Fokus waktu dan pemikiran pemerintah dan DPR saat ini seharusnya diarahkan untuk menangani pandemi Covid-19. Namun, pemerintah dan DPR kukuh melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Rieke Dyah Pitaloka mengikuti rapat dengan pemerintah membahas omnibus law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/4/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat kukuh melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dengan alasan untuk memulihkan perekonomian nasional pascapandemi Covid-19. Meski demikian, RUU Cipta Kerja dinilai bukan solusi di tengah pandemi. Fokus waktu dan pemikiran pemerintah dan DPR saat ini seharusnya diarahkan untuk menangani Covid-19.
Kesepakatan pemerintah dan DPR untuk tetap membahas RUU Cipta Kerja di tengah pandemi itu diputuskan dalam rapat kerja antara 11 menteri Kabinet Indonesia Maju dengan Badan Legislasi DPR. Rapat digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/2/2020). Beberapa Menteri dan anggota DPR hadir secara fisik, sebagian lagi mengikuti rapat melalui telekonferensi virtual.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai perwakilan pemerintah mengatakan, RUU Cipta Kerja dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang saat ini terpukul akibat pandemi Covid-19.
Menurut dia, pukulan Covid-19 terhadap kondisi ekonomi mengharuskan Indonesia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional pada 2020.
Sebelum Covid-19, pertumbuhan ekonomi nasional diproyeksikan 5,3 persen dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020. Namun, pascapandemi ini, kata Airlangga, ada dua skenario ekonomi yang sama buruknya. Pertama, skenario sangat berat memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada angka -0,4 persen dengan angka pengangguran meningkat menjadi 5,23 juta orang.
Sementara skenario berat memprediksi ekonomi tumbuh pada angka 2,3 persen dengan angka pengangguran meningkat menjadi 2,92 juta orang.
Menurut Airlangga, perlambatan ekonomi akibat Covid-19 harus dimitigasi melalui langkah-langkah ekstrem agar tidak berujung pada skenario sangat berat. Oleh karena itu, dibutuhkan RUU Cipta Kerja yang akan mendorong adanya transformasi ekonomi atau reformasi struktural pada sendi perekonomian nasional.
”Ini harus dilakukan dengan cepat, secepat kita menanggulangi Covid-19, secepat itu pula kita harus mengembalikan perekonomian,” kata Ketua Umum Partai Golkar ini.
Menurut Airlangga, beberapa persoalan ekonomi yang dihadapi sekarang bisa ditangani lewat implementasi ketentuan baru di RUU Cipta Kerja. Ia mencontohkan, angka pengangguran yang saat ini meningkat akibat pandemi hingga mencapai 1,5 juta orang dapat ditangani lewat program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang menjadi salah satu substansi ketenagakerjaan di RUU tersebut.
Antisipasi angka pengangguran itu kini ditempuh melalui perubahan skema Kartu Prakerja, dari yang awalnya ditujukan untuk angkatan kerja yang baru lulus SMA/SMK menjadi untuk para pekerja yang kehilangan pemasukan akibat Covid-19. Per 14 April 2020 pukul 12.00, sudah ada 3,7 juta orang yang mengaskses laman situs prakerja.go.id dan mendaftarkan diri.
Kompas/Wawan H Prabowo
Para buruh dan mahasiswa memperingati Hari Perempuan Internasional dengan berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (9/3/2020). Selain mengecam kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi terhadap pekerja perempuan, mereka juga menyampaikan penolakannya terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja.
Pendaftar paling banyak berasal dari Provinsi Jawa Barat (233.064 orang), DKI Jakarta (127.555 orang), Jawa Tengah (127.304 orang), dan Jawa Timur (107.930 orang).
”Selain masalah pengangguran, dukungan dunia usaha untuk usaha kecil dan menengah dan koperasi juga harus didorong, dan itu termasuk yang diatur dalam RUU ini,” katanya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, dalam kondisi normal pun, substansi RUU Cipta Kerja mengandung banyak persoalan. Oleh karena itu, menjadikan RUU Cipta Kerja sebagai solusi dalam situasi tidak normal di tengah pandemi pun dikhawatirkan tidak akan membawa pengaruh apa pun, bahkan bisa membawa dampak lebih buruk.
Apa pun upaya yang saat ini dilakukan untuk mendorong ekonomi, baik dari sisi investasi maupun ekspor-impor, tidak bisa tepat sasaran selama wabah pandemi belum ditangani. ”Masalah utama kita saat ini adalah wabah. Selama wabah masih ada, kebijakan seluar biasa apa pun tidak akan efektif. Jadi, seharusnya pemerintah cukup fokus menangani wabah, tunda semua pembahasan,” katanya.
Ia mengatakan, pemerintah dan DPR seharusnya mengerahkan semua sumber daya, baik waktu, tenaga, maupun pemikiran, untuk menangani wabah. Ada aspek mitigasi kesehatan yang sekarang belum tertangani dengan baik, serta mitigasi dampak ekonomi terhadap jutaan pekerja, buruh, dan pelaku usaha kecil dan menengah, yang kehilangan sumber nafkah akibat pandemi ini.
”RUU Cipta Kerja dapat dibahas setelah semua ini berlalu, setelah kondisi kembali normal dan diskursusnya bisa dilakukan lebih terbuka,” kata Faisal.
Siapkan unjuk rasa
Kelompok buruh mengkritik keras keputusan pemerintah dan DPR untuk tetap membahas RUU tersebut di tengah pandemi. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, seharusnya DPR dan pemerintah berempati pada kondisi masyarakat yang saat ini sedang menghadapi pandemi dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) serta dirumahkan tanpa upah.
Seharusnya DPR dan pemerintah berempati pada kondisi masyarakat yang saat ini sedang menghadapi pandemi dan mengalami pemutusan hubungan kerja.
Jika pemerintah ingin mengantisipasi dampak ekonomi dan angka pengangguran akibat Covid-19, solusinya bukan membahas RUU Cipta Kerja yang justru bisa semakin merugikan buruh dan pekerja. Ia pun mengatakan, jika pemerintah dan DPR berkukuh ingin membahas RUU tersebut, kelompok buruh akan mengadakan aksi unjuk rasa pada 30 April 2020 di tengah pandemi.
Saat ini, menurut dia, aksi protes masih dilakukan secara virtual. Puluhan ribu buruh setiap hari mengirimkan pesan singkat melalui Whatsapp dan SMS kepada pimpinan DPR agar menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja. Namun, jika tetap tidak diindahkan, buruh akan turun ke jalan untuk berunjuk rasa.
”DPR dan pemerintah sebaiknya fokus mencari solusi atas ancaman PHK terhadap buruh dan pekerja, bagaimana menjamin bantuan insentif untuk mereka yang kehilangan nafkah. Kalau tetap protes kami tidak ditanggapi, kami akan datang langsung untuk menyampaikan aspirasi kami,” katanya.