Indonesia Diproyeksikan Tumbuh 0,5 Persen Tahun Ini
Indonesia punya kebijakan cukup banyak dalam menghadapi Covid-19. Namun, kuncinya tetap pada kecepatan dan ketapatan penanganan Covid-19.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
WASHINGTON DC, KAMIS — Indonesia dinilai cukup proaktif meluncurkan berbagai program dan kebijakan penanganan Covid-19. Bank Indonesia menerbitkan cukup banyak kebijakan relaksasi, sedangkan pemerintah memperbesar ruang fiskal untuk penanganan Covid-19.
”Kebijakan yang ditempuh Indonesia ada di jalur yang tepat. Namun, pemulihan ekonomi yang diasumsikan berbentuk V atau V shape belum tentu terjadi,” kata Direktur Departemen Asia dan Pasifik Dana Moneter Internasional (IMF) Chang Yong Rhee menjawab pertanyaan Kompas dalam konferensi pers regional Asia dan Pasifik yang diselenggarakan secara virtual dari Washington DC, Amerika Serikat, Kamis (16/4/2020) malam WIB.
Sebelumnya, IMF memproyeksikan pandemi Covid-19 akan menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia nyaris mendekati nol persen pada tahun ini. Kebijakan fiskal dan moneter yang proaktif akan mempercepat pemulihan ekonomi.
Dalam Proyeksi Ekonomi Global yang dirilis Selasa (14/4) malam WIB, IMF menyebutkan, perekonomian Indonesia pada 2020 akan tumbuh 0,5 persen. Indonesia akan mengalami pemulihan ekonomi cukup kuat pada 2021 menjadi 8,2 persen.
Menurut Rhee, secara teori, pertumbuhan ekonomi pascakrisis akan mengalami lompatan cukup tinggi. Namun, dalam situasi saat ini, lompatan yang tinggi tersebut ditentukan kecepatan dan ketepatan penanganan Covid-19. Pemulihan ekonomi Indonesia ke level 8,2 persen pada 2021 adalah proyeksi paling optimistis.
Negara-negara di ASEAN, termasuk Indonesia, dihadapkan pada dua asumsi risiko. Risiko tekanan ekonomi akibat Covid-19 akan menurun jika vaksin segera ditemukan (upside risk). Sementara risiko tekanan ekonomi semakin dalam jika jumlah kasus Covid-19 terus meningkat pada triwulan II-2020 (downside risk).
Rhee menuturkan, pertumbuhan ekonomi di Asia tahun ini akan nol persen. Kondisi perekonomian Asia akan lebih buruk dari krisis keuangan global pada 2008-2009 dan krisis keuangan Asia pada 1997. Saat itu perekonomian Asia masih tumbuh 4,7 persen pada 2008-2009 dan 1,3 persen pada 1997.
”Pertumbuhan ekonomi Asia tahun ini akan terhenti. Asia tidak pernah tumbuh nol persen dalam 60 tahun terakhir,” kata Rhee.
Kondisi perekonomian yang dihadapi negara-negara di kawasan Asia saat ini berbeda dengan krisis keuangan global pada 2008-2009. Perekonomian diperkirakan tumbuh nol persen karena aktivitas sektor riil, terutama sektor jasa, pariwisata, dan penerbangan, mendapat tekanan paling kuat akibat penyebaran Covid-19.
Di sisi lain, kata Rhee, pertumbuhan ekonomi negara-negara maju mengalami tekanan yang jauh lebih parah. Pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini diperkirakan minus 3 persen. Mitra dagang utama Asia mengalami kontraksi cukup dalam, yaitu Amerika Serikat minus 5,9 persen dan kawasan Eropa minus 7,5 persen.
Rekomendasi kebijakan
IMF merekomendasikan kebijakan negara tetap fokus pada dukungan dan perlindungan kesehatan. Jika tidak memiliki ruang fiskal yang cukup, negara diharuskan mengubah prioritas atau merealokasi belanja. Pemerintah harus memberikan perlindungan langsung bagi penduduk, pekerjaan, dan industri, bukan hanya pada institusi keuangan.
Rhee menambahkan, bagi negara-negara berkembang yang ruang fiskalnya terbatas perlu mempertimbangkan penggunaan neraca bank sentral lebih fleksibel untuk membantu unit-unit usaha terkecil. Dukungan langsung bagi UMKM diberikan untuk memperkecil risiko tekanan global.
Sebelumnya, Selasa, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perekonomian Indonesia akan mengalami tekanan cukup dalam pada triwulan II dan III tahun 2020. Skenario terberat pertumbuhan ekonomi dapat mendekati nol persen pada triwulan II-2020 dan minus 2 persen pada triwulan III-2020.
”Pemulihan ekonomi diharapkan mulai terjadi pada triwulan IV-2020 dan momentum pemulihan akan diakselerasi pada 2021,” kata Sri Mulyani.
Respons kebijakan pemerintah saat ini difokuskan pada penanganan Covid-19. Penyebaran Covid-19 harus dihentikan untuk memperkecil dampak sosial, ekonomi, dan keuangan yang akan ditimbulkan. Pertumbuhan ekonomi RI diharapkan kembali pulih pada kisaran 5,4-5,5 persen pada 2021.
Sri Mulyani menekankan, pemerintah kesulitan memprediksi situasi perekonomian. Sejauh ini proyeksi didasarkan pada pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 dan kecepatan penanganan Covid-19. Namun, secara garis besar, tekanan paling dalam akan terjadi pada triwulan III, kemudian indikasi pemulihan pada triwulan IV.