Transportasi ke Luar Daerah Terbatas, Harga Ikan di Natuna Anjlok
Pembatasan mobilitas saat pandemi Covid-19 membuat penjualan hasil tangkap nelayan di Natuna tersendat. Pasokan ikan yang berlebih di pasar lokal membuat harga kian anjlok.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pembatasan mobilitas saat pandemi Covid-19 membuat penjualan hasil tangkap nelayan di Natuna, Kepulauan Riau, tersendat. Hasil laut yang berlimpah setelah musim angin utara berlalu tidak bisa dibawa ke luar daerah. Akibatnya, harga ikan jadi anjlok karena pasokan di pasar lokal berlebih.
Ketua Rukun Nelayan Lubuk Lumbang di Kecamatan Bunguran Timur Suherman, Jumat (24/4/2020), mengatakan, sulit memasarkan ikan ke Tanjung Pinang dan Batam sejak jalur laut dan udara dibatasi untuk mencegah Covid-19. Kini mereka terpaksa menjual ikan dengan harga rendah di pasar lokal.
”Sebenarnya masih ada beberapa kapal yang datang, misalnya kapal dari Hong Kong. Namun, mereka hanya mau membeli ikan hidup, sedangkan hasil tangkap mayoritas nelayan di Natuna adalah ikan yang sudah mati,” kata Suherman.
Padahal, hasil tangkapan sedang berlimpah seiring berakhirnya musim angin utara. Maret hingga Juni adalah peralihan dari ganasnya musim angin utara kepada makmurnya musim angin selatan. Pada periode inilah seharusnya nelayan bisa menikmati hasil tangkapan yang berlimpah setelah selama empat bulan berhenti melaut karena gelombang tinggi saat musim angin utara.
Keterbatasan transportasi dan berlimpahnya hasil tangkapan membuat stok ikan menumpuk di pasar lokal. Pembina Kelompok Nelayan Teluk Baruk di Kecamatan Bunguran Timur Mursalim mengatakan, kini harga ikan tongkol anjlok dari Rp 17.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 4.000 per kg. Harga ikan komoditas ekspor, anguli, juga jatuh dari Rp 60.000 per kg menjadi Rp 20.000 per kg.
Harga ikan tongkol anjlok dari Rp 17.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 4.000 per kg.
”Walaupun di laut sekarang sedang banyak ikan, tetapi nelayan banyak yang tidak melaut karena harganya sangat murah. Sebagian kini beralih jadi petani kopra atau cengkeh,” ujar Mursalim.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Natuna Zakimin mengatakan, selama masa pandemi, jadwal kapal tol laut dikurangi dari dua kali menjadi satu kali dalam sebulan. Pengusaha kapal dagang juga banyak yang menghentikan operasi untuk sementara karena takut anak buahnya terjangkit Covid-19.
”Pembatasan mobilitas selama pandemi ini sangat terasa dampaknya bagi nelayan Natuna karena kami bergantung pada daerah lain, seperti Batam, Tanjung Pinang, dan Jakarta, untuk memasarkan hasil laut,” kata Zakimin.
Penangkapan ilegal
Menurunnya aktivitas nelayan di Natuna itu dimanfaatkan kapal asing menangkap ikan secara ilegal. Data Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, selama Januari hingga April, ada 23 kapal asing ditangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 Laut Natuna Utara.
“Selama pandemi Covid-19 melanda, penangkapan ikan secara ilegal di Laut Natuna Utara cenderung meningkat. Dalam beberapa hari ini saja, kami sudah menangkap tiga kapal asing di sana,” kata Direktur Jenderal PSDKP TB Haeru, Rahayu, di Batam, Kamis (23/4/2020).
Kasus terakhir, tiga kapal Vietnam terpantau menangkap ikan secara ilegal di Laut Natuna Utara, Senin (20/4/2020). Petugas PSDKP menangkap dua kapal. Satu lainnya tenggelam karena melawan dengan menabrakkan kapal saat akan ditangkap. Akibat peristiwa tersebut, empat anak buah kapal asing hilang.
Menurut Direktur Pemantauan dan Operasi Armada PSDKP Pung Nugroho Saksono, penangkapan ikan ilegal di Laut Natuna Utara kembali marak setelah para nelayan dari Pantura Jawa, yang sebelumnya dimobilisasi, kini berhenti melaut. Hal itu dimanfaatkan kapal asing untuk masuk lagi ke ZEE Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, perikanan tangkap dan ekspor hasil laut harus tetap berjalan dengan memprioritaskan protokol kesehatan dan pencegahan Covid-19. Ia mengimbau kepala daerah mengalokasikan APBD untuk membeli produk perikanan (Kompas, 20/4/2020).