Pelintas di Perbatasan Indonesia-Malaysia Masih Banyak
Jumlah warga yang kembali dari Malaysia ke Indonesia melalui perbatasan di Kalimantan Barat masih banyak, terutama di Aruk, Kabupaten Sambas, yang rata-rata 228 orang per hari. Warga yang datang langsung jadi ODP.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Jumlah warga yang kembali dari Malaysia ke Kalimantan Barat melalui perbatasan Indonesia-Malaysia masih cukup banyak, terutama di Aruk, Kabupaten Sambas, yang rata-rata 228 orang per hari. Warga yang datang langsung menjadi orang dalam pemantauan dan wajib mengisolasi diri secara mandiri 28 hari.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kalimantan Barat H Manto, Rabu (15/4/2020), menuturkan, lalu lintas di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalbar masih ada. Jumlah yang selalu banyak melalui pos lintas batas negara (PLBN) di Aruk. Jumlah warga yang kembali ke Kalbar periode 9 April, misalnya, 176 orang dan pada 12 April sebanyak 364 orang.
”Jika dihitung, rata-rata masih ada sekitar 228 orang per hari yang melintas. Kalau di PLBN Entikong, Kabupaten Sanggau, hanya pemulangan pekerja migran Indonesia (PMI) secara resmi. Kalau ada pemulangan secara resmi di PLBN Entikong, bisa mencapai 200-an orang. Kalau pulang secara mandiri, berkisar 115-125 orang per hari,” kata Manto.
Yang kembali dari berbagai PLBN itu sebagian besar PMI. Sebagian kecil ada juga masyarakat lokal pemilik kartu lintas batas yang memiliki keperluan dengan keluarganya di Malaysia. Ada istrinya atau suaminya di Malaysia. Itupun masih di bawah 10 orang.
Kemudian, di PLBN Badau, Kabupaten Kapuas Hulu, justru sangat sedikit yang datang. Beberapa hari terakhir sering kali tidak ada yang masuk ke Kalbar. Pada tanggal 13 April ada dua orang yang datang. Selain hari itu tidak ada lagi, termasuk pada Rabu (15/4) tidak ada yang kembali.
”Yang kembali dari berbagai PLBN itu sebagian besar PMI. Sebagian kecil ada juga masyarakat lokal pemilik kartu lintas batas yang memiliki keperluan dengan keluarganya di Malaysia. Ada istrinya atau suaminya di Malaysia. Itupun masih di bawah 10 orang,” ujarnya.
Ketika ada yang tiba di PLBN, prosedur tetapnya mereka dicek kesehatannya. Yang berlaku di bandara diberlakukan pula di PLBN. Ketika mereka tiba di PLBN, diminta menjaga jarak agar tidak terjadi penumpukan. Warga yang masuk Kalbar sudah otomatis menjadi orang dalam pemantauan (ODP) dan wajib mengarantina diri secara mandiri 28 hari sesuai surat edaran Gubernur Kalbar Sutarmidji.
PMI dari luar Kalbar yang bekerja di Malaysia juga banyak kembali melalui Aruk. Mereka tidak bisa pulang karena kesulitan jika menggunakan transportasi udara sehingga memilih jalur darat. Hanya saja, ketika ingin pulang ke daerahnya, mereka dipersilakan pulang.
Pemerintah Kota Pontianak hingga Rabu telah merealokasikan anggaran sebesar Rp 46,5 miliar.
Sementara itu, untuk pemantauan jalur tikus di perbatasan ada 50 lokasi yang dijaga TNI. Setiap hari selalu ditemukan pelintas ilegal di jalan tikus. Mereka ada yang tidak memiliki dokumen keimigrasian dan paspor. Ada juga yang tidak memiliki dokumen sama sekali.
”Mereka yang pulang melalui jalur tikus dibawa TNI ke PLBN terdekat. Sebab, hanya di PLBN ada alat untuk mendeteksi status kesehatan para PMI. Jumlah yang melintas di jalur tikus sulit diidentifikasi secara khusus karena pendataan mereka disatukan di PLBN setelah mereka dikumpulkan di PLBN. Personel TNI sudah dibekali alat pelindung diri (APD),” tutur Manto.
Untuk kedatangan dari luar Kalbar melalui Bandara Supadio Pontianak, pada awal April di atas 1.000 orang. Kini, jumlahnya menurun drastis sejak kebijakan pengetatan dan kini hanya sekitar 500 orang. Jumlah itu tidak sampai setengah dari jumlah di hari normal.
Kemudian, untuk kedatangan melalui pelabuhan tidak setiap hari ada kapal penumpang merapat. Di Palabuhan Dwikora Pontianak, misalnya, tanggal 1 April ada 100 lebih penumpang. Tanggal 4 April dari Surabaya, Jawa Timur, ada 425 orang. Pada 13 April, saat dilakukan pengetatan, ada 83 penumpang. Dua hari terakhir tidak ada kedatangan.
Realokasi anggaran
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menuturkan, Pontianak merupakan salah satu wilayah transmisi lokal. Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak hingga Rabu telah merealokasikan anggaran sebesar Rp 46,5 miliar.
Realokasi anggaran untuk berbagai keperluan terkait penanggulangan Covid-19, misalnya untuk pengadaan APD, biaya operasional tim penanggulangan Covid-19, dan biaya perlindungan sosial bagi masyarakat yang terdampak hingga tiga bulan ke depan.
Bantuan untuk masyarakat terdampak, misalnya penyaluran sembako. Pemkot Pontianak telah mendistribusikan bantuan sejak 7 April kepada 29.000 keluarga yang tidak mampu, antara lain kepada juru parkir dan pekerja informal. Penerimanya berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial.
Mekanismenya, warga yang memerlukan bantuan dipersilakan menghubungi ketua RT atau Kelurahan. Keluhan warga akan disampaikan kepada pemkot, kemudian akan diberi bantuan. Ada juga bantuan dari Yayasan Bhakti Suci sebanyak 500 paket sembako.
Edi menuturkan lebih lanjut, Pemkot Pontianak juga terus menjaga pembatasan sosial dan fisik. Satuan Polisi Pamong Praja dua hari terakir pada malam hari melakukan tes cepat (rapid test) kepada orang-orang yang masih nongkrong di warung kopi. Sementara ini ada dua orang yang hasilnya reaktif saat diperiksa di warung kopi.
Sejauh ini, menurut Edi, secara total ada 500 warga Pontianak yang sudah menjalani rapid test. Uji cepat akan terus dilakukan hingga kepada 10.000-20.000 orang secara bertahap. Namun, Edi tidak mengetahui berapa persis jumlah yang reaktif. Dia hanya menyebut ada beberapa yang reaktif dan mayoritas nonreaktif. ”Data persisnya ada di Dinas Kesehatan Kota Pontianak,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak Sidiq Handanu menuturkan, hasil pemeriksaan 500 orang itu sedang dianalisis. Dia belum bisa memberi tahu berapa jumlah yang reaktif dan nonreaktif.