Pelemahan harga minyak mentah jenis WTI menjadi peluang baru bagi ICDX untuk ikut memperdagangkan kontrak berjangka minyak mentah. Di satu sisi, desakan agar harga bahan bakar minyak di dalam negeri turun kian kuat.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesian Commodity and Derivatives Exchange atau ICDX telah mengantongi izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi untuk memperdagangkan kontrak berjangka minyak mentah jenis WTI. Aktivitas itu akan dimulai pada 27 April 2020. Sejumlah pialang disebut bersiap menarik nasabah yang ingin bertransaksi kontrak minyak mentah tersebut.
Dalam keterangan resmi ICDX, Rabu (22/4/2020), kontrak berjangka tersebut mulai diperdagangkan untuk bulan Juni, Juli, Agustus, September, dan Desember 2020. Kontrak minyak mentah ini akan melengkapi kontrak ICDX lainnya, seperti valuta asing dan emas.
”Kontrak berjangka minyak mentah di ICDX akan memenuhi kebutuhan trader jangka pendek yang tertarik pada fluktuasi kontrak-kontrak yang menjelang jatuh tempo ataupun perusahaan yang menggunakan produk terkait minyak dan bermaksud melakukan lindung nilai atas harga minyak demi efisiensi operasional,” ujar CEO ICDX Lamon Rutten.
Pasokan yang melimpah di pasar tidak terserap lantaran kebijakan pembatasan pergerakan orang di sejumlah negara, termasuk terhentinya operasi industri.
Harga kontrak bulan Mei untuk minyak mentah jenis WTI (West Texas Intermediate) ditutup pada harga minus 37,68 dollar AS per barel. Artinya, pembeli malah dibayar untuk menerima minyak mentah tersebut. Hal ini disebabkan produsen minyak harus mengeluarkan biaya tambahan untuk menyimpan minyak, sedangkan kapasitas penyimpanan minyak sudah di tahap optimal.
Pandemi Covid-19 telah memukul harga minyak mentah dunia secara drastis. Minyak mentah jenis Brent yang di awal tahun di level 65 dollar AS per barel sekarang merosot di bawah 20 dollar AS per barel. Pasokan yang melimpah di pasar tidak terserap lantaran kebijakan pembatasan pergerakan orang di sejumlah negara, termasuk terhentinya operasi industri.
Kemerosotan harga minyak juga berdampak pada harga jual bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Pertamina tercatat dua kali menurunkan harga jual BBM jenis pertamax (gasoline) dan pertadex (gasoil). Per 5 Januari, harga pertamax turun dari Rp 9.850 per liter menjadi Rp 9.200 per liter. Harga kembali turun menjadi Rp 9.000 per liter sejak 1 Februari lalu. Namun, harga premium dan solar bersubsidi saat ini tak berubah sejak April 2016, yakni masing-masing Rp 6.450 per liter dan Rp 5.150 per liter.
Desakan agar harga BBM diturunkan mengencang akhir-akhir ini. Dalam rapat dengar pendapat secara daring antara Komisi VII DPR dan jajaran direksi PT Pertamina (Persero), Selasa (21/4), sejumlah anggota Dewan menanyakan alasan mengapa sampai saat ini tidak ada lagi penurunan harga jual BBM di dalam negeri. Merosotnya harga minyak mentah dunia dijadikan alasan bahwa harga BBM harus turun.
Kami menjual produk BBM, tetapi tidak ada yang mau beli. Jadi, dampak bagi perusahaan atas situasi sekarang ini negatif. Tidak ada yang positif.
Menjawab desakan tersebut, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, keputusan harga jual BBM ada di tangan pemerintah. Ia menggarisbawahi, kendati harga minyak mentah dunia turun, di saat yang sama juga terjadi penurunan permintaan. Situasi tersebut sama-sama tidak menguntungkan bagi perusahaan.
”Saat ini harga sedang turun, tetapi permintaan lemah. Kami menjual produk BBM, tetapi tidak ada yang mau beli. Jadi, dampak bagi perusahaan atas situasi sekarang ini negatif. Tidak ada yang positif,” kata Nicke.
Dari sisi pemerintah, terkait desakan penurunan harga BBM di dalam negeri, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan konsumsi BBM yang merosot drastis selama pandemi Covid-19 masih menjadi pertimbangan. Apalagi, ada rencana pemotongan produksi minyak mentah dari anggota OPEC dan negara aliansinya sebanyak 9,5 juta barel per hari yang secara efektif akan diterapkan mulai Mei 2020.
”Terkait harga BBM dalam negeri, pemerintah masih mencermati dan mengevaluasi perkembangan harga minyak mentah dunia dan rencana pemotongan produksi oleh anggota OPEC mulai bulan depan,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Agung Pribadi.