Warga Kota Surabaya Terus Diajak Menerapkan Pembatasan Sosial
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terus mengajak warga Surabaya agar melakukan pembatasan sosial (social distancing) untuk memutus penyebaran virus korona.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terus mengajak warga Surabaya agar melakukan pembatasan sosial (social distancing) untuk memutus penyebaran virus korona. Protokol penanganan penyakit Covid-19 adalah pembatasan sosial, jaga kesehatan, sering mencuci tangan dengan sabun, dan menghindari keramaian disosialisasikan oleh Risma dengan bahasa Madura.
Penyampaian imbauan menggunakan bahasa Madura semacam ini jarang dilakukan, tetapi di tengah wabah Covid-19 seperti sekarang, Risma merasa perlu. ”Penyampaian dengan menggunakan bahasa daerah lebih mengena, lebih efektif dan akrab,” kata Risma di Taman Surya Surabaya, Kamis (16/4/2020).
Penyampaian dengan menggunakan bahasa daerah lebih mengena, lebih efektif dan akrab. (Tri Rismaharini)
Dengan menggunakan bahasa Madura, ibu dari dua anak ini menyampaikan bahwa saat ini di hampir semua dunia sudah terinfeksi Covid-19. Jika hal ini tidak ditangani dengan baik, akan mengakibatkan kematian.
Oleh karena itu, ia mengajak semua warga Kota Surabaya, khususnya orang Madura yang ada di kota yang berpenduduk 3,3 juta jiwa ini, untuk melakukan protokol agar terhindar dari penyebaran virus korona.
Dalam pernyataannya berbahasa Madura, Risma menyebutkan langkah pertama yang harus dilakukan warga, yakni harus selalu menjaga kebersihan badan dan lingkungan. Tangan yang sangat gampang menularkan penyakit Covid-19. Ia juga meminta warga untuk memakai barang-barang pribadi, sebab apabila orang yang sehat menggunakan sisir orang lain yang sudah terjangkit Covid-19, penyakit itu (Covid-19) bisa gampang menular.
Kedua, warga diminta menjaga jarak minimal 2 meter, memakai masker, karena kalau pakai masker tidak gampang menularkan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Ketiga, kalau memasak makanan harus matang 100 persen, direbus atau digoreng harus 100 persen matang. Sekarang sudah tidak boleh setengah matang.
Imbauan selanjutnya, para tokoh agama, mulai dari Majelis Ulama Indonesia, ketua gereja, pendeta, pastor, hingga ketua wihara dan pura, diminta mengimbau umat masing-masing untuk melakukan ibadah di rumah saja. Langkah ini untuk menghindarkan penularan ataupun tertular dari teman atau saudara.
Dalam imbauan tersebut, Wali Kota Risma juga menyampaikan bahwa sebentar lagi sudah mau memasuki bulan suci Ramadhan. Untuk itu, para ulama menganjurkan kepada semuanya untuk tidak menggunakan tempat ibadah terlebih dahulu, seperti masjid, surau, ataupun mushala karena risiko penularan di tempat itu sangat tinggi.
”Maka saya meminta ibadah shalat Tarawih dilaksanakan rumah saja, sementara tidak usah ke masjid dulu, mari mendekatkan diri kepada Allah SWT,” kata Risma.
Sementara itu, Koordinator Protokol Komunikasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M Fikser mengatakan imbauan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa Madura salah satu upaya atau ikhtiar yang dilakukan Wali Kota Risma dalam menyosialisasikan pembatasan sosial. Menurut dia, hal ini sangat penting untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Menurut Fikser, diketahui bersama bahwa Kota Surabaya terdiri dari berbagai etnis, yakni dari Sabang hingga Merauke. Salah satu etnis yang cukup besar di Kota Surabaya adalah etnis Madura.
”Ada kawasan di mana saudara-saudara dari Madura bertempat tinggal sehingga penjelasan memakai bahasa Madura tentang bahaya Covid-19 dan apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya perlu dibuat,” ujarnya.
Rekaman tersebut akan disebarkan ke lokasi-lokasi yang menjadi tempat tinggal warga Madura di Surabaya. Salah satunya di Surabaya utara dan perkampungan padat penduduk dan mayoritas dihuni oleh orang Madura. ”Nanti akan pakai pelantang suara atau selebaran dalam sosialisasi,” kata Fikser.
Peningkatan imunitas
Pemerintah Kota Surabaya berusaha maksimal untuk mencegah penyebaran Covid-19 di ”Kota Pahlawan” ini. Perhatian semakin ditingkatkan ketika ada warga yang sudah berstatus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dengan pengawasan (PDP), dan orang tanpa gejala (OTG).
Risma menjelaskan, berdasarkan data milik Pemkot Surabaya, sebagian besar warga kota ini yang statusnya sebagai OTG mengalami lompatan lebih tinggi terkonfirmasi atau positif Covid-19. Sebab, OTG ini seolah-olah badannya sehat dan tidak mengalami gejala Covid-19 apa pun. Dibandingkan dengan ODP dan PDP memang jauh lebih tinggi, karena kalau ODP dan PDP sudah dalam pengawasan dan perawatan.
Menurut dia, kondisi itulah yang sebenarnya dapat menularkan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Maka sesuai anjuran dokter, ia pun meminta agar warga selalu menjaga stamina tubuh dengan mengonsumsi air hangat.
Oleh karena itu, sudah hampir satu bulan Wali Kota Risma bersama jajarannya terus mengolah minuman tradisional pokak dan merebus telur di dapur umum. Minuman tradisional dan telur rebus itu pun dibagi-bagikan kepada warga yang statusnya ODP, PDP, dan OTG setiap hari tanpa terkecuali.
Harapannya, stamina tubuh mereka semakin kuat untuk menghadapi virus baru ini. Minuman pokak berbahan dasar jahe, sereh, kapulaga, kayu manis. ”Rasanya enak manis, sedikit pedas dari jahe dan segar. Setiap hari tak kurang dari 1.900 liter pokak diproduksi untuk dibagikan kepada paling tidak 2.500 petugas, OPD, PDP, dan OTG. Pokak dimasak selama tiga jam,” ucap Risma.
Dia juga berpesan agar warga menaati pembatasan fisik (phsycal distancing). ”Apalagi jika di dalam satu rumah terdapat salah satu anggota keluarga berstatus positif Covis-19, berarti semua anggota keluarga yang berada di rumah tersebut masuk dalam kategori ODP, PDP, dan OTG,” katanya.