Dana Kartu Prakerja Sudah Ditransfer, Insentif Tidak Bisa Langsung Cair
Meski ditujukan untuk memberi bansos kepada masyarakat, pencairan insentif ternyata tidak bisa langsung dilakukan. Peserta harus terlebih dahulu menyelesaikan kelas pelatihan, baru bisa mendapat bansos Rp 600.000.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan pelaksana Program Kartu Prakerja sudah mentransfer total Rp 596,78 miliar kepada 168.111 peserta Kartu Prakerja gelombang pertama. Setiap orang mendapat dana insentif Rp 3,55 juta, tetapi berbentuk nontunai dan tidak bisa dicairkan.
Insentif yang disebut sebagai bantuan sosial untuk para pekerja yang terdampak Covid-19 itu baru bisa didapat setelah merampungkan pelatihan.
Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Panji W Ruky, Kamis (23/4/2020), mengatakan, uang tersebut ditransfer ke akun rekening virtual peserta yang berfungsi seperti kartu debit digital. Setiap orang mendapatkan saldo Rp 3,55 juta.
Sebesar Rp 1 juta bisa langsung dipakai untuk ”membeli” kelas pelatihan, sedangkan Rp 2,55 juta dialokasi untuk insentif peserta dan tidak bisa langsung ditunaikan. Peserta harus terlebih dahulu memilih dari 1.500 kelas pelatihan yang disediakan oleh 8 mitra platform digital yang bekerja sama dengan 198 lembaga pelatihan.
”Dana sudah ditransfer 100 persen untuk gelombang pertama yang 168.111 orang itu, peserta bisa langsung ’berbelanja’ memilih kelas pelatihan dengan harga maksimal Rp 1 juta,” kata Panji lewat telekonferensi, Kamis pagi.
Dana sudah ditransfer 100 persen untuk gelombang pertama yang 168.111 orang itu, peserta bisa langsung ’berbelanja’ memilih kelas pelatihan dengan harga maksimal Rp 1 juta.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari menambahkan, para peserta yang sudah memiliki saldo di rekening virtualnya bebas memilih kelas pelatihan yang dibutuhkan. ”Kalau dianggap terlalu mahal dan nilainya seharusnya lebih rendah, ya, jangan dipilih. Kalau memang sesuai dan nilai value-nya sesuai dengan harga, silakan dipilih,” katanya.
Kartu Prakerja disebut Presiden Joko Widodo sebagai semi-bantuan sosial (bansos). Program yang diperkenalkan saat kampanye Pemilu 2019 ini awalnya dikonsepkan untuk peningkatan kompetensi kualitas tenaga kerja baru. Oleh karena itu, awalnya, alokasi insentif untuk biaya pelatihan mencapai Rp 5 juta dan insentif untuk peserta Rp 500.000 yang ditransfer selama tiga bulan dengan total Rp 1,5 juta.
Karena Covid-19, program itu diubah untuk juga menjadi skema jaring pengaman sosial. Insentif untuk pekerja dan pelaku usaha UKM yang terdampak Covid-19 ditambah menjadi Rp 600.000 untuk empat bulan menjadi total Rp 2,4 juta.
Meski ditujukan untuk memberi bansos ke masyarakat, pencairan insentif ternyata tidak bisa langsung dilakukan. Peserta harus terlebih dahulu menyelesaikan kelas pelatihan, baru bisa mendapat bansos Rp 600.000.
Peserta harus terlebih dahulu menyelesaikan kelas pelatihan, baru bisa mendapat bansos Rp 600.000.
Denni mengatakan, alokasi insentif atau bansos bagi peserta untuk empat bulan, ujarnya, akan dicairkan bertahap. Setiap bulan, peserta mendapat Rp 600.000 yang diberikan selama empat bulan. Namun, syaratnya, peserta harus menyelesaikan terlebih dahulu satu kelas pelatihan.
Setiap kelas pelatihan memiliki rentang waktu penyelesaian yang berbeda-beda. Ada yang bisa selesai dalam tiga hari, ada yang lebih dari itu.
”Ini kami lakukan berdasarkan aturan di peraturan presiden. Sekaligus juga karena ini uang negara, agar lebih bertanggung jawab, maka harus ada penuntasan pelatihan,” kata Denni.
Menurut Denni, peserta gelombang pertama dikurangi dari kuota awal sebanyak 200.000 orang menjadi 168.111 orang. Sebanyak 31.889 orang sisanya tidak lolos verifikasi tahap kedua karena tidak berhasil melewati persyaratan teknis dan administratif yang ditetapkan.
Mereka yang akhirnya gagal di gelombang pertama akan diberikan jalur khusus untuk bisa mengunggah ulang swafoto yang baru. Mereka akan diseleksi ulang untuk masuk pada gelombang ketiga.
”Tidak melulu karena fraud (kecurangan), bisa jadi karena cara mengambil swafotonya kurang tepat, ada yang fotonya kabur, ada yang pakai kacamata, kupingnya tidak kelihatan. Itu membuat facial recognition jadi tidak berhasil dan tidak lolos,” katanya.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengkritik tahapan teknis yang menjadi hambatan pekerja mendapat bantuan. Hal itu mulai dari syarat kualitas swafoto sampai tahapan pencairan insentif yang tidak bisa langsung ditunaikan kecuali peserta selesai mengikuti pelatihan.
Padahal, pekerja yang saat ini sudah mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan membutuhkan bantuan sosial untuk mencukupi biaya hidup sehari-hari. Ditambah, tidak semua peserta memiliki akses internet yang memadai untuk bisa menyelesaikan kelas-kelas pelatihan sebagai ”prasyarat” pencairan insentif itu. Ini membuat tujuan lain Kartu Prakerja sebagai jaring pengaman sosial tidak maksimal.
”Saya meyakini motivasi seluruh pendaftar Kartu Prakerja adalah mendapatkan bantuan ekonomi, bukan karena ingin ikut pelatihan. Pekerja yang ter-PHK atau dirumahkan tanpa upah ini mendaftar sebagai peserta Kartu Prakerja karena kondisi ekonomi mereka menjadi terhambat untuk dibantu,” katanya.