Terhambatnya distribusi bahan pangan seiring pembatasan sosial berskala besar dinilai memicu disparitas harga di tingkat produsen dan konsumen kian lebar.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terhambatnya distribusi bahan pangan seiring pembatasan sosial berskala besar dinilai memicu disparitas harga di tingkat produsen dan konsumen kian lebar. Oleh karena itu, pemerintah perlu memprioritaskan penanganan problem distribusi agar produsen mendapatkan harga layak dan stok di pasar terjaga.
Harga sejumlah komoditas pangan di tingkat petani, peternak, dan nelayan anjlok beberapa pekan terakhir. Harga jual ayam di tingkat peternak di Jawa Tengah, misalnya, anjlok hingga kurang dari Rp 5.000 per kilogram (kg), jauh di bawah ongkos produksi Rp 17.000 per kg.
Situasi serupa dialami peternak ayam petelur. Oleh karena tidak terangkut ke Jabodetabek, telur menumpuk di peternak, seperti di Blitar, Jawa Timur, yang 65-70 persen produksinya biasa dikirim ke Jabodetabek. Di sektor perikanan, harga udang, rajungan, kepiting, dan kerapu di tingkat nelayan dan pembudidaya anjlok karena tak terserap pasar.
Harga gabah kering turun 5 persen, tetapi harga beras naik 0,4 persen. Ini ada apa?
Permasalahan ketersediaan bahan pangan dan stabilitas harga bahan pokok ini dibahas dalam rapat terbatas virtual yang dipimpin Presiden Joko Widodo dari Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (21/4/2020).
”Saya melihat di lapangan, harga gabah kering turun 5 persen, tetapi harga beras naik 0,4 persen. Ini ada apa? Tolong dilihat betul lapangannya. Ini pasti ada masalah. Petani enggak dapat untung, harga berasnya naik, masyarakat dirugikan,” kata Presiden dalam pengantar rapat terbatas.
Rapat, antara lain, diikuti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, serta Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso.
Menurut Presiden, tak hanya harga beras yang naik di tingkat konsumen, tetapi juga gula pasir, daging sapi, cabai rawit, cabai merah, bawang merah, bawang putih, dan telur ayam. Seusai rapat, Luhut menegaskan, setiap kementerian/lembaga akan menyiapkan langkah operasional untuk memastikan kelancaran arus logistik.
Menurut Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bayu Krisnamurthi, pemerintah pusat mesti menyosialisasikan prioritas terhadap distribusi pangan hingga tingkat desa. Pelaku usaha distribusi pangan mesti mendapatkan kepastian, jaminan, dan landasan untuk tetap beroperasi.
Menurut Direktur Pengembangan Agribisnis Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Soekam Parwadi, perangkat daerah tingkat kecamatan perlu membentuk kelompok atau koperasi konsumen yang memfasilitasi belanja secara daring. ”Kelompok atau koperasi ini cukup mengoordinasikan belanja kebutuhan 10-15 keluarga di lingkungan tempat tinggal,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Bidang Distribusi dan Logistik Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia Kyatmaja Lookman menyatakan, karantina mandiri selama pembatasan sosial berskala besar membuat setiap sopir yang kembali dari tujuan pengantaran, khususnya DKI Jakarta, tak bisa bekerja selama 14 hari.
Mayoritas operator truk pengangkut bahan pangan segar merupakan usaha berskala mikro, kecil, dan menengah dengan jumlah kendaraan 1-5 unit. Oleh karena itu, operator kekurangan tenaga apabila pengemudi harus dikarantina 14 hari pada setiap pengantaran. Solusi yang ditawarkan antara lain membentuk terminal barang sebagai zona netral di daerah produsen ataupun tujuan. Secara teknis, pengemudi lintas provinsi hanya akan mengambil barang di terminal.