Pemerintah diminta turut memperhatikan sektor bisnis, industri, dan UMKM dalam pemberian insentif tarif listrik. Sektor tersebut turut lesu dan terpukul usahanya akibat pandemi Covid-19.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tidak melupakan sektor bisnis dan industri sebagai pertimbangan untuk memperluas pemberian insentif tarif listrik di tengah pandemi Covid-19. Sektor tersebut juga perlu diberi insentif berupa pemotongan tarif listrik.
Sejauh ini baru sektor rumah tangga golongan tidak mampu yang berlangganan listrik kapasitas 450 volt ampere dan 900 volt ampere yang diberi insentif.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Iswahyudi, Selasa (14/42020), mengatakan, Kementerian ESDM memahami pandemi Covid-19 turut berdampak terhadap pelanggan listrik dari kalangan industri, perhotelan, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Pemerintah memperhatikan dan menyusun skenario seandainya insentif tarif listrik diberikan untuk sektor bisnis dan industri. Hanya saja, keputusan akhir pemberian insentif bagi sektor tersebut ada di tingkat yang lebih tinggi.
”Kami menerima masukan dari masyarakat bahwa sektor bisnis, industri, dan UMKM layak mendapat insentif. Kami juga menyimulasikan seandainya mereka diberi diskon tarif 5 persen atau 10 persen. Semua kami hitung dengan cermat. Hanya saja, keputusan akhir ada di Presiden,” kata Hendra dalam diskusi daring tentang ”Jaring Pengaman Sosial Bidang Energi” di Jakarta.
Kami juga menyimulasikan seandainya mereka diberi diskon tarif 5 persen atau 10 persen. Semua kami hitung dengan cermat. Hanya saja, keputusan akhir ada di Presiden.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengemukakan, dampak pandemi Covid-19 tak mengenal golongan masyarakat miskin atau kaya. Namun, saat ini yang paling terpukul dampak itu adalah masyarakat yang tinggal di perkotaan.
Untuk itu, YLKI mengusulkan agar insentif tarif listrik diperluas tidak hanya bagi pelanggan 450 VA dan 900 VA dari golongan masyarakat tidak mampu. Insentif bisa diperluas bagi golongan 900 VA yang mampu dan golongan 1.300 VA.
”Ingat, dampak pandemi Covid-19 di perkotaan sangat terasa. Sampai hari ini tercatat ada 1,6 juta orang menjadi korban pemutusan hubungan kerja dan mereka tidak termasuk pelanggan 450 VA dan 900 VA yang tidak mampu. Tentu mereka pun layak mendapat insentif tarif listrik,” ucap Tulus.
Dalam situasi seperti ini, data penduduk menjadi sangat penting. Hal ini berkaitan dengan program pemerintah memberikan jaring pengaman sosial atau subsidi. Pemerintah dipandang belum memiliki data akurat untuk kelompok masyarakat yang rentan miskin.
Ini adalah kesempatan bagi pemerintah untuk membangun sistem data yang terintegrasi.
”Perlu dikembangkan basis data baru untuk kelompok yang rentan miskin akibat pandemi Covid-19 ataupun akibat bencana yang lain. Ini adalah kesempatan bagi pemerintah untuk membangun sistem data yang terintegrasi. Tentu tidak bisa dilakukan segera, tetapi tetap perlu dikaji lebih lanjut,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa.
Fabby mencontohkan, salah satu kelompok yang disebut rentan miskin, yaitu sopir bus yang menjadi pelanggan listrik nonsubsidi atau golongan 1.300 VA. Akibat pandemi Covid-19, bus tidak beroperasi dan sopir menjadi pengangguran sementara. Dalam situasi seperti itu, mereka tidak termasuk golongan penerima insentif tarif listrik dari pemerintah.
Insentif tarif listrik diberikan pemerintah mulai April hingga Juni 2020 berupa menggratiskan pembayaran tagihan listrik pelanggan rumah tangga 450 VA dan potongan tarif 50 persen bagi pelanggan 900 VA yang tidak mampu.
Anggaran insentif yang disediakan mencapai Rp 3,5 triliun. Total penerima insentif ini 31 juta pelanggan yang terdiri dari 23,8 juta pelanggan 450 VA dan 7,2 juta pelanggan 900 VA golongan tidak mampu.
Pemerintah memastikan, kebijakan insentif tarif listrik tersebut tidak akan merugikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Anggaran yang disiapkan pemerintah Rp 3,5 triliun diberikan kepada PLN lewat mekanisme penganggaran dalam APBN. Mengacu pada APBN 2020, subsidi listrik tahun ini disepakati sekitar Rp 54 triliun.
Dalam delapan tahun terakhir, pemerintah berhasil menekan angka subsidi listrik lewat verifikasi data pelanggan. Selama kurun 2011-2014, angka subsidi listrik berkisar dari Rp 93 triliun hingga Rp 103 triliun. Sejak 2015 hingga 2018, anggaran subsidi berhasil ditekan menjadi Rp 45 triliun hingga Rp 56 triliun.