Pendaftaran Kartu Prakerja Dibuka, Pemerintah Akan Selektif
Pendaftaran program Kartu Prakerja bagi warga terdampak Covid-19 akan dimulai Sabtu (11/4/2020). Pemerintah diharapkan selektif agar penerima bantuan benar-benar sesuai target, yakni pekerja yang kehilangan penghasilan.
Oleh
Agnes Theodora / Sharon Patricia
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mulai membuka pendaftaran program Kartu Prakerja, Sabtu (11/4/2020), untuk masyarakat yang kehilangan nafkah akibat pandemi Covid-19. Kuota penerima gelombang pertama pekan ini diharapkan benar-benar selektif menyasar kelompok pekerja yang membutuhkan atau mereka yang sudah terdampak pandemi sejak lama.
Pendaftaran program Kartu Prakerja akan dibuka setiap pekan untuk kuota 164.000 orang melalui jalur kolektif dan mandiri. Jalur kolektif berasal dari basis data pemerintah yang telah dirangkum dari pendataan kementerian dan lembaga lewat perwakilan dinas di setiap wilayah. Sementara jalur mandiri melalui pendaftaran perorangan di laman situs prakerja.go.id begitu program resmi diluncurkan, Sabtu ini.
Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, hingga Jumat (10/4/2020) pukul 15.00, total pekerja dan buruh yang terdampak Covid-19 sebanyak 1,5 juta orang dari 82.031 perusahaan di seluruh Indonesia. Rinciannya, 1,24 juta adalah pekerja formal yang dirumahkan dan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) serta 265.881 orang adalah pekerja sektor informal yang kehilangan pendapatan karena terdampak Covid-19.
Kementerian dan lembaga seperti Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Perhubungan, juga ikut mendata pekerja terdampak di sektor masing-masing. Khususnya yang bergerak di sektor informal dan tidak terdata sebagai peserta BP Jamsostek.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Tenaga Kerja Raden Soes Hindharno, Jumat, mengatakan, pendataan sejak tahap kabupaten/kota dan provinsi sudah diupayakan selektif. Masyarakat yang terdata dalam basis data pemerintah untuk menerima Kartu Prakerja adalah mereka yang belum menerima bantuan sosial apa pun dari pemerintah dan sudah tidak punya pemasukan lagi.
Mereka yang diprioritaskan adalah pekerja yang sudah tidak punya penghasilan lagi, seperti di-PHK tanpa pesangon atau dirumahkan tanpa digaji atau gajinya tidak utuh. Ada pula pelaku usaha mikro dan kecil yang terpaksa menutup bisnis dan tidak mendapat pemasukan lagi karena terdampak pandemi.
Mereka yang diprioritaskan adalah pekerja yang sudah tidak punya penghasilan lagi.
”Semua pendaftar belum tentu diterima, akan ada yang gugur karena harus diseleksi lagi dengan ketat. Seleksinya berdasarkan apa, nanti menjadi kewenangan petugas pelaksana komite Kartu Prakerja. Akan ada sistem juga yang otomatis menyisir data nomor induk kependudukan (NIK) pendaftar agar tidak ada dobel dengan program bansos lain,” katanya.
Adapun kuota 164.000 orang untuk gelombang pertama akan mencakup 80 persen peserta yang terdata dalam basis data pemerintah serta 20 persen yang akan didata dari jalur pendaftaran perorangan di laman prakerja.go.id.
Data hasil pendaftaran perorangan akan dicek ulang lagi ke berbagai pihak untuk memastikan yang bersangkutan benar-benar membutuhkan. ”Pasti akan dicek ulang lagi, Presiden berkali-kali ingatkan, jangan sampai salah alamat. Maksudnya, jangan sampai ada yang sudah dapat pesangon, dapat bantuan langsung tunai, dapat Kartu Prakerja juga,” katanya.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar berpendapat, pemerintah harus selektif memilah calon peserta yang mendaftarkan diri agar bantuan tepat sasaran. Kartu Prakerja juga perlu diutamakan untuk pekerja yang sudah lebih lama di-PHK karena terlebih dahulu terdampak Covid-19, misalnya sektor pariwisata dan turunannya yang mulai merumahkan pekerja sejak Maret 2020.
”Yang pasti, semua sektor harus tercakup karena di semua sektor pasti ada pekerja yang rentan miskin ketika di-PHK. Tinggal diseleksi berdasarkan upah atau pesangon yang didapat. Misalnya, kalau ternyata di-PHK, tetapi masih dapat pesangon di atas Rp 50 juta, berarti bukan prioritas,” kata Timboel.
Pemerintah perlu membuat prioritas karena target sasaran dan alokasi anggaran yang disiapkan tidak cukup melindungi semua pekerja yang saat ini kehilangan nafkah. Proses seleksi, indikator seleksi, dan data penyaluran setiap gelombang pun harus dipublikasikan secara transparan ke publik.
”Kecuali pemerintah mau menambah anggaran untuk kartu ini atau mengalihkan sepenuhnya anggaran kelas pelatihan menjadi insentif bagi pekerja, mengingat kondisi saat ini urgen bagi pekerja yang rentan miskin,” ujarnya.
Pemerintah juga perlu mengantisipasi lonjakan jumlah pekerja yang terdampak Covid-19 dalam waktu dekat ini setelah pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada 10 April 2020. Kebijakan itu mengharuskan sejumlah sektor usaha menutup operasionalnya sehingga pasti berdampak pada nasib pekerja.
”Pengusaha bisa jadi hanya bisa bertahan sampai Juni jika situasi tidak kunjung membaik. Pemerintah harus siapkan insentif lain untuk membantu permodalan perusahaan sekaligus mengantisipasi agar angka pekerja yang di-PHK dan dirumahkan tidak tiba-tiba membengkak,” ujar Timboel.
Dinanti masyarakat
Rencana peluncuran program Kartu Prakerja berulang kali mundur karena beberapa kendala, mulai dari pendataan hingga masalah teknis terkait situs pendaftaran. Awalnya, program itu ditargetkan meluncur pada 7 April 2020. Namun, karena masalah pendataan, jadwal dimundurkan ke 9 April 2020. Terakhir, pemerintah kembali mengundurnya ke 11 April 2020 karena soal teknis.
Padahal, masyarakat yang kehilangan pendapatan berharap dan menantikan implementasi program Kartu Prakerja bisa segera direalisasikan. Adi (2), karyawan tetap di perusahaan rintisan di Jakarta, menjadi korban PHK sejak 24 Maret 2020. Perusahaannya sudah tidak kondusif menjalankan bisnis dan tidak punya uang cukup untuk menggaji karyawan.
Dengan tidak adanya pemasukan lagi, Adi berharap program Kartu Prakerja bisa segera dilaksanakan. Ia sendiri sudah mendaftarkan diri dan berharap bisa ikut mendapat pelatihan tentang pengelolaan data. ”Tentu akan sangat membantu, soalnya, kan susah juga mau mendapat kerja lagi dalam kondisi seperti ini. Kalau benar bisa mengoneksikan pencari kerja dan pemberi kerja, sangat terbantu,” katanya.
Namun, masih ada masyarakat yang belum mengetahui tentang program ini. Rifki Maulana (21), karyawan di salah satu perusahaan percetakan di Bogor, sudah dirumahkan tanpa upah sejak 3 April 2020. Seharusnya ia diangkat menjadi karyawan tetap setelah masa uji coba selama tiga bulan, tetapi karena Covid-19, perusahaan melakukan efisiensi dan merumahkan Rifki.
Terkait program Kartu Prakerja, Rifki mengaku belum mendaftar karena kurang paham bagaimana implementasi dari program itu. ”Saya mau banget sebenarnya ikut (program Kartu Prakerja), kalau masih bisa mendaftar, saya mau ikut mendaftar,” ujarnya.
Terkait jadwal peluncuran kartu yang terus mundur, Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan, pendaftaran akan diluncurkan Sabtu ini karena sebelumnya ada kendala teknis. Persoalan teknis itu terkait dengan teknis pengelolaan situs web prakerja.go.id, bukan karena pendataan yang belum rampung dari sejumlah kementerian/lembaga.
”Sudah tidak ada masalah pendataan. Data yang sudah ada, meski belum 100 persen, akan divalidasi dengan data nomor induk kependudukan (NIK) dan data terpadu kesejahteraan sosial (DTSK) dari Kemendagri dan Kemensos,” ujar Susiwijono.