Relaksasi Kredit Tekfin Pertimbangkan Peminjam dan Pemberi Pinjaman
Dalam restrukturisasi kredit, penyelenggara tekfin mesti memfasilitasi kesepakatan antara peminjam dan pemberi pinjaman. Restrukturisasi itu berupa perpanjangan tenor dan pengubahan jumlah pokok pinjaman atau bunga.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggara teknologi finansial di bidang peminjaman antarpihak atau peer-to-peer lending berkomitmen merestrukturisasi kredit nasabah yang terdampak Covid-19. Namun, di sisi lain, mereka juga harus mempertimbangkan dan melindungi pemberi pinjaman.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat dan Institusional Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede mengatakan, peminjam yang terdampak pandemi Covid-19 kebanyakan dari sektor pariwisata, perhotelan, dan ritel fisik. Namun, untuk merelaksasi kredit mereka, pelaku usaha teknologi finansial (tekfin) juga bertanggung jawab terhadap pemberi pinjaman.
”Untuk memfasilitasi hubungan antara peminjam dan pemberi pinjaman, kami perlu mencari solusi inovatif,” ujarnya dalam telekonferensi di Jakarta, Senin (20/4/2020).
Menurut Tumbur, solusi inovatif itu berupa mekanisme peninjauan dan penilaian ulang terhadap profil peminjam yang mengajukan restrukturisasi kredit. Ada sejumlah indikator yang dapat menjadi acuan, seperti tren pendapatan peminjam, kemampuan peminjam dalam melunasi kredit, dan itikad peminjam dalam menyelesaikan kewajibannya.
AFPI mencatat, pada April 2020 sudah terjadi penurunan penyaluran kredit sebesar 5 persen dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Angka tersebut berdasarkan hasil survei AFPI terhadap sejumlah penyelenggara tekfin pinjam-meminjam antarpihak pada awal April lalu.
Wakil Ketua Bidang Hukum dan Etika AFPI Ivan Tambunan menyatakan, dalam merestrukturisasi kredit, penyelenggara tekfin mesti memfasilitasi terciptanya kesepakatan antara peminjam dan pemberi pinjaman. Restrukturisasi kredit dapat berupa perpanjangan tenor, mengubah jumlah pokok pinjaman, dan mengubah nilai bunga pinjaman.
Dalam merestrukturisasi kredit, penyelenggara tekfin mesti memfasilitasi terciptanya kesepakatan antara peminjam dan pemberi pinjaman.
Chief Risk Officer Investree Amalia Safitri menyatakan telah memetakan sektor-sektor usaha peminjam yang berpotensi terdampak pandemi Covid-19. ”Terdapat 15 persen dari portofolio tersebut yang berada di sektor-sektor usaha yang terdampak pandemi Covid-19. Dari angka itu, sebanyak 2-3 persen telah mengajukan restrukturisasi,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Amalia melanjutkan, pengajuan itu pun disikapi melalui koordinasi dan komunikasi dengan pihak pemberi pinjaman. Karena sebanyak 60 persen pemberi pinjaman di Investree berupa institusi, menurut dia, komunikasi lebih mudah karena ada kesepahaman terhadap situasi perekonomian saat ini yang turut memukul pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Berbeda dengan perbankan yang menggambarkan kondisi kredit bermasalah atau kredit macet dengan rasio NPL (non-performing loan), tekfin pinjam-meminjam antarpihak menggunakan indikator tingkat keberhasilan 90 hari (TKB90). Otoritas Jasa Keuangan mencatat, TKB tekfin pinjam-meminjam pada Februari 2020 sebesar 96,08 persen.
Menurut Amalia, tingkat pengembalian pinjaman di Investree saat ini masih belum terdampak pandemi Covid-19. Apabila kondisi saat ini berkepanjangan, dia memperkirakan, TKB90 Investree pada akhir 2020 dapat berkurang 1 persen.
Chief Operating Officer Crowdo Nur Vitriani menyebutkan, sebanyak 2-3 persen dari portofolio yang dikelola mulai berkonsultasi mengajukan restrukturisasi pinjaman. Untuk itu, Crowdo mengintensifkan komunikasi dengan pihak-pihak yang berkaitan.
Dalam meninjau permohonan restrukturisasi, Crowdo tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. Pihak peminjam yang mengajukan restrukturisasi kredit akan ditinjau ulang dan diverifikasi. ”Kami tidak ingin ada pihak-pihak yang memanfaatkan fasilitas restrukturisasi ini,” katanya.