Untuk menghadapi potensi penurunan kualitas kredit akibat pandemi Covid-19, perbankan mulai menaikkan biaya pencadangan. Ekonom menyarankan, biaya pencadangan diambil dari laba bank.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah bank mulai menambah biaya cadangan kerugian penurunan nilai sebagai langkah untuk menghadapi potensi perubahan kualitas kredit. Keputusan ini dinilai tepat dan diperlukan seiring risiko bisnis di tengah ancaman pandemi Covid-19 yang telah ditetapkan pemerintah sebagai bencana nasional.
Cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) adalah penyisihan kerugian atas portofolio kredit yang mengalami penurunan nilai ekonomi. Nilai ekonomi portofolio kredit dapat naik atau turun akibat perubahan kualitas kredit.
Pengamat Perbankan Paul Sutaryono mengatakan, perlambatan bisnis debitor perbankan ditambah kelonggaran restrukturisasi kredit dapat dipastikan menghambat pertumbuhan pendapatan perbankan tahun ini. Oleh karena itu, keputusan perbankan meningkatkan biaya pencadangan menjadi masuk akal.
”Selain itu, penutupan sementara puluhan kantor cabang pembantu dan kantor kas bank besar mengakibatkan pendapatan dari pengelolaan rekening simpanan dan tabungan menipis,” ujar Paul kepada Kompas, Selasa (14/4/2020).
Paul menambahkan, restrukturisasi kredit membuat pendapatan bunga bank juga menurun. Hal ini akan terlihat pada margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang akan menurun. Terlebih lagi, ketika ternyata ada restrukturisasi kredit yang tidak berhasil sehingga mendorong kenaikan kredit macet.
”Semua kondisi tersebut akan mendorong perbankan untuk menggunakan dana cadangan. Untuk itu, bank sistemik, terutama BUKU 3 dan BUKU 4 ,perlu untuk menambah cadangan,” ujar Paul.
Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo mengaku tetap menyiapkan langkah antisipasi peningkatan pencadangan menghadapi perubahan kualitas kredit kendati kinerja bisnis perseroan masih cukup baik per Februari 2020.
Berdasarkan laporan bulanan BRI per Februari 2020, besaran CKPN kredit Rp 54,45 triliun. Jumlah ini naik 3,83 persen dari bulan sebelumnya dan naik 45 persen dari posisi akhir 2019. Adapun pembentukan biaya pencadangan menyebabkan laba per Februari 2020 menjadi terbatas, hanya tumbuh 2,4 persen dibandingkan dengan Februari 2019.
”BRI masih cukup optimistis untuk posisi Maret 2020 dengan mampu menjaga pertumbuhan positif dari laba perusahaan,” kata Haru.
Sementara itu, Direktur Finance, Planning, dan Treasury PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu mengatakan, restrukturisasi kredit dapat menjaga kualitas kredit di atas buku. Namun, tetap belum dapat menghilangkan risiko penurunan kualitas.
”Kami berencana meningkatkan pencadangan, mungkin sekitar Rp 1 triliun tahun ini. Kami cadangkan sedikit demi sedikit setiap bulan,” kata Nixon.
Sementara itu, mengacu laporan keuangan bulanan PT CIMB Niaga Tbk, nilai CKPN kredit pada Februari 2020 sebesar Rp 11,26 triliun, naik 2,49 persen dari bulan sebelumnya dan naik 88,19 persen dibandingkan dengan akhir 2019. Adapun nilai CKPN kredit PT Bank Mandiri (Persero) Tbk pada Februari 2020 mencapai Rp 48,61 triliun, naik 1,96 persen dibandingkan dengan Januari 2020 dan naik 74,77 persen dibandingkan dengan akhir 2019.
Peningkatan CKPN tetap dilakukan meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberi relaksasi berupa pelonggaran bagi perbankan untuk tidak perlu menambah CKPN aset keuangan berdasarkan PSAK 71 akibat pemanfaatan restrukturisasi Covid-19.
Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat, langkah bank meningkatkan biaya pencadangan akan membuat cost of borrowing nasabah meningkat. Artinya, biaya yang ditanggung nasabah dalam meminjam dana di bank semakin besar. ”Bank memang harus banyak berkorban di tengah situasi saat ini. Jika bank akan meningkatkan biaya pencadangan, sebaiknya diambil dari laba,” ujar Bhima.
Jika bank akan meningkatkan biaya pencadangan, sebaiknya diambil dari laba.