itu, Sulistyanto berharap, Kementerian Perindustrian mengeluarkan aturan baku terkait industri pengolahan produk susu seperti produk susu cair yang terus bermunculan di Tanah Air. Industri pengolahan susu cair juga harus memberikan pembinaan kepada peternak.
”Jangan sampai ada lagi upaya lepas tangan dan menolak bertanggung jawab atas susu peternak rakyat. Kedua belah pihak harus sama-sama bertanggung jawab,” katanya.
Komitmen industri besar
Sementara itu, untuk susu produk petani rakyat yang selama ini dibeli oleh industri besar, kondisinya aman. Industri besar tersebut tetap berkomitmen menerima susu dari peternak Jawa Timur seperti sebelum-sebelumnya.
”Hal ini yang kami pegang untuk disampaikan kepada peternak rakyat agar mereka tidak resah. Bahwa, produk susu mereka saat ini tetap aman dan tetap diserap industri,” ucap Sulistyanto.
Selama ini, menurut data GKSI Jatim, provinsi tersebut merupakan penyuplai susu terbesar di Tanah Air dengan total produksi 1.300 ton per hari. Jumlah itu didapat dari 96.000 peternak dan 206.000 populasi ternak.
Adapun Jawa Tengah menyuplai produksi susu sebesar 200 ton per hari. Sementara Jawa Barat menyuplai susu sebesar 500 ton per hari.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian merevisi peraturan penyediaan dan peredaran susu. Dalam aturan terbaru, impor produk susu semakin dibebaskan. Oleh karena itu, peternak membutuhkan kepastian dan jaminan penyerapan susu segar dalam negeri.
Kementerian Pertanian mengubah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 30/2018 menjadi Permentan No 33/2018 yang diundangkan pada 1 Agustus 2018. Permentan baru ini merupakan revisi kedua dari Permentan 26/2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.
Pada peraturan terbaru, tidak ada sanksi lagi bagi pelaku usaha pengolahan susu yang tidak bermitra untuk menyerap susu dalam negeri. Pada peraturan sebelumnya, ada sanksi berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan usaha, dan pencabutan izin usaha (Permentan No 30/2018) serta tidak diberikannya izin impor selama setahun (Permentan No 26/2017).
Akibat perubahan peraturan itu, peternak khawatir harga susu segar dalam negeri semakin jatuh. ”Industri pengolahan susu semakin tidak memiliki kewajiban moral untuk menyerap susu segar dalam negeri. Kalaupun mereka butuh, harga yang ditetapkan ditakutkan akan semena-mena,” kata Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia Agus Warsito.
Oleh karena itu, Agus berharap, pemerintah menjamin harga dan kepastian penyerapan susu dalam negeri. Jika tidak ada jaminan, peternak sapi perah akan beralih ke hewan ternak lain. (M PASCHALIA JUDITH J)