Pemerintah Didesak untuk Tegas Melarang Mudik
Pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sudah diterapkan di DKI Jakarta. Kementerian Kesehatan sudah menyetujui penetapan PSBB di Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang Raya. Namun, pemerintah belum melarang mudik.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah didesak untuk bersikap tegas menyikapi mudik menjelang Lebaran. Ketegasan diperlukan di tengah kondisi pandemi Covid-19 agar penyebaran virus korona tipe baru ini tidak meluas ke berbagai daerah di Tanah Air.
Apalagi, masih banyak daerah yang memiliki keterbatasan tenaga medis, alat medis, dan anggaran.
”Lebaran tahun ini dilaksanakan di tengah situasi yang tidak biasa, kondisi darurat kesehatan akibat pandemi Covid-19,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR Nurhayati Monoarfa dalam diskusi dalam jaringan ”Sebaiknya Mudik atau Tidak?”, Minggu (12/4/2020).
Berdasarkan data Gugus Tugas Covid-19, Minggu, ada 4.241 kasus positif Covid-19 di Indonesia. Sementara berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada 1,696 juta kasus terkonfirmasi di 213 negara di dunia.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal yang dihubungi Minggu (12/4), mengatakan, penyebaran Covid-19 harus dicegah sekuat mungkin.
Penyebaran Covid-19, dari yang terkonsentrasi di perkotaan menjadi ke perdesaan, akan berdampak jauh lebih besar. Sebab, kondisi perdesaan jauh lebih rentan dibandingkan dengan perkotaan.
Ia mencontohkan, di perkotaan, termasuk DKI Jakarta, ada kasus tenaga medis kekurangan alat pelindung diri. ”Kalau terjadi lonjakan kasus positif Covid-19 di perdesaan, akan sangat sulit tertangani. Biaya penanganannya juga akan jauh lebih besar,” ujar Faisal.
Terkait mudik, kendati nantinya pemerintah melarang mudik, diperkirakan tetap ada masyarakat yang mudik menjelang Lebaran. ”Apalagi, jika tidak ada larangan secara tegas,” ujarnya.
Dalam diskusi daring, Nurhayati menuturkan, pemerintah menambah belanja Rp 405,1 triliun untuk penanganan Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah semestinya dapat bersikap tegas karena sudah menyiapkan anggaran untuk memberikan bantuan bagi warga yang kena dampak Covid-19.
Kalau terjadi lonjakan kasus positif Covid-19 di perdesaan, akan sangat sulit tertangani.
Meski demikian, kebijakan pemerintah terkait mudik menjelang Lebaran dinilai belum tegas sehingga membingungkan masyarakat. ”Saat ini sudah banyak orang mudik dini,” ujar Nurhayati.
Kondisi ini akan menjadi masalah bagi daerah, terutama yang memiliki keterbatasan anggaran dalam menghadapi bencana serta alat medis dan tenaga medis.
”Dengan keterbatasan di daerah, seharusnya pemerintah pusat tegas, boleh (mudik) atau tidak?” ujar Nurhayati.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menyampaikan, beberapa hari lalu diundang hadir dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi yang dihadiri sejumlah pihak. ”Hampir semua pengamat yang hadir saat itu minta pemerintah bersikap tegas, dalam arti melarang mudik karena risikonya terlalu besar,” kata Tulus.
Dia menambahkan, berdasarkan survei Kementerian Perhubungan, pemerintah memiliki modal 56 persen warga yang disurvei menyatakan tidak mudik, 37 persen melihat situasi, dan sisanya akan mudik. Jika warga yang masih melihat-lihat situasi ini dibagi dua, maka akan ada 18 persen yang bisa ditambahkan pada kelompok yang tidak mudik.
”Artinya, ada modal 75 persen masyarakat yang tidak akan mudik. Kenapa pemerintah tidak percaya diri dengan survei Kemenhub itu,” ujar Tulus.
Menurut Tulus, jika pemerintah percaya diri, kebijakannya harus berbasis opini publik, seperti tecermin dalam survei. ”Kalau daerah tidak mampu menangani, sistem pelayanan rumah sakitnya akan jebol. Apalagi, kalau nanti yang terinfeksi adalah para petani yang notabene adalah garda depan di logistik pangan,” ujarnya.
Baca juga : Mudik Memicu Penyebaran Covid-19 di Daerah Kian Meluas
Tulus menyarankan untuk tegas melarang mudik Lebaran, apa pun alasannya. ”Aspek keselamatan dan perlindungan warga tidak boleh dikompromikan dengan kepentingan ekonomi jangka pendek. Saya kira itu hal mutlak karena kita belum tahu sekarang pandemi ini sudah puncak atau belum,” tambah Tulus.
Dinamis
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menyampaikan, hingga kini dinamika perkembangan terkait pencegahan dan penanganan Covid-19 masih terus bergulir.
”Sampai dengan saat ini kami masih punya tagline \'tidak mudik, tidak piknik, dan tidak panik\'. Akan tetapi, tidak berarti dikatakan tidak boleh. Ada peluang, masih terbuka, untuk mudik,” kata Budi.
Budi menambahkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Perhubungan ad interim menekankan, jika di kemudian hari ada dinamika kondisi yang lebih berat, bisa saja pemerintah mengeluarkan semacam larangan mudik. Namun, hingga kini, pemerintah masih sebatas mengimbau tidak mudik, bukan melarang mudik.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi Soerjanto Tjahjono menuturkan, secara teknis, semua moda transportasi umum, baik darat, kereta api, laut, maupun udara digunakan untuk kondisi normal. Dengan demikian, risiko di angkutan umum dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti saat ini tidak dapat diabaikan.
Secara terpisah, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan Polana B Pramesti menyampaikan, daerah yang sudah disetujui menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akan membuat peraturan. ”(Peraturan) tentunya mengacu pada Permenhub 18/2020 yang sudah ditetapkan pada 9 April 2020 dan juga mengacu Peraturan Menteri Kesehatan 9/2020,” katanya.
BPTJ akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar regulasi sesuai peraturan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
”Kami sudah koordinasi internal di lingkungan Jabodetabek karena ada keinginan semua wilayah di Jabodetabek dapat ditetapkan sebagai PSBB,” ujar Polana.
Budi Setiyadi menyebutkan, Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 33/2020 mengatakan sepeda motor berbasis aplikasi hanya untuk barang, tidak untuk penumpang.
”Tetapi dalam Permenhub, selain kami juga mengarahkan hanya untuk barang, juga terbuka kemungkinan ojek daring bisa dipakai untuk kepentingan masyarakat. Jadi ini sedang kami klarifikasi,” kata Budi. (CAS)