Rupiah Masih Akan Fluktuatif dan Berpotensi Menguat Pekan Ini
Dari sisi internal, pergerakan rupiah dipengaruhi keputusan pemerintah melarang mudik. Dengan keputusan yang tegas untuk penanganan Covid-19, arus modal asing bisa kembali masuk pasar valas dan obligasi.
Oleh
dimas waraditya nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang pekan ini, pergerakan nilai tukar rupiah diprediksi masih akan fluktuatif akibat munculnya sejumlah sentimen. Meski melemah di awal pekan, rupiah berpotensi menguat pada perdagangan hari-hari berikutnya.
Berdasarkan kurs nilai tukar Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Senin (27/4/2020), rupiah berada di level Rp 15.591 per dollar AS, melemah 38 poin dari akhir pekan lalu. Adapun di pembukaan perdagangan spot, rupiah berada di posisi Rp 15.455 per dollar AS, melemah 55 poin dari perdagangan sebelumnya.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan, meski pergerakan nilai tukar rupiah cenderung melemah pada perdagangan awal pekan ini, rupiah berpotensi kembali menguat seiring hadirnya sejumlah sentimen positif global.
Sentimen utama berupa stimulus tambahan yang akan digelontorkan oleh Pemerintah Amerika Serikat karena Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan tambahan sekitar 4,427 juta orang menganggur pada pekan lalu. Total pengangguran AS selama lima minggu terakhir mencapai 26,5 juta orang.
”Dari sisi internal, pergerakan rupiah dipengaruhi keputusan pemerintah melarang mudik. Dengan keputusan yang tegas untuk penanganan Covid-19, arus modal asing bisa kembali masuk pasar valuta asing dan obligasi,” ujarnya.
Dari sisi internal, pergerakan rupiah dipengaruhi keputusan pemerintah melarang mudik. Dengan keputusan yang tegas untuk penanganan Covid-19, arus modal asing bisa kembali masuk pasar valuta asing dan obligasi.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, faktor fundamental akan memengaruhi arah dari pergerakan rupiah secara keseluruhan. Sementara, terdapat faktor teknikal akan memengaruhi naik turunnya pergerakan rupiah dalam jangka pendek.
Secara fundamental, nilai rupiah masih berada di bawah nilai kewajaran mengingat posisi inflasi saat ini yang rendah, serta defisit transaksi berjalan pada triwulan I-2020 akan lebih rendah dari 1,5 persen produk domestik bruto.
”Hal yang membuat nilai tukar rupiah tidak sesuai dengan kondisi fundamental adalah faktor teknikal yang menjadi sentimen negatif bagi pasar, di antaranya jatuhnya harga minyak dunia yang jatuh dan faktor geopolitik di Semenanjung Korea,” kata Perry.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, sentimen positif dan negatif akan datang secara bergantian untuk memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah sepanjang pekan ini. Dalam beberapa perdagangan terakhir, kepanikan pelaku pasar menghadapi pandemi Covid-19 sudah tidak seliar sebelumnya.
Ini terjadi seiring dengan meredanya peningkatan jumlah kasus positif dan banyaknya stimulus yang digelontorkan pemerintah dan bank sentral beberapa negara.
”Saat ini, beberapa negara telah siap untuk membuka karantina wilayah dan segera mengaktifkan kembali roda perekonomiannya setelah melambat untuk membatasi penyebaran Covi-19,” katanya.
Ariston menambahkan, kemajuan beberapa penelitian obat dan vaksin untuk Covid-19 menjadi sentimen positif yang mendorong gairah investor untuk mengumpulkan aset-aset berisiko lagi, termasuk rupiah. Meskipun begitu, secara garis besar pandemi belum usai dan masih mengancam perlambatan ekonomi dunia.
Pada penutupan perdagangan pekan lalu rupiah parkir di level Rp 15.400 per dollar AS, menguat 0,1 persen atau terapresiasi 15 poin pada saat semua mata uang Asia lainnya melemah. Sejak awal tahun hingga akhir pekan kemarin, rupiah telah bergerak melemah 11,06 persen terhadap dollar AS.