Ketegasan Penentu Keberhasilan Pelarangan Mudik
Mulai 24 April, pemerintah menerapkan larangan mudik, terutama bagi warga wilayah ”merah” pandemi Covid-19, yakni Jabodetabek. Penerapannya memerlukan ketegasan.
JAKARTA, KOMPAS — Ketegasan sikap pemerintah disertai pengaturan operasional yang detail akan menentukan keberhasilan pelarangan mudik yang mulai diberlakukan Jumat (24/4/2020). Jika kebijakan ini berhasil, diyakini bisa mencegah munculnya tambahan ratusan ribu pasien positif Covid-19 akibat virus korona baru.
Keputusan melarang masyarakat mudik diambil dalam rapat terbatas (ratas) lanjutan membahas mudik Lebaran 2020 yang dilakukan melalui telekonferensi, Selasa (21/4/2020).
”Setelah larangan mudik bagi ASN, TNI, Polri, dan pegawai BUMN sudah kita lakukan pada minggu lalu, pada rapat hari ini (Selasa) saya ingin menyampaikan juga bahwa mudik semuanya akan kami larang,” kata Presiden Joko Widodo dalam sambutan pengantar ratas dari Istana Merdeka, Jakarta.
Sebelumnya, pemerintah hanya melarang mudik aparatur sipil negara (ASN), pegawai badan usaha milik negara (BUMN), serta anggota Polri dan TNI. Sementara untuk masyarakat umum, pemerintah mengimbau agar masyarakat tidak mudik pada hari raya Idul Fitri 2020.
Baca juga: Pemerintah Larang Mudik, Bakal Ada Sanksi bagi yang Nekat Melanggar
Hasil survei yang dilakukan pemerintah menjadi pertimbangan Presiden memutuskan pelarangan mudik bagi masyarakat, terutama mereka yang tinggal di zona merah Covid-19, seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Dalam ratas yang juga diikuti Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan para menteri itu, Presiden menyebutkan, saat ini sudah 7 persen warga mudik dan 68 persen warga sudah memutuskan tidak mudik saat Lebaran. Namun, masih ada 24 persen warga yang berkukuh untuk mudik.
Dengan asumsi sekitar 20 persen penduduk Jabodetabek mudik, menurut ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, diperkirakan akan ada potensi penambahan 200.000 kasus positif Covid-19 di Indonesia (Kompas, 17/4/2020).
Selain itu, keputusan melarang mudik diambil setelah sejumlah bantuan bagi masyarakat untuk bertahan hidup di Jabodetabek mulai disalurkan. Dengan demikian, kekhawatiran mereka akan kekurangan pangan diyakini telah teratasi.
Ketegasan sikap
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengingatkan, agar berhasil dijalankan, larangan mudik ini mesti disertai ketegasan pemerintah. Berbagai cara dapat ditempuh untuk mencegah masyarakat nekat mudik melalui jalur darat, laut, ataupun udara.
Salah satu usulan MTI adalah penutupan stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU), misalnya bagi kendaraan pribadi, pada waktu yang diasumsikan sebagai puncak arus mudik. ”Kalau SPBU masih buka, akan memberi peluang orang mau mudik lewat jalan tikus,” kata Ketua Umum MTI Agus Taufik Mulyono,
Ketua Forum Laut MTI Leny Maryouri menambahkan, jika mudik dilarang, layanan transportasi semestinya hanya untuk angkutan barang. ”Kalaupun mengangkut penumpang, hanya untuk mereka yang punya misi membantu mengatasi masalah terkait Covid-19 di daerah-daerah, seperti tenaga medis dan TNI,” ujar Leny.
Lalu lintas internal
Menteri Perhubungan ad interim Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan, dalam ratas juga diputuskan, larangan mudik mulai diberlakukan Jumat (24/4/2020). Pemerintah menyiapkan sanksi bagi warga yang tetap mudik selama Ramadhan ataupun Lebaran. Sanksi ini baru diberlakukan efektif mulai Kamis (7/5). Namun, ia belum bersedia menjelaskan bentuk sanksi yang diberikan kepada warga yang melanggar larangan mudik.
Larangan mudik, lanjut Luhut, berarti pemerintah tidak membolehkan lalu lintas orang untuk keluar dan masuk dari dan ke wilayah Jabodetabek, khususnya. Namun, lalu lintas orang di dalam Jabodetabek masih diperbolehkan. Transportasi massal di dalam Jabodetabek, seperti KRL, tidak akan dihentikan. Langkah ini guna mempermudah masyarakat yang tetap bekerja, seperti tenaga kesehatan dan layanan kebersihan rumah sakit.
”Pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, bersama Polri-TNI dan kementerian/lembaga terkait, akan segera melakukan persiapan teknis operasional di lapangan, termasuk memastikan arus logistik jangan sampai terhambat. Dalam hal ini, jalan tol tidak akan ditutup, tetapi dibatasi hanya untuk kendaraan logistik,” kata Luhut.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi, lewat siaran pers, menuturkan, skenario yang disiapkan ketika mudik dilarang adalah berupa pembatasan lalu lintas pada jalan akses keluar-masuk wilayah, bukan penutupan jalan. Skema pembatasan lalu lintas dipilih karena yang dilarang melintas terbatas adalah angkutan penumpang. Angkutan barang atau logistik masih dapat beroperasi.
Budi menambahkan, perlu sanksi untuk menegakkan peraturan. Penerapan sanksi bisa mengacu pada UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. ”Sanksi paling ringan bisa dengan dikembalikan saja kendaraan tersebut untuk tidak melanjutkan perjalanan mudik,” tutur Budi.
Budi menuturkan, di setiap akses keluar-masuk wilayah perlu ada penyekatan atau titik pengecekan untuk memeriksa setiap orang yang akan keluar-masuk Jabodetabek.
”Dalam melaksanakan pembatasan lalu lintas tentu diperlukan kerja sama dengan banyak pihak, terutama jajaran kepolisian sebagai garda terdepan,” ujarnya.
Terkait hal itu, Kepala Badan Pengelola Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Danang Parikesit menyatakan akan menyiapkan berbagai skenario untuk mendukung kebijakan pelarangan mudik.
Komitmen yang sama diutarakan Corporate Communication and Community Development Group Head PT Jasa Marga (Persero) Tbk Dwimawan Heru. Dia menyatakan akan menyiapkan sarana perlengkapan lalu lintas yang diperlukan untuk menerapkan kebijakan pelarangan mudik.
Sementara itu, larangan mudik yang disampaikan Presiden Jokowi disambut baik sejumlah kepala daerah. Bupati Kebumen, Jawa Tengah, Yazid Mahfudz menyampaikan, jika larangan mudik sudah diberlakukan, pihaknya akan memperketat penjagaan di perbatasan kabupaten. Dia menunggu aturan teknis pelarangan dari pemerintah pusat.
Wakil Bupati Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Immawan Wahyudi berharap larangan itu bisa mengurangi laju pemudik ke Gunung Kidul yang saat ini telah mencapai 9.800 orang. Berdasarkan data Ikatan Keluarga Gunung Kidul, jumlah perantau diperkirakan 300.000 orang.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengingatkan, kebijakan pelarangan mudik kurang efektif jika tidak disertai pelarangan penerbangan dan pelayaran angkutan penumpang.
”Saya berharap ada penghentian penerbangan. Kapal-kapal angkutan penumpang juga jangan singgah di pelabuhan Pontianak kecuali transportasi pengangkut bahan pokok. Sebab, sekalipun masyarakat dilarang mudik kalau transportasi orang masih beroperasi sulit mengontrol pemudik,” katanya.(NTA/LKT/CAS/AGE/HRS/DKA/ESA/IGA/SHR)