Sejalan dengan penghentian layanan kapal penumpang, pemerintah hanya menyediakan angkutan logistik dan kapal perintis untuk daerah tertinggal, terpencil, terdepan, dan perbatasan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni meniadakan angkutan penumpang sejak 24 April hingga 8 Juni. Perusahaan sudah tidak menjual tiket kepada calon penumpang mulai Jumat (24/4/2020).
Di Terminal Keberangkatan dan Kedatangan, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, terlihat lengang. Aktivitas layanan hanya terlihat untuk angkutan logistik. ”Manajemen memutuskan tidak menjual tiket kepada pelanggan hingga 8 Juni,” ujar Kepala Kesekretariatan Perusahaan Pelni Yahya Kuncoro.
Pelni tengah berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan untuk mengatur trayek supaya dapat berjalan maksimal. Pada saat yang sama, Pelni menyiapkan seluruh kapal penumpang untuk melayani logistik. Menurut Yahya, sekitar 50 persen kapal angkutan penumpang punya ruang untuk mengangkut kontainer hingga kendaraan. Manajemen akan memaksimalkan ruang-ruang tersebut agar pemenuhan kebutuhan logistik dapat terjaga, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur.
Pelni tetap mengoperasikan kapal perintis untuk daerah tertinggal, terpencil, terdepan, dan perbatasan supaya mobilitas warga untuk bekerja dan pemenuhan kebutuhan pokok tetap berjalan. Terdapat 45 trayek kapal perintis ke 275 pelabuhan dengan 3.739 ruas.
Operasional ini berjalan sesuai protokol kesehatan dengan memeriksa kondisi kesehatan kru yang bertugas. ”Kami pastikan semua kru dalam keadaan sehat dan memenuhi standar melakukan pelayaran,” ujarnya.
Beberapa kapal yang akan beroperasi pergi-pulang adalah KM Sinabung, yang menggantikan rute KM Kelud. Kapal akan berlayar pada 24 April dari Tanjung Priok dengan rute Kijang-Batam-Belawan.
KM Gunung Dempo beroperasi 24 April dengan rute Tanjung Priok-Surabaya-Makassar-Ambon-Sorong-Jayapura. Kapal melakukan omisi di Manokwari, Nabire, Wasior, serta deviasi di Ambon.
KM Labobar berangkat dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada 27 April dengan rute Makassar-Parepare-Balikpapan-Tarakan-Nunukan-Pantoloan.
KM Ciremai berangkat dari Tanjung Priok pada 29 April dengan rute Surabaya-Makassar-Baubau-Sorong-Biak-Jayapura. Kapal singgah dan mengisi bahan bakar (omisi) di Manokwari serta deviasi di Namlea.
KM Dobonsolo berangkat pada 4 Mei dengan rute Tanjung Priok-Surabaya-Makassar-Baubau-Ambon-Sorong-Serui-Jayapura. KM Nggapulu akan berangkat pada 6 Mei dengan rute Tanjung Priok-Surabaya-Makassar-Baubau-Ambon-Tual-Dobo. Kapal melakukan omisi di Banda, Kaimana, dan Fakfak.
Larang mudik
Pemerintah melarang sementara penggunaan sarana transportasi umum di jalur darat, udara, dan laut. Larangan serupa berlaku untuk kendaraan pribadi roda empat ataupun roda dua. Ketentuan ini berlaku untuk perjalanan dengan tujuan keluar dan/atau masuk wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek dan wilayah lain yang telah menetapkan pembatasan sosial berskala besar atau masuk wilayah zona merah penyebaran Covid-19.
Keputusan larangan mudik diambil Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas kabinet, 21 April. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. Hasil kajian pakar epidemiologi mengindikasikan potensi penambahan pasien positif Covid-19 mencapai 200.000 orang jika sekitar 20 persen penduduk Jabodetabek mudik.
Peraturan Menteri Perhubungan tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik Idul Fitri 1441 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19 yang menjadi basis operasional pelarangan sudah terbit pada Kamis malam.
”Ruang lingkup peraturan ini larangan sementara penggunaan sarana transportasi umum, baik untuk transportasi darat, laut, udara, maupun kereta api, serta kendaraan pribadi ataupun sepeda motor,” tutur Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati, Kamis sore.
Terdapat pengecualian untuk angkutan logistik atau barang kebutuhan pokok, kendaraan pengangkut obat-obatan, kendaraan pengangkut petugas, kendaraan pemadam kebakaran, ambulans, dan mobil jenazah.