Pelaksanaan Program Kartu Prakerja Harus Transparan
Penggunaan dana yang berasal dari APBN harus dijelaskan ke publik. Bagaimana pertanggungjawaban penggunaannya? Kenapa uang mengalir ke mitra-mitra platform itu? Apa relevansi pelatihan itu bagi pekerja?

Petugas membantu calon penerima mengakses situs Prakerja.go.id untuk mendaftar program Kartu Prakerja di Posko Layanan Pendampingan di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Senin (13/4/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah sudah mencairkan Rp 596,79 miliar dari anggaran program Kartu Prakerja untuk biaya kelas pelatihan dan insentif peserta gelombang pertama. Kini, sejumlah kalangan menuntut agar pemerintah menjalankan prinsip akuntabilitas dan transparansi dalam menyelenggarakan program dengan alokasi dana senilai total Rp 20 triliun itu.
Dari total anggaran Rp 20 triliun Kartu Prakerja, pemerintah mengalokasikan Rp 5,6 triliun untuk membayar biaya kelas-kelas pelatihan daring yang disediakan perusahaan platform dan lembaga-lembaga pelatihan yang bekerja sama dengan mereka.
Sisanya, sebanyak Rp 14,4 triliun, dialokasikan sebagai biaya bantuan sosial untuk peserta Kartu Prakerja. Setiap pekerja dan pelaku usaha kecil yang menjadi peserta program mendapat Rp 3,55 juta yang ditransfer ke rekening virtual masing-masing perserta.
Rp 1 juta dipakai untuk membayar kelas pelatihan yang dipilih, sedangkan Rp 2,55 juta adalah insentif yang akan dicairkan bertahap. Syarat mendapat insentif, peserta wajib menyelesaikan satu kelas pelatihan.
Per Kamis (23/4/2020), ada 168.111 peserta gelombang pertama yang sudah menerima saldo nontunai di rekening virtual mereka masing-masing. Adapun gelombang kedua direncanakan akan ditutup Kamis. Proses seleksi peserta tahap kedua akan berproses selama akhir pekan.
Baca juga: Dana Kartu Prakerja Sudah Ditransfer, Insentif Tidak Bisa Langsung Cair

Pemerhati kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagio, Kamis mengatakan, mengingat jumlah uang negara yang tidak sedikit, pemerintah harus transparan dalam mengelola program Kartu Prakerja. Beberapa hal yang masih menjadi pertanyaan perlu dibuka ke publik, mulai dari proses pemilihan delapan mitra platform digital selaku penyelenggara pelatihan sampai seleksi peserta Kartu Prakerja yang sudah masuk gelombang kedua.
Setiap peser kas negara yang dikeluarkan, apalagi di tengah kondisi pandemi saat ini, patut dipertanggungjawabkan sejelas mungkin ke publik. Berhubung kini anggaran mulai dicairkan sebagian, pemerintah perlu menjelaskan, bahkan membuka dokumen perjanjian kerja sama dengan mitra.
”Penggunaan dana yang berasal dari APBN harus dijelaskan ke publik. Bagaimana pertanggungjawaban penggunaan uang itu? Kenapa uang mengalir ke mitra-mitra platform itu? Apa relevansinya pelatihan dilakukan ketika yang dibutuhkan pekerja adalah biaya hidup sehari-hari?” kata Agus saat dihubungi di Jakarta.
Setiap peser kas negara yang dikeluarkan, apalagi di tengah kondisi pandemi saat ini, patut dipertanggungjawabkan sejelas mungkin ke publik.
Adapun delapan platform digital yang digandeng pemerintah adalah Ruangguru, Maubelajarapa, Sekolahmu, Tokopedia, Bukalapak, Pintaria, Pijar Mahir, dan Sistem Informasi Ketenagakerjaan (Sisnaker) Kementerian Tenaga Kerja. Selain Sisnaker yang adalah milik pemerintah dan Pijar Mahir milik BUMN, keenam perusahaan platform digital lainnya adalah milik swasta.
Baca juga: Pekerja Perlu Jaminan
Terkait ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan turun tangan menyelidiki mekanisme pemilihan delapan platform digital yang terlibat menjalankan program itu. Komisioner KPPU Guntur Saragih mengatakan, pihaknya akan menyelidiki ada tidaknya dugaan monopoli usaha.
Sebab, dengan alokasi anggaran Rp 5,6 triliun untuk pelatihan, program Kartu Prakerja sejak awal seharusnya membuka peluang lebih besar bagi pelaku usaha lain untuk ikut serta. Selain prinsip persaingan usaha yang sehat, prinsip transparansi dan keterbukaan seharusnya dibuka.

Calon penerima mengakses situs Prakerja.go.id untuk mendaftar program Kartu Prakerja di Posko Layanan Pendampingan di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Senin (13/4/2020).
KPPU pun juga akan menyurati Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk meminta penjelasan.
”Kami mendorong kegiatan itu harus sesuai prinsip persaingan usaha yang sehat. Nanti kita lihat, bagaimana (proses pemilihan) delapan aplikator itu, mekanismenya apa, sudah sesuai atau belum,” kata Guntur.
Sementara Ombudsman RI meminta pemerintah untuk transparan menjelaskan mekanisme pemilihan, mulai dari kejelasan mekanisme pemilihan platform, alur waktunya, sampai membuka dokumen kerja sama dengan delapan perusahaan itu ke publik sebagai bentuk pertanggungjawaban.
”Ini prinsip standar dalam akuntabilitas keuangan negara. Bahkan, perkembangan setiap minggu harus di-update ke publik dengan rinci, berapa yang sudah lolos, siapa-siapa saja mereka,” kata Komisioner Ombudsman RI, Alamsyah Saragih.
Ibarat belanja ke warung
Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana Panji W Ruky mengakui, delapan platform yang digandeng pemerintah sebagai mitra Kartu Prakerja itu tidak melalui proses tender ataupun penunjukan langsung sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Hal itu tidak dilakukan karena tidak ada penyelenggaraan barang atau jasa yang dibayarkan pemerintah ke perusahaan-perusahaan yang menjadi mitra. Pemerintah sekadar bekerja sama untuk memberi bantuan dana pelatihan dan insentif bagi masyarakat.
”Uang tidak ditransfer ke perusahaan platform digital, tetapi ke rekening peserta,” ujarnya.

Menurut Panji, pemerintah resmi meneken perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan itu setelah dua payung hukum Kartu Prakerja terbit. Kedua regulasi itu adalah Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja, yang keluar pada 26 Februari 2020 dan 27 Maret 2020.
”Tidak ada penunjukan dan tender terhadap delapan platform. Penunjukan itu kalau konteksnya pemerintah membayar uang langsung ke perusahaan karena dia mengadakan barang dan jasa. Kalau ini, bentuknya adalah kerja sama, untuk memberi bantuan langsung tunai (BLT) ke masyarakat,” kata Panji.
Tidak ada penunjukan dan tender terhadap delapan platform. Penunjukan itu kalau konteksnya pemerintah membayar uang langsung ke perusahaan karena dia mengadakan barang dan jasa.
Ia mengibaratkan kedelapan perusahaan platform itu seperti bantuan sosial di mana pemerintah memberikan uang ke masyarakat, lalu masyarakat dibebaskan membelanjakan uang itu untuk belanja beras ke warung. ”Warungnya tidak kami tunjuk, tetapi masyarakat yang kami beri uang,” ujar Panji.
Demikian pula, kerja sama antara platform digital dan lembaga pelatihan adalah hubungan bisnis biasa. Platform digital, ujarnya, akan menerima transfer uang pelatihan dari rekening virtual peserta, yang kemudian disalurkan ke lembaga pelatihan. Jika platform digital mau memungut komisi jasa dari biaya pelatihan, itu tergantung perjanjian kerja sama kedua pihak. Hal itu sudah tercantum dalam Permenko.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, pemerintah tidak akan berhenti pada delapan mitra itu. Ke depan, pemerintah akan menggandeng platform digital lain untuk terlibat.
”Saat ini, sudah ada empat platform lain yang sedang kami jajaki. Mereka mengatakan tertarik dan sudah berkomunikasi dengan kami,” kata Denni.

Lembaga pelatihan
Penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik atau e-dagang menjadi jembatan bagi orang-orang yang membutuhkan pelatihan dengan lembaga penyedianya dalam program Kartu Prakerja. Meskipun terjadi polemik, e-dagang tetap menjalankan peran tersebut.
Head of Corporate Communication Bukalapak Intan Wibisono menyatakan, Bukalapak sebagai e-dagang berperan sebagai penghubung antara lembaga pelatihan dan masyarakat. ”Antusiasme (calon peserta yang mendaftar di Bukalapak) sangat positif,” ujarnya saat dihubungi, Kamis.
Saat ini, Bukalapak menyediakan pilihan sebanyak 140 kelas pelatihan dari 16 lembaga pelatihan yang telah dikurasi. Intan mengharapkan lembaga pelatihan yang bergabung dengan Bukalapak dapat bertambah.

Terkait kurasi pelatihan, Intan menyebutkan, standar dan prosedurnya telah mengikuti arahan pemerintah. Arahan-arahan itu berorientasi pada penyajian kelas-kelas yang mudah dipahami dan mudah diaplikasikan sebagai sumber pendapatan baru serta memiliki durasi singkat dan harga sesuai manfaat bantuan pelatihan.
Baca juga: Tekan Laju Angka Kemiskinan dari Imbas Covid-19
Sementara itu, Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Tokopedia Astri Wahyuni menyatakan, Tokopedia sebagai e-dagang berperan sebagai penghubung antara lembaga pendidikan penyedia kelas pelatihan dan masyarakat yang membutuhkannya. Tokopedia juga bekerja sama dengan lembaga manajemen Kartu Prakerja yang bertugas menyeleksi dan memverifikasi penerima bantuan sekaligus lembaga penyedia kelas pelatihan.
Saat ini, Tokopedia menyediakan lebih dari 190 pilihan kelas pelatihan untuk mendukung program Kartu Prakerja. Tokopedia berharap pelatihan-pelatihan ini dapat mendorong dan memperluas akses pendidikan nonformal bagi masyarakat Indonesia, terutama yang terdampak pandemi Covid-19.
”Selain itu, program Kartu Prakerja ini dinilai dapat membantu lembaga pendidikan di Indonesia untuk tetap mampu bertahan dalam menjalankan bisnisnya,” ujarnya.