Pemulihan Ekonomi Bergantung Durasi Pembatasan Sosial
Kebijakan pembatasan sosial berskala besar dinilai berpengaruh pada seberapa cepat pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Saham BUMN termasuk salah satu yang mengalami pelambatan pemulihan.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemulihan ekonomi di Indonesia, yang lesu akibat pandemi Covid-19, dinilai sangat bergantung pada durasi penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Semakin lama pemberlakuan PSBB, pemulihan ekonomi perlu waktu yang juga lebih lama. Emiten perusahaan BUMN termasuk salah satu yang perlu waktu lebih panjang untuk pulih.
Demikian yang mengemuka dalam diskusi daring bertema ”Mendulang Profit dari Saham BUMN Pasca Covid-19”, Minggu (26/4/2020). Kepala Ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean dan Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menjadi narasumber dalam diskusi tersebut.
Menurut Adrian, krisis ekonomi tahun ini berbeda dengan krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia pada 1998 dan 2008. Krisis saat ini dipicu oleh pandemi Covid-19 yang ditimbulkan oleh virus korona jenis baru. Pusat penyebarannya terjadi di beberapa negara dan menjangkau lebih dari 200 negara di dunia. Krisis kali ini tiga dimensi, yaitu virus korona, pengendalian penyebaran virus, dan dampak ekonominya.
”Tingkat pengaruh ekonomi akibat pandemi Covid-19 bergantung pada bagaimana kebijakan pembatasan sosial diberlakukan dan berapa lama durasinya,” kata Adrian.
Dibandingkan dengan krisis ekonomi sebelumnya, kata Adrian, penuntasan krisis kali ini akan lebih sulit lantaran timbulnya polarisasi, seperti Rusia dengan negara Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), persaingan China dengan Amerika Serikat, dan kelompok negara kaya dengan negara miskin.
Apalagi, sejumlah analisis menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 membutuhkan waktu paling cepat 12-18 bulan untuk bisa diterapkan ke manusia. Artinya, kemungkinan besar pandemi Covid-19 baru selesai pada semester I-2021.
Dampak ekonomi dari pembatasan sosial turut menciptakan sejumlah perubahan perilaku konsumen. Masyarakat kelas bawah akan melakukan substitusi kebutuhan bahan pokok ke yang lebih murah. Adapun masyarakat kelas menengah mencoba berbelanja produk yang sebelumnya tidak dibeli. Semua itu berdampak pada indeks penjualan ritel.
Bagi Alfred, selain masalah durasi pemberlakuan PSBB, pemulihan ekonomi bisa berlangsung lebih cepat apabila ada kerja sama global yang dilakukan banyak negara di dunia. Ia membandingkan krisis ekonomi 1998 yang membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi 72 persen dan butuh waktu delapan bulan untuk pulih. Adapun krisis ekonomi 2008 membuat IHSG terkoreksi 60 persen dan memerlukan waktu 16 bulan untuk pulih dari level terendah.
Pemulihan ekonomi bisa berlangsung lebih cepat apabila ada kerja sama global.
”Pada Maret (2020) lalu, IHSG terkoreksi sampai 38 persen atau berada di level terendah. Koreksi tersebut akan pulih apabila ada kerja sama global dari banyak negara di dunia, selain tentu saja dengan mempertimbangkan faktor durasi pembatasan sosial. Semakin lama durasinya, semakin panjang pula pemulihan ekonominya,” kata Alfred.
Menyinggung dampak pandemi Covid-19 bagi emiten BUMN, menurut Alfred, pemulihannya bakal lebih lama dibandingkan dengan pemulihan saat krisis ekonomi sebelumnya di Indonesia. Kinerja BUMN yang kurang baik dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu penyebabnya. Kebijakan pembelian kembali saham BUMN bergantung pada reaksi pasar yang cenderung menunggu (wait and see).
”Saat krisis 1998, saham BUMN pulih lebih cepat dan menjadi motor penggerak pemulihan IHSG. Sementara krisis tahun ini, saham BUMN lebih lambat pemulihannya dibandingkan dengan saham-saham non-BUMN,” ujar Alfred.
Sebelumnya, berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI), aliran modal asing yang masuk ke Indonesia pada 13-20 April 2020 melalui instrumen Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 4,37 triliun. Pada periode yang sama, aliran modal asing yang keluar dari pasar saham Rp 2,8 triliun. Maka, aliran dana masuk ke pasar modal Indonesia secara neto Rp 1,57 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, ada dua faktor yang menyebabkan modal asing mengalir ke dalam negeri, terutama melalui pasar SBN. Pertama, selisih imbal hasil antara SBN dan obligasi negara lainnya yang tinggi. Kedua, premi risiko turun secara bertahap terjadi di pasar Indonesia.
”Menariknya, SBN terukur dari indikator selisih imbal hasil SBN bertenor 10 tahun dengan US Treasury (obligasi Pemerintah Amerika Serikat) sebesar 7,1 persen,” ujar Perry (Kompas, 23/4/2020).